Lukas 22:43-44 (sering disebut dalam bahasa Inggris: Christ's agony at Gethsemane; "Penderitaan Kristus di Getsemani") adalah suatu nas dalam Injil Lukaspasal 22, yang menggambarkan ketakutan Yesus sebelum menghadapi kesengsaraan-Nya yang segera akan dijalani beberapa saat kemudian. Rasa takut ini menyebabkan Yesus mengalami kondisi hematidrosis atau "keringat darah".
Dua ayat ini mencatat pergumulan Yesus di taman Getsemani yang terletak di lereng bukit Zaitun. Di sini tergambarkan rasa ketakutan Yesus sebelum menghadapi penangkapan dan kesengsaraan-Nya yang segera akan dijalani beberapa saat kemudian. Rasa takut ini menyebabkan Yesus mengalami kondisi hematidrosis atau "keringat darah". Setelah berdoa, Yesus mendapat kekuatan dari seorang malaikat. Keadaan Yesus yang lemah dan ketakutan menghadapi tugas berat ini ada yang membandingkan dengan keadaan Musa (dicatat dalam Keluaran 3) yang mengeluh kepada Tuhan sebelum pergi menghadapi Firaun di Mesir.[1]
Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan.[2]
Raymond E. Brown mencatat bahwa Aristoteles pernah menyebutkan gejala "keringat darah" akibat perasaan cemas,[3] hal yang juga dipastikan oleh tokoh kuno seperti Filo[4] dan Irenaeus,[5] serta didukung oleh para sarjana lebih modern lainnya.[6]
Kontroversi
Ada sejumlah naskah kuno yang tidak memuatnya, sehingga ada pakar yang menggugat keasliannya sejak pertengahan abad ke-19.
Naskah dari Famili 13 (f13) meletakkan ayat-ayat ini setelah Matius 26:39. Sejumlah leksionari juga menempatkan Lukas 22:43-45a setelah Matius 26:39.
Lacuna (=berlubang atau tersobek hilang)
Codex Ephraemi Rescriptus (22:19-23:25 hilang) dan Minuscule 33 (Lukas 21:38-23:26 hilang) tidak memuat nas ini karena termasuk bagian yang merupakan "lacunose" (hilang/rusak).
Bapa gereja
Mengutip ayat
Ireneus (180 M) menggunakannya sebagai argumen melawan kelompok Docetae.
Hilarius dari Poitiers (~300–368): "(...) janganlah golongan heretik menghibur diri dengan mengatakan di sinilah terletak bukti kelemahan-Nya, bahwa Ia membutuhkan bantuan dan penghiburan dari seorang malaikat. Biarlah mereka ingat bahwa Pencipta para malaikat tidak membutuhkan bantuan ciptaan-Nya." (De Trinitate, Book 10, para. 41).
Theodore dari Mopsuestia menulis: "Ketika Tuhan kita dalam pemikiran dan ketakutan yang mendalam menjelang masa sengsara-Nya, Lukas yang diberkati mengatakan bahwa 'seorang malaikat muncul kepada-Nya menguatkan dan menghibur-Nya,'"(Comm. on Lord's Prayer, Baptism and Eucharist; Bab 5)
UBS4 menandai varian ini dengan tanda kurung siku ganda dan huruf evaluasi C.
