Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (disingkat LAPAN) adalah bekas lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) di Indonesia yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penelitian dan pengembangan kedirgantaraan dan pemanfaatannya serta penyelenggaraan keantariksaan. Sejak tahun 2021, LAPAN bersama dengan berbagai lembaga dan unit pemerintahan lain dileburkan ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Pada 31 Mei 1962, atas arahan Presiden Soekarno, Panitia Astronautika dibentuk oleh Perdana Menteri Juanda (selaku Ketua Dewan Penerbangan RI) dan R.J. Salatun (selaku Sekretaris Dewan Penerbangan RI). Untuk mendukung langkah tersebut, pada 22 September 1962 dibentuklah Proyek Roket Ilmiah dan Militer Awal (PRIMA) yang berafiliasi dengan AURI dan Institut Teknologi Bandung. Proyek PRIMA berhasil membuat dan meluncurkan dua roket seri Kartika I serta telemetrinya pada tahun 1964.
Pada 27 November 1963, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dibentuk dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 236 Tahun 1963 tentang LAPAN untuk melembagakan penyelenggaraan program-program pembangunan kedirgantaraan nasional. Dasar hukum pembentukan LAPAN telah beberapa kali berubah dan peraturan terakhir yang digunakan adalah Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2015 tentang Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.
Pada 28 April 2021, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2021, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ditetapkan sebagai lembaga yang berdiri sendiri dengan mengintegrasikan Kementerian Riset dan Teknologi dengan empat LPNK, yakni Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), serta Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), serta unit yang melaksanakan tugas dan fungsi riset di lingkungan kementerian atau lembaga pemerintah.[5] Dengan demikian, LAPAN menjadi salah satu unsur di dalam BRIN, tepatnya menjadi Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa.
Pada masa aktifnya, LAPAN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penelitian dan pengembangan kedirgantaraan dan pemanfaatannya serta penyelenggaraan keantariksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, LAPAN menyelenggarakan fungsi:[6]
Pada masa aktifnya, LAPAN terdiri atas:[6][7]
LAPAN memiliki beberapa fasilitas penting yang tersebar di seluruh Indonesia, untuk mendukung aktivitasnya.[8] Kantor pusat LAPAN terletak di Jl. Pemuda Persil no. 1, Rawamangun, Jakarta Timur. Beberapa fasilitas LAPAN lainnya yakni:
Teknologi yang saat ini sedang dikembangkan LAPAN meliputi roket pendorong 'Sonda', satelit, pesawat transpor, pesawat pengamat tak berawak (LAPAN Surveillance UAV), dan LAPAN Surveillance Aircraft (LSA).
Disebut sebagai RX (Roket eXperimental), dipersiapkan untuk peluncuran satelit secara mandiri pada tahun 2014 dan pengembangan Satelite Launch Vehicle (SLV) yang ditargetkan LAPAN dapat rampung pada tahun 2024.[12] Semua Roket RX diujicobakan di Pangkalan Ujicoba Roket Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat.
Proyek pengembangan satelit yang dilaksanakan oleh LAPAN dimulai sejak tahun 2000. Satelit yang dibuat oleh LAPAN digunakan untuk pengambilan citra bumi, mitigasi bencana, komunikasi radio, dan pengaturan lalu lintas laut.[15]
INASAT-1 merupakan satelit berbentuk Nano Hexagonal, yang dibuat dan didesain sendiri oleh Indonesia untuk pertama kalinya. INASAT-1 merupakan satelit metodologi penginderaan untuk memotret cuaca buatan LAPAN. Proyek ini dimulai pada tahun 2000 bekerjasama dengan Dirgantara Indonesia (PTDI). INASAT-1 sukses diluncurkan pada tahun 2006.
Proyek LAPAN-TUBSAT dilaksanakan LAPAN atas kerjasama dengan Universitas Teknik Berlin (TUB) untuk mempelajari basis pembuatan satelit dari Berlin. Pembuatan satelit ini juga dilakukan sepenuhnya di Jerman,[16] karena LAPAN belum memiliki peralatan yang memadai dan masih mempelajari cara pembuatan satelit. Dengan dimensi 45x45x27 cm³, misi satelit ini adalah pengamatan citra bumi dari ketinggian (Video Surveillance).[15] LAPAN-TUBSAT sukses diluncurkan pada tanggal 10 Januari 2007 menumpang roket India PSLV C7 dan ditempatkan pada orbit ketinggian 630 km.
