Pelabuhan Muara Angke dan Pelabuhan Sunda Kelapa terletak di Penjaringan. Penjaringan berisi sisa-sisa hutan bakau asli Jakarta, dilindungi oleh pemerintah yaitu Suaka Margasatwa Muara Angke. Kecamatan Penjaringan yang saling silang dengan saluran air pengeringan, kanal, dan waduk air untuk melindungi tanah dari banjir laut. Cengkareng, bagian dari sistem pengendalian banjir Jakarta, mengalir ke laut melalui kecamatan ini.
Wilayah Kecamatan Penjaringan, terutama dalam Kelurahan Penjaringan Administrasi, berisi beberapa bangunan bersejarah kolonial Belanda seperti sisa-sisa tembok kota Batavia dan gudang abad ke-17 (sekarang Museum Maritim).
Sejarah
Daerah pesisir Kecamatan Penjaringan merupakan salah satu kawasan bersejarah Jakarta, yang terletak di muara Sungai Ciliwung yang merupakan daerah pelabuhan penting di Jawa Barat, digunakan sebagai pelabuhan utama kerajaan Pakuan Pajajaran dan Batavia. Daerah ini telah menjadi lokasi peperangan antara kerajaan lokal, Kekaisaran Portugis dan Hindia Belanda. Sekitar abad ke-16, daerah Muara Angke (daerah pantai Penjaringan, hanya untuk sebelah barat Batavia lama) dianggap area strategis dengan Kesultanan Banten dan Kesultanan Demak untuk merebut pelabuhan Sunda Kelapa dari Portugis.
Selama era kolonial Belanda, daerah yang sekarang Kelurahan Administratif Penjaringan dikembangkan menjadi area labuh kapal. Gudang dibangun di daerah ini sejak abad ke-17, beberapa bangunan masih ada hari ini (seperti sekarang Museum Bahari Galangan Kapal VOC dan, kantor perdagangan mantan dibangun pada 1628). Ini pelabuhan Batavia pernah menjadi bagian dari pelabuhan utama dari jaringan perdagangan rempah-rempah komersial di Asia.
Beberapa desa muncul selama era kolonial Belanda. Beberapa desa ini, terletak di pelabuhan Batavia, yang sekarang dikenal sebagai Kampung Luar Batang. Desa ini merupakan lokasi dari Masjid Luar Batang, dibangun pada 1739.
Selama tahun 1970, karena kapasitas yang tidak memadai dan kurangnya fasilitas, pelabuhan perikanan baru yang disebut Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ) (juga dikenal sebagai "Jakarta Fishing Port") diciptakan di sisi barat Pelabuhan Sunda Kelapa, dalam Kecamatan Penjaringan. Kelayakan dan studi rekayasa dilakukan oleh Japan International Cooperation Agency 1973-1979. Konstruksi dibagi menjadi empat fase yang dimulai pada tahun 1980 dan selesai pada tahun 2002.[3]
Demografi
Ditahun 2020, penduduk kelurahan ini berjumlah 315.511 jiwa, dimana laki-laki sebanyak 159.921 jiwa dan perempuan sebanyak 155.590 jiwa, dengan kepadatan penduduk 8.895 jiwa/km2.[4]
Kota Jakarta Utara, termasuk di kelurahan ini, warganya berasal dari beragam Suku, Agama, Ras dan Adat istiadat (SARA). Berdasarkan data Sensus penduduk 2010, warga Jakarta Utara didominasi oleh warga dari suku Jawa, Betawi, Tionghoa, Batak, dan Sunda, serta sebagian merupakan suku Minangkabau, Bugis, serta suku lainnya.[5]
Kemudian dalam hal keagamaan, penduduk kelurahan ini juga cukup beragam. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik kota Jakarta Utara tahun 2020 mencatat jumlah pemeluk agama, dimana Islam sebanyak 48,69%, kemudian Buddha 28,95%, Kristen 22,27% (Protestan 15,19% dan Katolik 7,08%), Hindu 0,06% dan lainnya 0,03% (Konghucu dan kepercayaan).[4]
Hutan Bakau
Penjaringan berisi beberapa hutan bakau asli Jakarta. Beberapa hal ini hutan mangrove yang dilindungi sebagai Suaka Margasatwa Muara Angke (yang terletak di Kelurahan Administrasi Kapuk Muara). Suaka Margasatwa Muara Angke telah dilindungi sejak pemerintahan Hindia Belanda pada 17 Juni 1939, seluas 15,04 ha. Selama 1960-an, kawasan konservasi diperluas untuk 1.344.62 ha. Kemudian, karena tekanan manusia dan perusakan lingkungan di dalam dan sekitar taman nasional, beberapa kawasan hutan bakau hancur. Pada tanggal 28 Februari 1988, daerah itu dinyatakan Cagar Alam (25,4 ha).[6] Pada bulan November 1998, status area ini diubah menjadi 'Suaka Margasatwa (25.02 ha).[7].[8]. Pada bulan November 1998., Status daerah ini berubah menjadi Suaka Margasatwa (25,02 ha). Suaka Margasatwa Muara Angke terdaftar sebagai salah satu cagar alam burung penting di Jawa, melindungi spesies burung seperti bangau susu dan endemik sunda coucal. Suaka Margasatwa Muara Angke saat ini sedang menghadapi isu-isu seperti pemotongan bakau, pencemaran air (khususnya di Sungai Angke), dan permukiman pembangunan di tepi area penalti.[8] .[9].Suaka Margasatwa Muara Angke terletak di dekat kompleks perbelanjaan Galeri Mediterania atau dekat Muara Karang.
Selain area hutan bakau yang dilindungi tersebut, hutan bakau di Kecamatan Penjaringan dimiliki oleh pribadi.[10] Taman Wisata Alam Angke Kapuk (99,82 ha) ini juga dikembangkan sebagai resort ekologi. Taman ini terletak 3 kilometer dari taman pertama. Taman telah dibuka sejak 2010 infrastruktur yang rapi . Hewan yang kita bisa temukan adalah burung Pecuk Ular seperti (Anhinga melanogaster), Kowak Maling (Nycticorax nycticorax), Kuntul besar (Egretta alba) dan beberapa lainnya. Ular, kadal Monitor dan monyet juga dapat ditemukan di sini.[11]
Banjir
Menjadi daerah pesisir yang rendah, Penjaringan terus-menerus terancam oleh banjir dari air pasang. Di Kelurahan Penjaringan sendiri, serangkaian rencana untuk mengurangi banjir telah direncanakan, termasuk relokasi pemukiman, perbaikan drainase, dan pembangunan tanggul. Penelitian tentang banjir yang telah dilakukan terutama di Kecamatan Penjaringan.[12].[13]
Pada tahun 2008, tujuh tanggul dibangun dalam Kecamatan Penjaringan untuk melindungi daerah dari meningkatnya tingkat pasang laut. Tanggul terdiri tanggul Muara Baru, tanggul Muara Angke, tanggul Luar Batang, Waduk Pluit, tanggul Kapuk Muara,tanggul Pelabuhan Pelindo, dan tanggul Pantai Mutiara.[14]
^Pemerintah Daerah Jakarta telah memberikan pengusahaan area tersebut kepada PT Murindra Karya Lestari dalam rangka upaya rehabilitasi area tersebut kembali ke kondisi alami aslinya.