Perseorangan
Thomas Hartwell Horne (1856): "alasan penghilangan ayat-ayat ini pada sejumlah naskah dan penandaan sebagai meragukan pada naskah-naskah lain, oleh sejumlah orang dianggap karena nas ini ditolak oleh sejumlah orang yang lebih segan, supaya tidak dianggap condong menjadi pengikut Arian: kemungkinannya nas ini dihilangkan dalam Lukas karena dibacakan di awal pengajaran yang memuat Matius 26."[8]
Dean Burgon (1883) mengatakan bahwa "Kedua ayat ini dipotong karena kesalehan yang keliru dari orang-orang ortodoks tertentu, kecemburuan akan kehormatan TUHAN mereka, dan kekuatiran penggunaan bebas oleh para pencela Allah mereka." Ia juga mengutip Efraem, yang "menempatkan... ke dalam mulut Setan, menyambut penghuni Neraka" suatu pernyataan kegembiraan atas penderitaan Tuhan.[9]
Joel B. Green dan Scott McKnight (1992) menulis dalam The Dictionary of Jesus and the Gospels, "Namun, yang lain mengamati karakter Lukas yang impresif dari ayat-ayat ini, yang berbicara mengenai keasliannya dalam Injil Ketiga. Sebagai tambahan dari (1) inklusi kosakata khas Lukas (Green 1988, 56–57), orang dapat mengamati (2) penekanan Lukas pada pemunculan seorang malaikat (misalnya, 1:11, 26; 2:13, 15; Acts 5:19; 7:30; 8:26; 10:3; 12:7), (3) minat Lukas pada kiasan (“keringatnya seperti tetesan darah,” ayat 44; bandingkan misalnya, 3:22; 10:18; 11:44; 22:31) dan (4) kesukaan Lukas akan manifestasi fisik (seperti keringat) mengiringi peristiwa extramundane (misalnya, 1:20; 3:22; Kisah Para Rasul 2:2–3; 9:18). Data-data ini, bersama dengan fakta bahwa kehadiran ayat-ayat ini merupakan satu bagian dari penafsiran Lukas pada adegan ini secara keseluruhan, jelas menunjukkan keaslian ayat 22:43–44.
Lebih lagi, tidaklah sulit untuk membayangkan rasional dari penghilangan awal ayat-ayat ini dalam tradisi naskah. Penggambaran Yesus yang termuat—manusiawi, bergumul, berkebutuhan, memerlukan dukungan malaikat— tentunya menjadi masalah bagi sejumlah orang (bandingkan Gos. Nic. 20; Green 1988, 56). Maka, ayat-ayat ini dapat saja dihilangkan karena alasan doktrinal. Jadi ada alasan bagus untuk meyakini bahwa ayat-ayat ini asli dalam Lukas." [12]
Kurt Aland (1995): "Ayat-ayat ini menunjukkan jejak konklusif mengenai hakikat sekundernya (seperti Pericope Adulterae) ketika disisipkan pada lokasi alternatif. Sementara mayoritas naskah (yang dikenal saat ini) menempatkannya pada Lukas 22:43-44, ayat-ayat ini dijumpai setelah Matius 26:39 dalam minuscule famili 13 dan beberapa leksionari. Fluktuasi semacam ini dalam naskah Perjanjian Baru merupakan salah satu bukti paling pasti mengenai karakter sekunder suatu teks."[13]
Bruce M. Metzger (2005): "Ayat-ayat ini absen dari sejumlah naskah tertua dan terbaik, termasuk mayoritas naskah Aleksandria. Sangat mengejutkan untuk mencatat bahwa saksi-saksi paling awal yang memastikan ayat-ayat ini adalah tiga Bapa Gereja – Yustinus, Irenaeus, dan Hippolytus – masing-masing menggunakan ayat-ayat ini untuk melawan pandangan Kristologi yang menganggap Yesus bukan sepenuhnya manusia yang mengalami rentang penuh penderitaan manusia. Bisa jadi ayat-ayat itu ditambahkan karena alasan ini saja, bertentangan dengan mereka yang menganut Kristologi doketis".[14]
^Antara lain: H. Grotius (abad ke-17), Annotationes in Novum Testamentum (vol. 1; Erlangae in Ptochotrophio et Lipsiae: Apud Ioannem Carolum Tetzschnerum, 1755) 910.
^C. R. Gregory, Textkritik des Neuen Testaments, (Leipzig, 1900), vol. 1, p. 95.
^S. P. Tregelles, An Introduction to the Critical Study and Knowledge of the Holy Scriptures (London 1856),Vol 4 p. 451.
^Bruce M. Metzger, The Text of the New Testament: Its Transmission, Corruption, and Restoration (Oxford University Press: 2005), p. 286.
Pustaka tambahan
Scrivener, Frederick Henry Ambrose; Edward Miller (1894). A Plain Introduction to the Criticism of the New Testament. 2 (edisi ke-4). London: George Bell & Sons. hlm. 353–356.