Kota Bukittinggi merupakan salah satu pusat perdagangan grosir terbesar di Pulau Sumatra. Pusat perdagangan utamanya terdapat di Pasar Ateh, Pasar Bawah, dan Pasar Aur Kuning. Dari sektor perekonomian, Bukittinggi merupakan kota dengan PDRB terbesar kedua di Sumatera Barat, setelah Kota Padang.[10] Tempat wisata yang ramai dikunjungi adalah Jam Gadang, yaitu sebuah menara jam yang terletak di jantung kota sekaligus menjadi simbol bagi Bukittinggi.
Sejarah
Kota Bukittinggi semula merupakan pasar (pekan) bagi masyarakat Agam Tuo. Setelah kedatangan Belanda, kota ini menjadi kubu pertahanan mereka untuk melawan Kaum Padri.[11] dan kota Bukittinggi sebelumnya bernama nagari kurai limo jorong. Pada tahun 1825, Belanda mendirikan benteng di salah satu bukit yang terdapat di dalam kota ini. Tempat ini dikenal sebagai benteng Fort de Kock, sekaligus menjadi tempat peristirahatan opsir-opsir Belanda yang berada di wilayah jajahannya. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, kawasan ini selalu ditingkatkan perannya dalam ketatanegaraan yang kemudian berkembang menjadi sebuah stadsgemeente (kota),[12] dan juga berfungsi sebagai ibu kota Afdeeling Padangsche Bovenlanden dan Onderafdeeling Oud Agam.[13]
Pada masa pendudukan Jepang, Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian pemerintahan militernya untuk kawasan Sumatra, bahkan sampai ke Singapura dan Thailand. Kota ini menjadi tempat kedudukan komandan militer ke-25 Kempetai, di bawah pimpinan Mayor Jenderal Hirano Toyoji.[14][15] Kemudian kota ini berganti nama dari Stadsgemeente Fort de Kock menjadi Bukittinggi Si Yaku Sho yang daerahnya diperluas dengan memasukkan nagari-nagari sekitarnya seperti Sianok Anam Suku, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu Taba, dan Bukit Batabuah. Sekarang nagari-nagari tersebut masuk ke dalam wilayah Kabupaten Agam.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Bukittinggi ditetapkan sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatra, dengan gubernurnyaMr. Teuku Muhammad Hasan.[16] Kemudian Bukittinggi juga ditetapkan sebagai wilayah pemerintahan kota berdasarkan Ketetapan Gubernur Provinsi Sumatra Nomor 391 tanggal 9 Juni 1947.
Pada masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Kota Bukitinggi berperan sebagai kota perjuangan, ketika pada tanggal 19 Desember1948 kota ini ditunjuk sebagai Ibu Kota Negara Indonesia setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda atau dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Di kemudian hari, peristiwa ini ditetapkan sebagai Hari Bela Negara, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 18 Desember 2006.[17][18]
Selanjutnya Kota Bukittinggi menjadi kota besar berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom kota besar dalam lingkungan daerah ProvinsiSumatra Tengah masa itu,[19] yang meliputi wilayah Provinsi Sumatera Barat, Jambi, Riau, dan Kepulauan Riau sekarang.
Pemerintah Kota menetapkan hari jadi Kota Bukittinggi pada tanggal 22 Desember 1784.[22]
Geografi
Kota Bukittinggi terletak pada rangkaian Bukit Barisan yang membujur sepanjang pulau Sumatra, dan dikelilingi oleh dua gunung berapi yaitu Gunung Singgalang dan Gunung Marapi. Kota ini berada pada ketinggian 909–941 meter di atas permukaan laut, dan memiliki hawa sejuk dengan suhu berkisar antara 16.1–24.9 °C. Sementara itu, dari total luas wilayah Kota Bukittinggi saat ini (25,24 km²), 82,8% telah diperuntukkan menjadi lahan budidaya, sedangkan sisanya merupakan hutan lindung.
