Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Museum Rumah Tanjung Timur

Rumah kongsi Tanjung Timur sekitar dekade 1930-an di Batavia (kini Jakarta). Walaupun telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya, kurangnya perhatian dan perawatan dari pemerintah membuat kondisi rumah ini memburuk.

Tanjung Timur (Bahasa Belanda: Tandjong Oost) atau juga dikenal sebagai Groeneveld (Bahasa Indonesia: "lapangan hijau"), dulu adalah sebuah tanah partikelir yang terletak di Pasar Rebo, Jakarta Timur, Indonesia. Tanjung Timur adalah salah satu dari dua tanah partikelir yang terletak di tepi Sungai Ciliwung. Tanjung Timur terletak di sisi timur sungai, sementara Tanjung Barat terletak di sisi barat sungai.

Tanjung Timur juga dilengkapi dengan sebuah rumah kongsi yang disebut sebagai Landhuis Tandjong Oost. Rumah tersebut terbakar pada tahun 1985, dan reruntuhannya ditelantarkan walaupun telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.[1][2]

Awal mula

Pemilik pertama dari tanah partikelir ini adalah Pieter van de Velde asal Amersfoort, seorang anggota dari Raad van Indië.[3] Pasca Geger Pacinan, van de Velde berhasil mengakuisisi tanah partikelir besar yang sebelumnya dimiliki oleh Nie Hoe Kong, 'Kapitan Cina' Batavia. Van de Velde kemudian memperluas tanah partikelir tersebut dengan mengakuisisi tanah di selatan Meester Cornelis (kini Jatinegara) di sisi timur Sungai Ciliwung, sehingga kemudian terbentuklah tanah partikelir ini dengan nama Tanjung Timur. Pada tahun 1756, ia membangun sebuah 'rumah kongsi' di tanah partikelir ini. Peter van de Velde lalu meninggal pada tahun 1759. Pada tahun 1763, Adrian Jubbels pun mengakuisisi tanah partikelir ini.[3] Pasca Jubbels meninggal, pada tahun 1763, tanah partikelir ini diakuisisi oleh Jacobus Johannes Craan. Ia lalu mengubah nama dari tanah partikelir ini menjadi Groeneveld (Bahasa Belanda: "lapangan hijau") dan merenovasi rumah kongsi yang ada di tanah partikelir ini dengan ornamen baru bergaya Louis XV dari Prancis, serta menambahkan sejumlah ornamen khas Tionghoa di pintu dan jendela. Ornamen-ornamen tersebut pun masih bertahan hingga rumah kongsi tersebut terbakar pada tahun 1985.[4][5]

Rumah kongsi

Rumah kongsi dua lantai yang ada di tanah partikelir ini dibangun dengan Gaya Hindia Lama. Gaya tersebut menunjukkan kombinasi antara arsitektur Belanda, Tionghoa, dan Hindia Belanda. Arsitektur Hindia yang digunakan pada rumah kongsi tersebut mirip seperti arsitektur dari gedung Arsip Nasional Republik Indonesia. Rumah kongsi tersebut terdiri dari tiga paviliun. Pintu dari ruangan di dalam rumah kongsi tersebut dihias dengan ukiran kayu jati dengan motif tumbuhan. Di atas pintu utama, ornamen dihias dengan sebuah derek, simbol dari keluarga Craan. Terdapat juga pemakaman keluarga di Groeneveld.

Keluarga Craan dan van Riemsdijk

Setelah Craan meninggal pada tahun 1780, Groeneveld diwariskan ke putrinya, Catharina Margaretha Craan, dan menantunya, Willem Vincent Helvetius van Riemsdijk, putra kedua dari Gubernur Jenderal Jeremias van Riemsdijk. Walaupun masih muda, Willem Helvetius van Riemsdijk telah memiliki jabatan dan kekayaan tinggi. Pada usia 17 tahun, ia telah menjadi administrator dari Pulau Onrust. Ia juga memiliki sejumlah tanah partikelir dan kebun tebu, antara lain Tanah Abang, Cibinong, Cimanggis, Ciampea, Cibungbulan, Sadeng, dan kemudian bertambah Tanjung Timur. Tanah partikelir Tanjung Timur, beserta rumah kongsinya, pun tetap dimiliki oleh keluarga van Riemsdijk hingga pecahnya Perang Dunia II.[3]

Tanah partikelir ini kemudian dikembangkan oleh Daniel Cornelius Helvetius van Riemsdijk hingga ia meninggal pada tahun 1860. Tanah partikelir ini lalu diwariskan putrinya, Dina Cornelia. Dina Cornelia menikahi Tjalling Ament dari Dokkum. Ament pun melanjutkan pertanian di Groeneveld. Pada pertengahan abad ke-19, terdapat 6.000 ekor sapi di tanah partikelir ini. Hingga tahun 1942, keluarga van Riemsdijk mengelola tanah partikelir ini, dan juga mengembangkan permukiman untuk pekerjanya di dalam tanah partikelir ini, yang dikenal sebagai Kampung Gedong, karena permukiman tersebut terletak di dekat rumah kongsi yang berukuran besar (Bahasa Betawi: gedong). Pekerja-pekerja tersebut kemudian menjadi nenek moyang dari Suku Betawi di Condet, yang mengembangkan bentuk kebudayaan Betawi yang khas.[4]

Perang Dunia II, Revolusi, dan Kemerdekaan

Tanjung Timur pada tahun 1972 menunjukkan tanda-tanda kerusakan setelah diakuisisi oleh Polda Metro Jaya.

