Untuk mendukung distribusi hasil bumi di lintas Surabaya–Solo, diperlukan sistem transportasi terpadu, terutama pada sektor kereta api.
Pada tahun 1873, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan konsesi izin pembangunan jalur kereta api rute Surabaya–Solo dan Madiun–Ponorogo. Pembangunannya dirintis oleh Staatsspoorwegen (SS), perusahaan kereta api milik pemerintah Hindia Belanda.[1] Rancangan untuk jalur kereta api Sidoarjo–Solo dibuat oleh rekayasawan Belanda bernama Maarschalk dan disampaikan oleh Pemerintah Hindia Belanda kepada kementerian setidaknya pada 1877. Usulan tersebut kemudian mulai didiskusikan pada 14 Mei 1878 dan persetujuannya diundangkan dalam Staatsblad Nomor 93 yang terbit pada 6 Juli 1878.[2]:36
Pembangunan jalur kereta api dimulai dari Sidoarjo–Tarik menuju Mojokerto yang selesai pada 16 Oktober 1880. Selanjutnya, jalur diperpanjang lagi menuju Stasiun Sembung pada tanggal 27 Februari 1881. Jalur ini sampai di Stasiun Kertosono pada tanggal 25 Juni 1881.
Pada awalnya, kereta api berangkat dari Surabaya menuju Solo melewati Stasiun Sidoarjo. Seiring berkembangnya jalur-jalur kereta api di Jawa, SS kemudian menambah lagi jalur ruas baru, yakni jalur pintas Tarik–Wonokromo sepanjang 30 kilometer. Rencana pembangunan jalur ini sempat mendapatkan pertentangan dari Oost-Java Stoomtram Maatschappij (OJSM) karena dinilai mengganggu bisnis mereka. Pertentangan dari OJSM tersebut disampaikan kepada pemerintah pada 29 November 1892.[2]:58
Pada akhirnya, Staatspoorwegen mendapat persetujuan untuk membangun jalur kereta api Tarik–Wonokromo melalui Dekrit Pemerintah Nomor 31 yang diterbitkan pada 12 Oktober 1893 tentang Rencana Umum Perkeretaapian di Pulau Jawa,[2]:52 diperkuat dengan sebuah peraturan yang terbit pada 20 Juli 1895.[2]:58 Segmen Tarik–Sepanjang selesai pada tanggal 1 Juli 1897. Pada 1 Desember 1898, jalur ini terhubung ke Wonokromo setelah selesainya segmen Sepanjang–Wonokromo.[3]
Penggandaan
Pada zaman Hindia Belanda, jalur ini pernah dibuatkan jalur ganda pada segmen Wonokromo–Tarik pada tahun 1920-an. Laporan tahunan SS tahun 1922 sudah mencatatkan informasi mengenai jalur ganda ini. Namun, jalur ganda tersebut dibongkar pada 1940-an oleh pekerja romusa dan ruas tersebut dikembalikan menjadi jalur tunggal.[4][5]
Jalur ganda ruas Kertosono–Wonokromo dibangun karena memiliki arus lalu lintas yang cukup tinggi.[6] Pembangunan jalur ganda ini sudah direncanakan pada Tahap II dan Tahap III Rencana Induk Perkeretaapian Nasional yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perkeretaapian pada tahun 2018.[7] Pada 30 Oktober 2019, jalur ganda sudah tersambung dari Stasiun Kertosono hingga Stasiun Jombang, kemudian dilanjutkan hingga Stasiun Mojokerto pada 26 Oktober 2020.[8] Pembangunan jalur ganda di petak Stasiun Mojokerto serta Stasiun Tarik maupun penggandaan ulang jalur antara Stasiun Tarik dan Stasiun Sepanjang mulai dilakukan pada Agustus 2021.[9] Pada tanggal 1 Desember 2023, jalur ganda segmen Mojokerto–Sepanjang sudah resmi dioperasikan.[10]
^Staatsspoorwegen (1921–1932). Verslag der Staatsspoor-en-Tramwegen in Nederlandsch-Indië 1921-1932. Batavia: Burgerlijke Openbare Werken.Pemeliharaan CS1: Format tanggal (link)
^Subdirektorat Jalan Rel dan Jembatan (2004). Buku Jarak Antarstasiun dan Perhentian. Bandung: PT Kereta Api (Persero).Parameter |link= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Perusahaan Umum Kereta Api (1992). Ikhtisar Lintas Jawa.