Kota ini memiliki topografi berbukit-bukit dan berlembah, beberapa bukit tersebut tersebar dalam wilayah perkotaan, di antaranya Bukit Ambacang, Bukit Tambun Tulang, Bukit Mandiangin, Bukit Campago, Bukit Kubangankabau, Bukit Pinang Nan Sabatang, Bukit Canggang, Bukit Paninjauan, dan sebagainya. Selain itu, terdapat lembah yang dikenal dengan Ngarai Sianok dengan kedalaman yang bervariasi antara 75–110 m, yang di dasarnya mengalir sebuah sungai yang disebut dengan Batang Masang.
Perkembangan penduduk Bukittinggi tidak terlepas dari berubahnya peran kota ini menjadi pusat perdagangan di dataran tinggi Minangkabau. Hal ini ditandai dengan dibangunnya pasar oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1890 dengan nama loods. Masyarakat setempat mengejanya dengan loih, dengan atap melengkung kemudian dikenal dengan nama Loih Galuang.
Saat ini Bukittinggi merupakan kota terpadat di Provinsi Sumatera Barat, dengan tingkat kepadatan mencapai 4.400 jiwa/km². Jumlah angkatan kerja sebanyak 52.631 orang dan sekitar 3.845 orang di antaranya merupakan pengangguran.[24] Kota ini didominasi oleh etnis Minangkabau, namun terdapat juga etnis Tionghoa, Jawa, Tamil, dan Batak.
Masyarakat Tionghoa datang bersamaan dengan munculnya pasar-pasar di Bukittinggi. Mereka diizinkan pemerintah Hindia Belanda membangun toko/kios pada kaki bukit Benteng Fort de Kock, yang terletak di bagian barat kota, membujur dari selatan ke utara, dan saat ini dikenal dengan nama Kampung Cino. Sementara pedagang India ditempatkan di kaki bukit sebelah utara, melingkar dari arah timur ke barat dan sekarang disebut juga Kampung Keling.
Tahun
2008
2010
Jumlah penduduk
106.045
110.954
Sejarah kependudukan kota Bukittinggi Sumber:[24][25]
Sejak tahun 1918 Kota Bukittinggi telah berstatus gemeente,[37] selanjutnya tahun 1930 wilayah kota ini diperluas menjadi 5,2 km².[38] Pada masa pendudukan Jepang wilayah kota ini kembali diperluas. Kemudian di awal kemerdekaan Indonesia terjadi tumpang tindih batas-batas wilayah kota ini karena penetapan sepihak baik masa Hindia Belanda maupun Jepang.
Saat ini batas wilayah pemerintahan kota dikelilingi oleh Kabupaten Agam, dan konfik antara kedua pemerintah daerah tersebut tentang batas wilayah masih berlanjut,[39] ditambah setelah keluarnya Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 1999 tentang perubahan batas wilayah Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam. Dari peraturan pemerintah (PP) ini luas wilayah Kota Bukittinggi bertambah menjadi 145.29,90 km², dengan memasukkan beberapa nagari yang sebelumnya pada masa pendudukan Jepang berada dalam wilayah administrasi Kota Bukittinggi.[40]
Namun seiring bergulirnya reformasi pemerintahan yang memberikan hak otonomi yang luas kepada kabupaten dan kota, muncul kembali penolakan dari masyarakat Kabupaten Agam atas perluasan dan pengembangan wilayah Kota Bukittinggi tersebut. Bagi masyarakat Kabupaten Agam yang masuk ke dalam wilayah perluasan kota ini, merasa rugi karena dengan kembalinya penerapan model pemerintahan nagari lebih menjanjikan, dibandingkan berada dalam sistem kelurahan. Selain itu timbul asumsi, masyarakat kota yang telah heterogen juga dikhawatirkan akan memberikan dampak kepada tradisi adat dan kekayaan yang selama ini dimiliki oleh nagari.
