Artikel ini mendokumentasikan suatu wabah penyakit terkini. Informasi mengenai hal itu dapat berubah dengan cepat jika informasi lebih lanjut tersedia; laporan berita dan sumber-sumber primer lainnya mungkin tidak bisa diandalkan. Pembaruan terakhir untuk artikel ini mungkin tidak mencerminkan informasi terkini mengenai wabah penyakit ini untuk semua bidang.
Artikel ini memerlukan pemutakhiran informasi. Harap perbarui artikel dengan menambahkan informasi terbaru yang tersedia. Pembaruan terakhir: April 2020
Pandemi koronavirus 2019–2020 di Spanyol pertama kali dikonfirmasi pada tanggal 31 Januari 2020, ketika seorang turis Jerman dites positif di La Gomera, Kepulauan Kenari.[1]
Hingga 24 Februari 2020[update], setelah ledakan jumlah kasus di Italia, Spanyol menemukan banyak kasus yang berhubungan dengan kluster Italia, berasal dari seorang doktor Italia yang berlibur ke Tenerife. Setelah itu, banyak kasus yang ditemukan di Tenerife dari orang-orang yang mengontak dokter tersebut.[5]
Kasus-kasus yang lain yang berhubungan dengan orang-orang yang mengunjungi Italia juga ditemukan di Spanyol.[6][7][8]
Hingga 31 Maret 2020[update], ada lebih dari 95 ribu kasus dengan 8.464 orang korban yang meninggal.[4] Jumlah sesungguhnya orang yang terjangkit penyakit ini diperkirakan lebih tinggi, karena orang-orang yang tidak memiliki gejala-gejala COVID-19 tidak dites.[9][10]
Hingga 21 Maret 2020[update], ada lebih dari 350 ribu tes untuk COVID-19 yang telah dibagikan.[11]
Sejak 13 Maret, sudah ada kasus di setiap dari 50 provinsi di Spanyol. Madrid merupakan kota dengan jumlah kasus dan korban terbanyak di Spanyol. Tenaga medis dan orang-orang yang tinggal di panti jompo mengalami tingkat infeksi yang sangat tinggi.[12]
Hingga 25 Maret 2020[update], jumlah korban meninggal di Spanyol melebihi jumlah di Tiongkok; kedua setelah Italia di seluruh dunia.[13]
Pandemi koronavirus adalah pandemi yang disebabkan koronavirus (COVID-19) dan menyerang sistem pernafasan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kemudian mengumumkan pandemi koronavirus sebagai pandemi dunia pada tanggal 11 Maret 2020.[14]
Kronologi
Pada 31 Januari 2020, Spanyol mengkonfirmasi kasus COVID-19 pertamanya di La Gomera, Kepulauan Canaria. Seorang turis dari Jerman dinyatakan positif dan dirawat di Rumah Sakit Universitas Nuestra Señora de Candelaria. Pada tanggal 9 Februari, kasus kedua melibatkan seorang turis pria Inggris di Palma de Mallorca, Kepulauan Balears, yang tertular penyakit tersebut setelah melakukan kontak dengan seseorang di Prancis yang kemudian dinyatakan positif.[1][15] Pada 13 Februari, kematian pertama di Spanyol tercatat melibatkan seorang pria berusia 69 tahun yang berada di Nepal. Dia meninggal di Valencia dan didiagnosis post-mortem. Pada 24 Februari, setelah wabah COVID-19 di Italia, seorang dokter dari Lombardia, Italia, yang sedang berlibur di Tenerife, dinyatakan positif di Rumah Sakit Universitas Nuestra Señora de Candelaria di Spanyol. Istana H10 Costa Adeje di Tenerife dikunci.[16]
Pada 25 Februari, empat kasus baru terkait dengan klaster Italia dikonfirmasi di Spanyol. Di Kepulauan Canaria, istri dokter medis dari Lombardia, yang sedang berlibur di Tenerife, dinyatakan positif. Di Catalunya, seorang wanita Italia berusia 36 tahun yang tinggal di Spanyol, yang mengunjungi Bergamo dan Milan dari 12 hingga 22 Februari, juga dinyatakan positif di Barcelona. Seorang pria 24 tahun dari Madrid, yang baru saja kembali dari Italia Utara, dinyatakan positif dan dirawat di Rumah Sakit Carlos III. Di Wilayah Valencia, seorang pria dari Villarreal, yang baru-baru ini bepergian ke Milan, dinyatakan positif dan dirawat di Rumah Sakit Universitario De La Plana, Castellón.[17]
Pada 29 Maret 2020, Kementerian Kesehatan Spanyol mengonfirmasi 838 orang meninggal akibat virus COVID-19 selama 24 jam terakhir, jumlah harian tertinggi yang pernah ada. Pasien di Spanyol yang berada didalam perawatan intensif tercatat melampaui kapasitas nasional, menggunakan sekitar 4.400 tempat tidur di rumah sakit setempat, memaksa petugas kesehatan untuk memutuskan siapa yang akan dirawat terlebih dahulu. Spanyol telah mencatat total 6.528 kematian terkait dengan COVID-19.[18]
