Kelabit adalah sub-suku Dayak dari dataran tinggi Sarawak, Malaysia sebelum berhijrah ke Kalimantan Utara, Pulau Kalimantan dengan sejumlah kecil di negara tetangganya Brunei. Mereka memiliki hubungan dekat dengan Lun Bawang. Ketinggian disana mencapai lebih dari 1,200 meter. Pada masa lampau, karena ada beberapa jalan (terutama jalan-jalan penebangan yang tidak terlalu dekat dengan Dataran Tinggi Bario) dan kawasan tersebut sebagian besar kurang terakses oleh sungai karena deras, dataran tinggi tersebut dan suku Kelabit relatif tak tersentuf oleh pengaruh barat modern. Namun, sekarang terdapat sebuah rute jalan permanen yang dapat dilalui dari Miri menuju Bario. Jalan tersebut ditandai namun tanpa pemandu lokal karena membutuhkan lebih dari 11 jam mengemudi untuk mencapai Bario dari Miri melalui beberapa jalur penebangan dan perlintasan sungai.
Dengan populasi sekitar 6,600 orang (2013), Kelabit menjadi salah satu kelompok etnis terkecil di Sarawak. Beberapa bermigrasi ke kawasan perkotaan sepanjang 20 tahun terakhir dan diperkirakan hanya ada 1,200 orang yang masih bertahan di kampung halaman mereka. Disana, komunitas tersebut tinggal di rumah-rumah panjang dan mempraktikkan bentuk pertanian lama dari generasi ke generasi. Mereka menanam padi, jagung, sagu, nanas, labu, timun, kacang-kacangan dan buah-buahan. Berburu dan memancing juga dipraktikan. Kerbau domestik dihargai tinggi, tujuh diantaranya biasanya dijadikan upeti untuk tunangan kelas atas.
Pada Perang Dunia Kedua, suku Kelabih, seperti halnya penduduk asli Kalimantan lainnya, bekerja sama dengan Sekutu dalam melawan Jepang. Akademisi Inggris Tom Harrisson memimpin operasi Semut I (salah satu dari empat operasi Semut di kawasan tersebut), yang diterjunkan ke tengah mereka pada 1945 untuk mengadakan kontak; mereka menyuplai senjata-senjata dari militer Australia dan memainkan peran penting dalam pembebasan Kalimantan.[3]
Setelah Perang Dunia Kedua, suku Kelabit didatangi para misionaris Kristen dari Sidang InjiliBorneo. Suku Kelabit sekarang umumnya adalah Kristen. Sebelum pindah agama, mereka memiliki kebiasaan mendirikan megalitikum dan menggali parit untuk menghormati orang-orang terkenal.