Kota Bukittinggi memiliki 3 kecamatan dan 24 kelurahan. Luas wilayahnya mencapai 25,24 km² dan penduduk 115.986 jiwa (2017) dengan sebaran 4.595 jiwa/km².[44][45]
Daftar kecamatan dan kelurahan di Kota Bukittinggi, adalah sebagai berikut:
Sejak zaman kolonialis Belanda, kota ini telah menjadi pusat pendidikan di Pulau Sumatra.[46] Dimulai sejak tahun 1872, dengan berdirinya Kweekschool voor Inlandsche Onderwijzers (sekolah guru untuk guru-guru bumiputra) atau dikenal juga dengan nama sekolah radja, yang selanjutnya berkembang menjadi volksschool atau sekolah rakyat. Kemudian pada tahun 1912 muncul Hollandsch Inlandsche School (HIS), yang dilanjutkan dengan berdirinya Sekolah Pamong Opleiding School voor Inlandsch Ambtenaren (OSVIA) tahun 1918. Pada tahun 1926 juga telah berdiri MULO di Kota Bukittinggi.[47]
Pada masa awal kemerdekaan di kota ini pernah berdiri sekolah Polwan dan Kadet serta sekolah Pamong Praja yang pertama di Indonesia.[48] Fakultas Kedokteran Universitas Andalas dan FKIP Universitas Andalas (sekarang Universitas Negeri Padang) juga pertama kali didirikan di kota ini sebelum dipindahkan ke Kota Padang.[49]
Kota Bukittinggi telah memiliki pelayanan kesehatan yang baik, kota dengan luas relatif kecil ini telah memiliki 5 rumah sakit, yaitu 3 milik pemerintah dan 2 milik swasta. Selain itu, juga didukung oleh 5 puskesmas, 6 puskesmas keliling, dan 15 puskesmas pembantu. Salah satu yang utama adalah Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad Mochtar, merupakan rumah sakit umum milik pemerintah bertipe B dengan jumlah tempat tidur sebanyak 299.[53]
Rumah Sakit Stroke Nasional yang terdapat di kota ini, merupakan rumah sakit milik pemerintah dengan pelayanan khusus penyakit stroke, dan memiliki jumlah tempat tidur sebanyak 124 buah.[54][55] Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus pengobatan stroke pertama di Indonesia dan ketiga di dunia.[49] Selain itu terdapat juga Rumah Sakit Islam Ibnu Sina, sebuah rumah sakit swasta yang telah memiliki kapasitas tempat tidur sebanyak 136 buah.[53]
Sementara itu untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas tenaga kesehatan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, sampai tahun 2009 terdapat delapan institusi pendidikan tenaga kesehatan di Kota Bukittinggi. Dua institusi milik pemerintah (Poltekes) dan enam dikelola oleh pihak swasta.[53]
Perhubungan
Kota Bukittinggi berada pada posisi strategis Jalur Lintas Sumatra, yang menghubungkan Padang, Medan, dan Palembang, serta berada di antara Padang dan Pekanbaru. Terminal Aur Kuning merupakan terminal utama untuk angkutan transportasi darat di kota ini. Sementara untuk transportasi dalam kota, tersedia angkutan kota, taksi, dan bendi (kereta kuda). Berdasarkan catatan Dinas Pekerjaan Umum, seluruh jalan di kota ini panjangnya mencapai 196 km, termasuk jalan negara dan jalan provinsi.
Sebelumnya kota ini dilalui oleh jalur kereta api yang menghubungkan Payakumbuh dan Padang yang dibangun sekitar awal abad ke-20. Namun pada dekade 1970-an, sarana transportasi ini tidak diaktifkan lagi. Kota ini juga telah memiliki sarana transportasi udara non-kelas yang bernama Bandar Udara Gadut.[56]
Ekonomi
Perkembangan pasar Loih Galuang yang sekarang disebut juga Pasar Ateh, membuat pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1900 mengembangkan sebuah loods ke arah timur, tepatnya pada kawasan pinggang bukit yang berdekatan dengan selokan yang mengalir di kaki bukit. Karena lokasi pasar tersebut berada di kemiringan, masyarakat setempat menyebutnya dengan nama Pasar Teleng (Miring) atau Pasar Lereng. Perkembangan berikutnya di sekitar kawasan tersebut muncul lagi beberapa pasar, di antaranya Pasar Bawah dan Pasar Banto. Pasar-pasar tradisional di sekitar kawasan Jam Gadang ini, kemudian berkembang menjadi tempat penjualan hasil kerajinan tangan dan cendera mata khas Minangkabau. Dalam penataan pasar, pemerintah Hindia Belanda juga menghubungkan setiap pasar tersebut dengan janjang (anak tangga), dan di antara anak tangga yang terkenal adalah Janjang 40.