Spanyol mengalami gelombang kedua virus COVID-19 di bulan Agustus 2020. Wabah baru yang paling parah terlihat di Aragón, Catalonia, Kepulauan Balearic, Navarre, Almería, Salamanca, Soria, dan Valencia. Menurut angka regional, 898 orang tercatat dirawat di rumah sakit dalam dua minggu hingga 20 Agustus 2020. Menurut Our World in Data, Spanyol memiliki tingkat kepositifan tertinggi kedua di Uni Eropa, setelah Kroasia.[19]
Dampak dan reaksi
6 Maret, tersebar misinformasi[20] yang menyebabkan orang-orang menyerbu tempat-tempat perbelanjaan.[21]
20 Maret, Presiden Wilayah Madrid mengumumkan bahwa hingga 80% penduduk Madrid dapat terjangkit penyakit ini.[22]
23 Maret, surat kabar The Guardian memberitakan bahawa rumah sakit dan panti jompo di Madrid kewalahan dengan pasien koronavirus.[23][24] Di beberapa panti jompo, orang-orang manula penghuni panti ditemukan ditelantarkan di tempat tidur mereka. Tentara Spanyol memberikan bantuan darurat. Menteri Pertahanan Spanyol mengatakan bahwa siapa pun yang ditemukan bersalah menelantarkan orang-orang tersebut akan dituntut.[23]
28 Maret, surat kabar El País memberitakan bahwa paling tidak ada 9.444 tenaga medis yang terkena COVID-19, namun hanya 8,8% yang memerlukan perawatan rumah sakit.[25]
Pandemi ini juga telah mempengaruhi ekonomi Spanyol yang rapuh, dan diperkirakan akan membutuhkan suntikan 200 juta Euro.[24][26][27] As of 28 March, Goldman Sachs was predicting a double-digit GDP decline for Spain.[28]
Mulai tanggal 23 November sampai sepanjang bulan Desember, turis yang berasal lebih dari 60 negara yang ingin memasuki Spanyol, harus memberikan tes Covid-19 negatif tidak lebih dari 72 jam, sebelum mereka terbang. Sejumlah wilayah yang sering dijadikan tempat wisata di Spanyol telah memutuskan untuk menutup perbatasannya. Madrid tutup antara tanggal 4 sampai 14 Desember 2020, Basque Country dan Andalusia ditutup hingga 10 Desember 2020, Valencia dan Murcia juga ditutup hingga 9 Desember 2020. Daerah lain juga melukan penutupan perbatasan wilayah setelah periode Puente. Catalonia ditutup hingga 21 Desember 2020, La Rioja ditutup hingga tanggal 19 Desember 2020 dan Navarra hingga tanggal 18 Desember 2020.[29]
Dampak terhadap perekonomian
Wabah pandemi COVID-19 yang parah di Spanyol dan pengambilan keputusan pembatasan wilayah sebagai tanggapan mencegah penyebaran COVID-19 lebih luas sejak pertengahan Maret telah mengakibatkan kontraksi aktivitas perekonomian yang belum pernah terjadi sebelumnya pada paruh pertama tahun ini. Seluruh sektor penggerak perekonomian negara Spanyol terpengaruh khususnya sektor jasa menjadi yang paling terpengaruh. Sentimen dan indikator ekonomi mencapai titik terendah pada bulan April dan membaik pada bulan Mei ketika aturan pembatasan dicabut. Pada akhir Juni 2020, Spanyol memasuki 'normalitas baru' di mana tindakan jarak sosial tetap diberlakukan dan mulai beradaptasi dengan perubahan perilaku konsumen terhadap penyedia layanan, seperti makanan dan akomodasi, perdagangan eceran, layanan pribadi, serta seni dan hiburan. Dalam kasus pariwisata internasional, dampaknya akan diperburuk dengan berkurangnya konektivitas penerbangan, meskipun perbatasan dibuka secara bertahap. Kegiatan di sektor manufaktur diperkirakan akan pulih lebih cepat daripada di sektor jasa. Gangguan dalam rantai nilai global dan lemahnya permintaan dapat menghambat normalisasi aktivitas industri.[30]
Kepala bank sentral Spanyol mengatakan bahwa pemulihan ekonomi Spanyol dari pandemi COVID-19 diperkirakan lebih lambat dari yang diharapkan. Pemulihan yang lebih cepat tergantung pada peluncuran vaksin yang cepat. Bank Spanyol mengatakan ekonomi akan tumbuh 6,8% pada 2021 dan akan mencapai level pra-pandemi tahun depan. Namun, Pablo Hernandez de Cos, gubernur Bank Spanyol, mengatakan kepada surat kabar El Mundo bahwa PDB tahun ini mungkin akan lebih rendah. Ekonomi Spanyol diperkirakan tidak akan pulih ke level sebelum pandemi hingga 2023.[31]
