Habib Burquibah terlahir di kota pesisir Monastir. Ia belajar hukum di Universitas Paris. Ia menjadi anggota Partai Destour (Konstitusi) yang netral pada 1921. Ia menginginkan aksi politik yang lebih tegas, sehingga membentuk Partai Neo-Destour pada 1934 untuk 'kemerdekaan Tunisia.' Partai ini dilarang pemerintah kolonial Prancis karena memimpin perlawanan rakyat terutama buruh untuk mogok dan unjuk rasa. Karena kegiatan politiknya, Bourguiba dipenjara di Prancis (1934-1936 dan 1938-1943), namun melarikan diri ke Timur Tengah (1945-1949) dan berkeliling dunia (1951) untuk memperjuangkan 'kemerdekaan' Tunisia. Pada Februari 1952 ia dan pemimpin Neo-Destour lainnya ditangkap sehingga menimbulkan unjuk rasa dan kerusuhan di seluruh pelosok Tunisia. Pada 27 Februari1956, ia memimpin delegasi Tunisia untuk perundingan kemerdekaan di Paris, dan sebulan kemudian Prancis secara resmi mengakui 'kemerdekaan' Tunisia.
Habib Burquibah menikah dengan wanita Prancis bernama Mathilde le Fras (Mathilde Lorrain), dan memiliki seorang putra bernama Habib Bourguiba Jr. Pasangan ini cerai pada 1961. Bourguiba lalu menikah dengan Wassila ben Amar yang berakhir dengan perceraian pada 1986.
Akibat dipengaruhi oleh pemikiran bebas, Habib Bourguiba selalu mengkritikIslam. Secara eksplisit ia menentang pemahaman dan ketentuan syariat. Ketentuan syariat yang sudah jelas dilarang dan dihina. Saat berpidato di depan mahasiswa jurnalistik mengenai sejarah perjuangan Muhammad, secara vulgar ia menyerang ajaran Islam. Ia menyatakan Al-Qur'an mengandung sekian kekeliruan yang tak bisa lagi diterima akal rasional. Muhammad dianggapnya sebagai manusia yang kebanyakan mengembara dan mendengar hikayat, dongeng, dan legenda murahan saat itu. Iapun menyatakan, secara sengaja ke dalam Al-Qur'an ditambahkan kisah Musa. Tambahan pula, menurutnya umat terlalu mendewa-dewakan Muhammad dengan berulang-ulang mengiringi sebutan Muhammad.
Sejak ia menerima tampuk kekuasaan, ia menyusun makar untuk menghancurkan Islam berikut institusi pengusung, nilai, ulama dan aktivisnya. Ia menutup Universitas az-Zaytunah, universitas tertua di Afrika, padahal universitas ini menjadi pusat pendidikan Islam di Afrika dan Eropa meski saat Prancis menjajah Tunisia.
Salah satu tujuan makar Habib Bourguiba ialah membaratkan Tunisia, sehingga bahasa Arab diganti bahasa Prancis sebagai bahasa pergaulan masyarakat maupun bangsawan. Mahkamah Syari’at diganti dengan Mahkamah Sipil yang peraturan Undang-Undangnya mengadopsi sepenuhnya UU Barat.
Dalam usahanya melemahkan institusi Islam, Bourguiba merencanakan UU yang bertujuan merampas harta wakaf di seluruh Tunisia, padahal harta wakaf merupakan 33% kekayaan Tunisia. Sekolah dan madrasah yang mengajarkan Al-Qur'an ditutup. UU lain dikeluarkan demi melegalkan praktik mesum selama disetujui kedua belah pihak.
Kampanye anti Islam mencapai puncaknya saat pada Maret 1974 Habib Bourguiba menyeru rakyatnya agar meninggalkan kewajiban berpuasa. Menurutnya syariat berpuasa dianggap sebagai batu penghalang pertumbuhan ekonomi.
Ia terpilih sebagai Presiden Seumur Hidup oleh parlemen Tunisia pada 1975. Program liberalisasi dimulai pada 1981 menyusul berhentinya PM konservatif Hédi Nouira.
Ribuan wanita Islam disingkirkan dari pegawai pemerintahan dan pusat pendidikan. Banyak yang dilarang berhijab dalam kehidupan umum seperti rumah sakit dan jalan raya. Meski dilarang UU dan dipersempit aparat keamanan, para pemakai jilbab di Tunisia tetap semakin banyak jumlahnya. Pemakaian jilbab di sana dilarang menurut UU No.108 tahun 1981. Isinya menegaskan bahwa jilbab ialah busana etnis/kelompok yang bukan kewajiban agama. Sehingga dalam UU itu ditulis larangan berjilbab di sekolah dan perguruan tinggi.
Akibatnya timbul hubungan yang tidak harmonis antara Presiden Habib Bourguiba dengan gerakan Islam. Hubungan ini karena Bourguiba dipengaruhi oleh pemikiran bebas. Misalnya saat ia mengambil inspirasi pengalaman dan warisan Revolusi Prancis tentang ‘persahabatan’ negara dan gereja dalam melaksanakan pemerintahan. Dengan berkedok agama, ia memberangus Islam yang diyakininya tidak sesuai pemahaman Islamnya. Padahal ia ternyata memakai Islam sebagai kedok saja. Ia mengadopsi pemahaman pemikir Prancis yang menyatakan semua hal terdahulu pasti usang, sehingga ia menganggap Islam itu usang sebab warisan nenek moyang. Menurutnya, institusi keagamaan merupakan batu penghalang utama bagi pembangunan negara. Baginya, Tunisia memerlukan asas pembangunan baru menurut ‘pemikiran ilmu tulen’ dan meninggalkan ‘pemikiran Islam.’
Kejatuhan dan kematian
Kepresidenannya berakhir saat usia lanjut serta keadaan uzur sehingga PM Zainal Abidin bin Ali melancarkan kudeta melawan pemerintahannya. Bourguiba kemudian dikenakan tahanan rumah di Monastir hingga kematiannya.
Baca informasi lainnya yang berhubungan dengan : Habib Burquibah
Habib Habib Burquibah Habib Al-Najjar Kubah Habib Basirih Ather Habib Hasnan Habib Habib Beye Habib Essid Masjid Jamik Habib Muda Seunagan Alfin Habib Bandar Udara Internasional Habib Bourguiba Yunus bin Habib Live! (album Habib Koité & Bamada) Habib Faisal Habib Qudrat Habib Seunagan Habibi & Habibah Luthfi bin Yahya Habib Bahmani Yusra Habib Abdul Ghani Ibnu Habib Abdurrahman az-Zahir Salim bin Djindan Ali Alwi Ali bin Abdurrahman Alhabsyi Husain bin Abu Bakar Al-Aydrus Muhamad Effendi Al-Eydrus Habib bin Muzhahir Munzir Al-Musawa Ali bin Husein Al-Attas Khalid bin Abi Habib al-Fihri Baro (…
album) Anis bin Alwi al-Habsyi Yasser Al-Habib Muhammad Rizieq Shihab Ali Al-Jufri Syech bin Abdul Qodir Assegaf Bahar bin Smith Habib bin Abi Ubaidah al-Fihri Husein al-Habsyi Umar bin Hafidz Abubakar bin Ali Syahab Idrus bin Salim Al-Jufri Abdurrahman Bahasyim Alfian Habibi Habib Suharko Abu al-Qasim al-Habib an-Naisaburi Husein Ja'far Al Hadar Ayyub bin Habib al-Lakhmi Ismail bin Yahya Emile Habibi Hamid Abdullah Habibi Hood Habibi Jusuf Hassan Habibi