Dalam adat dan budaya masyarakat Banjar Kalimantan Selatan penganan manis atau kue adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Kue Tradisional Banjar yang beragam baik berupa bentuk, rasa, dan warna mengisyaratkan sebuah makna yang terkandung dalam keseharian masyarakat. Kue Tradisional Banjar yang disebut juga dengan Wadai. Dalam ritual adat Wadai banyak digunakan sebagai sarana pelengkap.
Sejarah
Tradisi wadai sebenarnya sudah mengakar pada zaman dahulu, lebih tepatnya pada masa kerajaan Hindu Negara Dipa. Wadai 41 adalah istilah yang mengacu pada ragam wadai sebanyak 41 jenis. Pada masa kerajaan dahulu wadai digunakan sebagai sesajen untuk para roh penghuni alam agar tidak mengganggu kehidupan manusia.
Namun setelah kedatangan Islam, budaya sesajen mulai tergeser dan digantikan dengan akulturasi budaya yang lebih islami. Wadai 41 kini hadir dalam perayaan-perayaan islami seperti Baayun Maulid, Batamat Al-Qur'an, Badudus, dan pelengkap ritual adat lainnya. Fungsi dari Wadai 41 lebih dilambangkan dengan keselamatan dan rasa syukur masyarakat.
Wadai juga adalah simbolisasi masyarakat Banjar yang sosial. Dalam ini mengacu pada tradisi mawarung. Dimana jajanan yang disediakan biasanya wadai atau kue tradisional Banjar. Diiringi dengan teh atau kopi hangat masyarakat Banjar biasanya saling bercengkerama satu sama lain.