Dampak terhadap sektor pendidikan
Di Spanyol, tidak termasuk bagian non-wajib dari kurikulum, setiap minggu penutupan sekolah mewakili sekitar 30 jam waktu pengajaran wajib tatap muka di sekolah artinya 2,9% dari tahunan waktu instruksi wajib. Sekolah terpaksa mengganti waktu ini di kelas dengan pembelajaran online dan home schooling, dalam banyak kasus difasilitasi oleh guru dan orang tua.[32]
Dialporkan bahwa 96% Universitas Spanyol telah meningkatkan protokol kesehatan dan keselamatan mereka sebagai hasil dari pengalaman menghadapi virus Covid-19. Spanyol telah menghadapi tantangan yang jauh lebih besar daripada negara lain, Spanyol termasuk di antara 3 negara pertama yang menghadapi pandemi dan memimpin dalam persentase kematian.[33]
Di tahun 2019, Spanyol tercatat memiliki angka putus sekolah tertinggi di Uni Eropa yaitu 17,3%. Sekarang, pemerintah memperkirakan hingga 12% atau sekitar hampir satu juta murid memilih untuk putus sekolah dikarenakan pemberlakuan lockdown sehingga sekolah terpaksa melakukan pembelajaran jarak jauh selama 14 minggu. Dalam masa lockdown, akses terbatas ke internet menciptakan penghalang sosial. Siswa yang kurang beruntung di Spanyol yakni hampir sebanyak 14% siswa tidak memiliki kesempatan untuk dapat mengakses internet. Pelajar yang berada di keluarga kurang mampu di Spanyol sudah bernasib lebih buruk daripada banyak siswa di Eropa.[34]
Pada tanggal 9 Februari 2021, Kementerian Kesehatan Spanyol merilis data yang menunjukkan bahwa sekolah telah menjadi klaster utama penyebaran virus Covid-19 dalam seminggu terakhir. Tercatat sebanyak 1.678 wabah virus Covid-19 yang terdeteksi selama seminggu terakhir di Spanyol, sekolah adalah titik fokus utama penularan, menyalip atas klaster penyebaran dari pertemuan sosial atau keluarga, panti jompo, pusat kesehatan atau tempat kerja. Dalam gelombang ketiga Covid-19, Spanyol memilih untuk mulai mengatifkan kegiatan sekolah. Penularan di ruang kelas masih mendekati rekor tertinggi.[35]
Penyebaran ke negara-negara lain
29 Februari, seorang wanita berusia 70 tahun yang tiba di Ekuador dari Spanyol menjadi kasus pertama di negara tersebut.[36] Korban tersebut meninggal pada tanggal 13 Maret.[37]
6 Maret, seorang pria berusia 25 tahun dari Peru yang mengunjungi Spanyol, Prancis, dan Ceko menjadi kasus pertama di negara tersebut.[38]
8 Maret, Portugal mengonfirmasi kasus yang diimpor dari Spanyol[39] On 10 March, a further case was detected and the following day (11 March) another three cases.[40][41]
10 Maret, seorang wanita berusia 40 tahun yang kembali ke Panama dari Madrid, Spanyol menjadi kasus pertama di negara tersebut.[42]
10 Maret, seorang wanita hamil yang tiba di Honduras dari Spanyol menjadi kasus pertama di negara tersebut.[43]
13 Maret, Venezuela mengonfirmasi dua kasus yang dibawa dari penerbangan Iberia 6673 dari Spanyol. Semua penumpang pesawat diminta untuk dikarantina.[44][45][46]
14 Maret, seorang wanita yang tiba di Guinea Khatulistiwa dari Spanyol menjadi kasus pertama di negara tersebut.[47]
20 Maret, seorang pekerja tambang yang tiba di Papua Nugini dari Spanyol menjadi kasus pertama di negara tersebut.[48]
Larangan masuk
Hingga 31 Maret 2020[update], negara-negara berikut ini telah menerbitkan larangan masuk bagi warga negara Spanyol:
^"Q&A on coronaviruses (COVID-19)". www.who.int (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 24 March 2020. the outbreak began in Wuhan, China, in December 2019.
^"RELATÓRIO DE SITUAÇÃO". Direção-Geral da Saúde (dalam bahasa Portugis). 8 March 2020.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"RELATÓRIO DE SITUAÇÃO". Direção-Geral da Saúde (dalam bahasa Portugis). 10 March 2020.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"RELATÓRIO DE SITUAÇÃO". Direção-Geral da Saúde (dalam bahasa Portugis). 12 March 2020.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)