Dinding Gua Kizil bergambar Buddha berdiri.Sering dikaitkan pada abad ke-7 M,[1] tetapi berdasarkan penanggalan karbon, gambar itu dibuat pada tahun 245-340 M.[2] Prasasti Tokharia B tertulis: Se pañäkte saṅketavattse ṣarsa papaiykau "Buddha ini dilukis oleh tangan Sanketava".[3][4][5][6]
Aksara Tokharia,[7] juga dikenal sebagai Aksara Gupta miring Asia Tengah atau Aksara Brāhmī Turkestan Utara,[8] adalah aksara berjenis abugida yang menggunakan sistem tanda diakritik untuk mengasosiasikan vokal dengan simbol konsonan. Aksara ini diturunkan dari aksara Brahmi. Aksara ini digunakan untuk menulis bahasa Tokharia, bahasa Indo-Eropa yang pernah dituturkan di Asia Tengah, pada abad ke-8 Masehi (dengan beberapa yang lebih awal, mungkin pada awal 300 M)[9] yang ditulis pada daun lontar, tablet kayu, dan kertas Tiongkok Kuno, yang terawetkan oleh iklim yang sangat kering di Cekungan Tarim. Contoh bahasa ini telah ditemukan di situs-situs arkeologi di Kucha dan Karasahr, termasuk banyak prasasti mural. Nama ini sebenarnya keliru dalam mengidentifikasi penutur bahasa dan aksara ini dengan bangsa-bangsa di Tokharistan (yaitu Baktria), penulis awal menyebut bahasa ini dengan nama "Tokharia". Penamaan ini terlanjur menjadi umum, meskipun nama Agnea dan Kuchea telah diusulkan sebagai nama pengganti.[10][11]
Bahasa Tokharia A dan B tidak saling dipahami. Berdasarkan interpretasi tentatif twqry yang terkait dengan Tokharoi, hanya Tokharian A yang dapat disebut sebagai Tokharia, sedangkan Tokharia B seharusnya disebut sebagai Kuchea (nama aslinya mungkin kuśiññe), tetapi karena kedua tata bahasa itu biasanya diperlakukan bersama dalam karya ilmiah, istilah A dan B telah terbukti bermanfaat. Bahasa Proto-Tokharia merupakan bahasa leluhur yang membentuk bahasa Tokharia, mungkin dituturkan pada milenium pertama SM. Mengingat jangkauan geografis yang kecil dan kurangnya naskah non-agamis pada bahasa Tokharia A, mungkin dipakai sebagai bahasa liturgis, hubungan antara keduanya dapat dibandingkan dengan bahasa Tionghoa Klasik dan bahasa Mandarin. Namun, kurangnya naskah non-agamis pada bahasa Tokharia A sama sekali tidak pasti, karena pelestarian teks-teks Tokharia umumnya ditemukan secara terpisah-pisah.
Aksara yang ditulis oleh bangsa Tokharia berasal dari aksara Brahmi (berjenis abugida) dan dikenal sebagai aksara Brahmi miring. Segera menjadi jelas bahwa sebagian besar manuskrip adalah terjemahan dari karya-karya Buddha dalam bahasa Sanskerta dan beberapa di antaranya bahkan dwibahasa, memfasilitasi penguraian bahasa baru. Selain teks-teks agama Buddha dan Maniisme, ada juga korespondensi dan catatan biara, naskah perdagangan, izin karavan, dan teks obat-obatan dan sihir, serta satu puisi cinta. Banyak bangsa Tokharia memeluk sinkretisme Maniisme dan Buddha.
Aksara Tokharia mungkin tidak dipakai lagi sejak tahun 840 M, ketika suku Uighur diusir dari Mongolia oleh bangsa Kirgiz, mundur ke Cekungan Tarim. Teori ini didukung oleh penemuan terjemahan teks Tocharian ke dalam bahasa Uyghur. Selama pemerintahan Uyghur, orang-orang bercampur dengan Uyghur untuk menghasilkan banyak populasi modern yang sekarang disebut Xinjiang.
Huruf
Aksara Tokharia didasarkan pada aksara Brahmi, dengan masing-masing konsonan memiliki vokal bawaan, yang dapat diubah dengan menambahkan tanda vokal atau dihilangkan dengan tanda pembatalan khusus, wirama. Seperti Brahmi, Tokharia menggunakan susun untuk konsonan konsonan dan memiliki bentuk konjungsi tidak beraturan dari huruf , ra.[15] Tidak seperti aksara Brahmi lainnya, Tokharia memiliki set karakter kedua yang disebut sebagai Fremdzeichen, yang menggandakan beberapa konsonan standar, tetapi dengan vokal "Ä" yang melekat.[16] Kesebelas Fremdzeichen paling sering ditemukan sebagai pengganti konsonan+virama standar dalam konjungsi, tetapi mereka dapat ditemukan dalam konteks apa pun selain dengan tanda vokal "Ä" yang eksplisit. Fremdzeichen sebagai konsonan+wirama tidak ditemukan dalam teks Tokharia selanjutnya.
Tabel huruf Tokharia
Vokal Tokharia
Vokal independen
A
Ā
I
Ī
U
Ū
R̥
R̥̄
E
Ai
O
Au
Ä
Vokal diakritik (di sini diterapkan pada sebagai contoh)
Naskah dalam bahasa Sanskerta, ditulis dalam aksara Brahmi Pertengahan gaya Kushan, memakai metode penanggalan karbon, sehingga naskah itu berasal dari abad ke-2 M, telah ditemukan di Cekungan Tarimdan khususnya di Kizil. Beberapa fragmen, sangat mungkin manuskrip Sanskerta tertua dari jenis apa pun yang terkait dengan agama Buddha dan Hindu yang ditemukan sejauh ini, ditemukan pada tahun 1906 dalam bentuk tumpukan lebih dari 1.000 fragmen daun palem di Gua Kizil, selama ekspedisi Turfan ketiga yang dipimpin oleh Albert Grünwedel. Usia manuskrip yang dikalibrasi dengan teknik Carbon-14 adalah 130 M (80–230 M), sesuai dengan aturan raja Kushan bernama Kanishka.