Proyek LAPAN A-2 dilaksanakan sepenuhnya di Pusat Teknologi Satelit, Rancabungur, Bogor, Jawa Barat. Dengan dimensi 50x47x38 cm³ dan bobot 70 Kg, LAPAN A-2 diharapkan dapat berputar terhadap bumi setiap 20 menit dengan pola orbit geostationer di atas khatulistiwa dan memiliki radius deteksi lebih dari 100 Km.[17][18] Pada 5 November 2008, LAPAN sepakat untuk bekerjasama dengan Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI) dalam pemanfaatan satelit LAPAN A-2. Satelit ini akan dilengkapi dengan transponder UHF/VHF berfrekuensi 145.880 MHz dan 435.880 MHz serta digipeater APRS berfrekuensi 145.825 MHz.[19] Satelit ini sukses diluncurkan pada tanggal 28 September 2015 menggunakan roket India PSLV C30 dan dilepaskan di orbit ketinggian 650 km.[20]
Satelit LAPAN A-3 memiliki dimensi 50x50x70 cm³ dengan berat 120 Kg, akan dilengkapi dengan pemotret luar angkasa digital, Sistem Identifikasi Otomatis (AIS) untuk lalu lintas perairan, peralatan radio amatir dan repeater, serta pemotret citra permukaan bumi (multispectral imager) dengan resolusi tinggi dan pengiriman data berkecepatan 105 Mbps.[21] LAPAN turut bekerjasama dengan IPB dalam pemanfaatan multispectral imager untuk kepentingan program pangan nasional. Satelit ini sukses diluncurkan pada tanggal 22 Juni 2016 menggunakan roket India PSLV C34.
Pengembangan pesawat transportasi yang dilakukan di PT Dirgantara Indonesia bekerjasama dengan LAPAN antara lain pada pesawat N-219, N-245, dan N-270.[12]
LSU merupakan pesawat tanpa awak yang berkemampuan mengangkut beban 10 Kg, dilaksanakan sebagai tahap awal realisasi pesawat tanpa awak untuk keperluan Airborne Remote Sensing. LSU digunakan untuk keperluan mitigasi bencana, monitoring wilayah rawan bencana, serta pengambilan data satelit.[12] Tipe LSU yang saat ini beroperasi adalah tipe LSU-02 dan LSU-03.[22]
LSA merupakan hasil kerjasama antara LAPAN dengan PTDI dengan bantuan teknis dari Universitas Teknik Berlin (TUB) pada tahun 2012. LSA merupakan sebuah armada pesawat pengamat yang dapat diisi oleh 2 orang. Tipe awal, LSA-01, sedang dirancang dan diujicobakan di Jerman. LSA-01 merupakan pesawat yang dapat mendarat di darat maupun di perairan.[22]
LAPAN melakukan kegiatan penginderaan jauh dengan menggunakan sinyal yang dipancarkan dari satelit-satelit yang beredar (Satelit LAPAN-TUBSAT, Landsat, NOAA, MODIS, SPOT, dan Fengyun) kemudian ditangkap oleh stasiun-stasiun bumi penerima data inderaja. Kegiatan inderaja dilakukan untuk berbagai hal, seperti mitigasi bencana, perhitungan tingkat polusi udara, pemantauan wilayah hutan, pemantauan lahan pertanian dan pangan, informasi zona tangkapan ikan di laut, serta pemantauan titik api secara near real time.[12] Data yang telah diterima oleh LAPAN dikumpulkan ke dalam sebuah Bank Data Penginderaan Jauh Nasional Diarsipkan 2013-04-11 di Wayback Machine. yang dapat diakses secara luas melalui internet.
LAPAN melalui Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer melakukan aktivitas yang berhubungan dengan pemantauan atmosfer bumi.[23] Aktivitas tersebut yakni:
Pusat Sains Antariksa melakukan kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas luar angkasa.[24] Aktivitas tersebut yakni:
|title=