Selama Perang Dunia II, rumah kongsi yang ada di dalam tanah partikelir ini digunakan oleh pasukan pendudukan Jepang sebagai gudang. Pasca Perang Dunia II, selama Revolusi Indonesia, rumah kongsi tersebut menjadi kantor pusat dari Barisan Pelopor, sebuah gerakan bawah tanah yang bertujuan untuk melawan upaya Belanda yang ingin menduduki kembali Indonesia. Pasca Agresi Militer Belanda I dan Agresi Militer Belanda II, tanah partikelir ini diambil alih oleh Netherlands Indies Civil Administration, yang kemudian mengubah tanah partikelir ini menjadi perkebunan karet.[6]

Setelah Indonesia merdeka, rumah kongsi tersebut diakuisisi oleh Haji Sarmili, yang lalu mengubahnya menjadi sebuah hotel, dan kemudian kembali mengubahnya menjadi perkantoran. Pada tahun 1962, Haji Sarmili menjual rumah kongsi tersebut ke Polda Metro Jaya.[6] Pada bulan Mei 1985, rumah kongsi tersebut terbakar setelah terjadi ledakan di dapur. Rumah kongsi tersebut pun hancur. Walaupun rumah kongsi tersebut telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya, struktur yang masih tersisa ditelantarkan. Rumah kongsi tersebut kini terletak di dalam kompleks Asrama Polri Tanjung Timur.[6]

Pada tahun 2015, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama merencanakan agar rumah kongsi tersebut dibangun kembali bersamaan dengan optimalisasi Sungai Ciliwung. Bahkan Ahok sudah bekerja sama dengan Kodam Jaya, Kopassus, dan komunitas-komunitas warga yang mendiami kawasan tersebut, antara lain Komunitas Ciliwung Condet. Nantinya, kawasan tersebut akan dijadikan kawasan tempat wisata, konservasi, dan ekosistem Sungai Ciliwung.[7]

Referensi

  1. ^ "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-12. Diakses tanggal 2015-02-12.  . Mengintip Sisa Rumah Tuan Tanah di Pasar Rebo. Detik News. Retrieved February 12, 2015.
  2. ^ [http://gallusmagnus.nl/index.php/Landgoed_Groeneveld ]. Landgoed Groeneveld. Familie Wiki. Retrieved February 12, 2015.
  3. ^ a b c [http://gallusmagnus.nl/index.php/Landgoed_Groeneveld ] Landgoed Groeneveld. Gallus Magnus.
  4. ^ a b [http://mjd-eyya.blogspot.com/ ] Abdul Majid's blog
  5. ^ "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-12. Diakses tanggal 2015-02-12.  . A beautiful Dutch villa in ruins. Jakarta Post. Retrieved February 12, 2015.
  6. ^ a b c "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-12. Diakses tanggal 2015-02-12.  Beautiful Dutch Villa Ruins. Jakarta Post.
  7. ^ [1] Villa Nova, Aset di Sisi Ciliwung yang Menarik Perhatian Ahok. Detik News.

Koordinat: 6°18′10″S 106°51′23″E / 6.30278°S 106.85639°E / -6.30278; 106.85639

Baca informasi lainnya yang berhubungan dengan : Museum Rumah Tanjung Timur

Museum Museum Nasional Indonesia British Museum Museum Mesir Museum Jerman Museum Västerbottens Museum Pergamon Museum Vatikan Museum Serawak Museum Bali Museum Yugoslavia Museum Altes Museum Manusia Purba Sangiran Museum Olahraga Museum Keraton Yogyakarta Museum Pleret Museum Australia Museum Brunei Museum Lampung Museum Neues Museum Nasional Ketransmigrasian Museum Guggenheim Museum Sumatera Utara Museum Maluku Museum Melbourne Museum Aceh Museum Manchester Museum Trowulan Museum Nasional Singapura Museum Sandi Museum Indonesia Museum Norton Simon Museum Kailasa Museum Karmawibhangga Museum…

Kimchi Museum Waja Sampai Kaputing Daftar museum di Provinsi DKI Jakarta Museum Ukir Nusantara Museum Ashmolean Museum Tembi Museum Arkeologi Istanbul Museum Victoria dan Albert Museum Liangzhu Museum Mandiri Museum Persenjataan Istana Museum Seni Kontemporer Museum Etnografi, Beograd Museum Fatahillah Museum Lambung Mangkurat Museum Purbakala Muara Kaman Museum Mathura Daftar museum di Jawa Tengah Museum Ranggawarsita Museum Kepolisian Negara Republik Indonesia Museum Rekor Indonesia Museum Balanga Museum Frida Kahlo Museum Van Gogh Museum Adityawarman Museum Getty Museum Wayang Museum Negeri Mpu Tantular Museum Deli Serdang Museum Kucing Moskow Museum Biologi Universitas Gadjah Mada Museum Sejarah Alam, London Museum Israel Museum Sakip Sabanci Museum Batak, Balige Museum Seni Rupa, Boston Monmouth Museum Museum Negeri Gayo Museum Amuse Museum Vasa Museum 4 Juni Museum Brooklyn Museum CIA Museum der Brotkultur Museum Pusaka Nias Museum Östasiatiska Museum Brawijaya Museum Affandi Museum Koptik Museum Koleksi dan Galeri Raz Museum Mulawarman Museum Volkenkunde Museum Tsunami Aceh Museum Nanjing Garden Museum Museum Universitas Gadjah Mada Museum Shanxi Museum Toleransi Museum Tr

Kembali kehalaman sebelumnya