Untuk mengurangi penumpukan pada satu kawasan, pemerintah Bukittinggi kemudian mengembangkan kawasan perkotaan ke arah timur dengan membangun Pasar Aur Kuning, yang saat ini merupakan salah satu pusat perdagangan grosir terbesar di Pulau Sumatra. Disebabkan luas wilayah yang kecil, sektor perdagangan merupakan salah satu pilihan bagi pemerintah Bukittinggi dalam meningkatkan pendapatan penduduknya.
Selain itu pemerintah Bukittinggi juga menelurkan beberapa program dalam mengentaskan kemiskinan, di antaranya pelatihan keterampilan membordir dan pelatihan pembuatan kebaya, serta penumbuhan wirausaha baru.[57] Bordir asli Bukittinggi biasanya menggunakan teknik krancang langsung yang tergolong rumit dan memakan waktu. Ini berbeda dengan barang hasil serupa buatan Tasikmalaya, Jawa Barat yang menggunakan teknik krancang solder.[58]
Pariwisata
Industri pariwisata merupakan salah satu sektor andalan Kota Bukittinggi. Banyaknya objek wisata yang menarik, menjadikan kota ini dijuluki sebagai "kota wisata". Pada tahun 2012, jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi kota ini mencapai 26.629 orang.[59] Saat ini di Bukittinggi terdapat sekitar 60 hotel dan 15 biro perjalanan.[60] Hotel-hotel yang terdapat di Bukittinggi antara lain The Hills, Hotel Pusako, dan Grand Rocky Hotel.
Ngarai Sianok merupakan salah satu objek wisata utama. Taman Panorama yang terletak di dalam kota Bukittinggi memungkinkan wisatawan untuk melihat keindahan pemandangan Ngarai Sianok. Di dalam Taman Panorama juga terdapat gua bekas persembunyian tentara Jepang sewaktu Perang Dunia II yang disebut dengan Lubang Japang. Untuk mengunjungi nagari Koto Gadang di bawah ngarai, wisatawan bisa melalui Janjang Koto Gadang. Jenjang yang memiliki panjang sekitar 1 km ini, memiliki desain seperti Tembok Besar Tiongkok.[61]
Di Taman Bundo Kanduang terdapat replika Rumah Gadang yang berfungsi sebagai museum kebudayaan Minangkabau. Kebun Binatang Bukittinggi dan Benteng Fort de Kock, dihubungkan oleh jembatan penyeberangan yang disebut Jembatan Limpapeh. Jembatan penyeberangan Limpapeh berada di atas Jalan A. Yani yang merupakan jalan utama di Kota Bukittinggi.
Pasar Ateh (Pasar Atas) berada berdekatan dengan Jam Gadang yang merupakan pusat keramaian kota. Di Pasar Ateh terdapat banyak penjual kerajinan tangan dan bordir,[62] serta makanan kecil oleh-oleh khas Sumatera Barat, seperti keripik sanjai (keripik singkong ala daerah Sanjai di Bukittinggi) yang terbuat dari singkong, karupuak jangek yang dibuat dari bahan kulit sapi atau kerbau, dan karak kaliang, sejenis makanan kecil khas Bukittinggi yang berbentuk seperti angka 8.
Olahraga
Masyarakat Bukittinggi sangat menyukai olahraga berkuda, dan setiap tahunnya kota ini mengadakan lomba pacuan kuda di Bukit Ambacang, yang sudah diselenggarakan sejak tahun 1889.[11] Perlombaan pacuan kuda ini merupakan rangkaian perlombaan pacuan kuda yang diadakan di beberapa kawasan lain di Sumatera Barat. Dengan adanya perlombaan ini, mendorong para peternak kuda untuk tetap bertahan dan memanfaatkan tradisi ini sebagai sumber mata pencarian.[63]
Pers dan Media
Sekitar tahun 1924 di kota ini diterbitkan surat kabar Periodik yang dipimpin oleh S. Moesjafir, kemudian disusul penerbitan surat kabar mingguan Doenia Achirat oleh Sain al Malik dan Soetan Perpatih, namun surat kabar ini tidak berumur panjang. Selain itu beberapa tokoh pers wanita di kota ini seperti Djanewar Djalil dan Sjamsidar Jahja juga menerbitkan surat kabar Soeara Poetri yang mengetengahkan beberapa isu emansipasi wanita.[64]
Pada masa pendudukan Jepang, di kota ini pernah didirikan pemancar radio terbesar untuk Pulau Sumatra. Pemancar ini dalam rangka mengibarkan semangat rakyat untuk menunjang kepentingan Perang Asia Timur Raya versi Jepang.[65]
Di kota ini terdapat beberapa stasiun pemancar radio sebagai sarana informasi dan hiburan masyarakat, antara lain: RRI Bukittinggi, Elsi FM,[66] SK FM,[67] dan GRC FM.[68]
Kota Saudara
Kota lain yang menjadi Sister City dari kota Bukittinggi adalah:
^Hasan, Teuku Moehammad (1991). Meester Teuku Moehammad Hasan memoir gubenur Sumatra dari Aceh ke pemersatu bangsa. Papas Sinar Sinanti. ISBN 979-9314-00-3.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^Azizah Etek, Mursyid A. M., Arfan B. R., (2008), Kelah sang demang Jahja Datoek Kajo: pidato otokritik di Volkstraad, 1927-1939, PT LKiS Pelangi Aksara, ISBN 978-979-1283-58-8.
^Bangun, M. Tinjauan ekonomi-sosial & pembangunan sepanjang Sumatra dan Kalimantan Barat,. Yayasan Pola Pembangunan Indonesia.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^Marthias Dusky Pandoe, Julius Pour, (2010), Jernih melihat cermat mencatat: antologi karya jurnalistik wartawan senior Kompas, Penerbit Buku Kompas.
Baca informasi lainnya yang berhubungan dengan : Kota Bukittinggi
Kota Kota Jambi Kota Tanjungpinang Kota Semarang Kota Sukabumi Kota Gorontalo Kota Bengkulu Kota Padangsidimpuan Kota Metro Kota istimewa (Jepang) Kota Sorong Kota Jayapura Kota Yogyakarta Kota Magelang Kota Palu Kota Tasikmalaya Kota Mataram Kota Solok Kota Banjar Kota Lubuklinggau Kota kecil (Jepang) Kota Pematangsiantar Kota Parepare Kota Blitar Kota Madiun Kota Bukittinggi Daftar kota di Tiongkok Kota Pasuruan Kota Mojokerto Ibu kota Indonesia Kota Melaka Kota Serang Kota hantu Kota Ambon Kota Probolinggo Kota Tanjungbalai Kota Sawahlunto Kota Bekasi Luksemburg (kota) Kota Makassar Kota Ci…
rebon Kota Malang Kota Bogor Dumai Kota, Dumai Kota, Dumai Kota Baubau Purwokerto (kota) Kota Brussel Kota Tangerang Kota Pekalongan Kota Tinggi, Pekanbaru Kota, Pekanbaru Kota Metropolitan Ibu Kota Roma Kota Gunungsitoli Kota Kediri Distrik kota (Jepang) Daftar kota di Indonesia Pemerintah Kota Sawahlunto Kota cerdas Kerkyra (kota) Daftar kota-kota di Belgia Kota Banjarbaru Rodos (kota) Kota federal di Rusia Halte Transjakarta Kota Pemerintah Kota Padang Daftar Wali Kota Kupang Kota Palopo Kota Nakhchivan Kota Pangkalpinang Langsa Kota, Langsa Wali Kota Cimahi Tanjung Pinang Kota, Tanjung Pinang Kota, Tanjung Pinang Kota Quezon Kota Palangka Raya Kota Bandung Nusantara (kota terencana) Kota Bharu Kota Salatiga Kota Kendari Kota Pagar Alam Bus perkotaan Ungaran (kota) Daftar Wali Kota Padang Kota Baru, Pekanbaru Kota, Pekanbaru Kota (Jepang) Daftar Wali Kota Jayapura Kota Pekanbaru Balai Kota Kota Kinabalu Kota Tidore Kepulauan Kota terpilih (Jepang) Kota kembar Kota inti (Jepang) Kota Sungai Penuh Kota Tegal Pemerintah Kota Depok Daftar Wali Kota Surabaya Kota Pontianak Kota Fenghuang Daftar Wali Kota Surakarta Daftar Wali Kota Depok Daftar Wali Kota Cirebon Kota administratif di