Bahar bin Smith lahir di Manado, Sulawesi Utara sebagai anak pertama dari tujuh bersaudara. Dia berasal dari keluarga ArabHadhrami golongan Alawiyyin bermarga Aal bin Sumaith (bahasa Arab: آل بن سميط , translit. Aāl bin Sumayṭ; pelafalan dalam bahasa Arab:[ʔaːlbinsumajtˤ]), ayah bernama Sayyid Ali bin Alwi bin Smith (w. 17 Oktober 2011), sedangkan ibunya bernama Isnawati Ali merupakan pendatang beretnis Bajo yang tinggal di pesisir Minahasa Tenggara. Bahar mempunyai enam orang adik, tiga di antaranya adalah Ja'far bin Smith, Sakinah Smith, dan Zein bin Smith.
Kehidupan pribadi
Pada tahun 2009, Bahar menikahi seorang Syarifah bermarga Aal Balghaits (bahasa Arab: آل بالغيث , translit. Aāl Balġayṯ; pelafalan dalam bahasa Arab:[ʔaːlbalɣajθ]) bernama Fadlun Faisal Balghoits. Dari pernikahannya dengan Fadlun, Bahar dikaruniai empat anak: Sayyid Maulana Malik Ibrahim bin Smith, Syarifah Aliyah Zharah Hayat Smith, Syarifah Ghaziyatul Gaza Smith, dan Sayyid Muhammad Rizieq Ali bin Smith. Anak terakhirnya, Ali, lahir pada tanggal 4 Februari 2018.
Aktivitas
Keorganisasian
Habib Bahar merupakan pendiri dan pemimpin LSM Majelis Pembela Rasulullah sejak tahun 2007.[5] Kantor pusat Majelis Pembela Rasulullah terletak di Pondok Aren, Tangerang Selatan. Sementara pengikut Bahar mencapai ratusan orang yang berdomisili di Ciputat, Tangerang Selatan; Pesanggrahan, Jakarta Selatan; dan Pondok Aren, Tangerang Selatan.[1] Bersama para anggota Majelis Pembela Rasulullah,Habib Bahar kerap melakukan aksi razia dan penutupan paksa di beberapa tempat hiburan di Jakarta.[5] Aksinya yang paling menonjol adalah ketika dia menggerakan sekitar 150 orang jamaah Majelis Pembela Rasulullah pada bulan Ramadan tahun 2012[6] untuk melakukan razia di Cafe De Most Pesanggrahan, Jakarta Selatan.[7] Hal tersebut dilakukannya karena kafe tersebut diduga sebagai sarang maksiat, dia kemudian menutup paksa Cafe De Most dan meminta agar tempat tersebut ditutup sebulan penuh selama bulan Ramadan.[5]
Bahar sering berdakwah di berbagai acara peringatan hari besar Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad dan Isra Mikraj.[4] Pada setiap ceramahnya, dia selalu didampingi dan dijaga ketat oleh Front Pembela Islam[4] serta kerap bersikap keras dan terkesan bersebrangan dengan Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama.[12] Namun, tidak jarang pula dia didampingi dan dikawal oleh Barisan Ansor Serbaguna saat berdakwah di tempat yang masyarakatnya berafiliasi dengan Nahdlatul 'Ulama, seperti ketika dia berdakwah di Pondok Pesantren Modern Al-Husainy, Tangerang Selatan pimpinan Habib Ali Alwi.
Kontroversi
Aksi sweeping
Sebagai pemimpin Majelis Pembela Rasulullah, Bahar bersama pengikutnya kerap melakukan aksi sweeping dan penutupan paksa di beberapa tempat hiburan yang dianggap melanggar syariat islam yang beroperasi di wilayah Jakarta Selatan dan Tangerang Selatan.[13] Pada bulan Ramadan tahun 2012, tepatnya hari Minggu, 29 Juli 2012, sekitar pukul 01.30 dini hari, dia pernah menggerakan sekitar 150 pengikutnya[6] untuk melakukan aksi sweeping yang di Kafe De Most yang terletak di Jalan Veteran Raya, Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.[14] Dalam aksinya itu, mereka menuntut agar pihak kafe menutup bisnisnya.[5] Selain itu, massa juga melengkapi diri dengan senjata. Bahkan, peralatan senjata tajam itu dibuat khusus menjelang aksi, seperti empat buah pedang yang dibuat seminggu sebelum kejadian.[15] Aksi tersebut telah direncanakan 2 minggu sebelumnya. Rencananya, setelah melakukan aksi dari Pesanggrahan, Bahar dan jemaahnya akan melakukan razia di Kafe Putri, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dari Cipulir, massa merencanakan untuk merazia kafe lainnya di Ciledug, Tangerang. Namun, belum sampai ke lokasi-lokasi tersebut, polisi yang mendapatkan informasi adanya aksi sweeping di Kafe De Most, Pesanggrahan oleh ormas Majelis Pembela Rasulullah, polisi pun langsung melakukan pengamanan.[1] Aksi mereka mendapat hadangan dari petugas gabungan Polresta Tangerang, Polsek Pondok Aren, Koramil 19 Pondok Aren, dan Satpol PP Pondok Aren.[14]
Polisi kemudian menangkap Bahar dan 62 orang pengikutnya,[6] serta menyita 10 golok, 17 celurit, 4 katana, 4 stik golf, 12 stik besi, 13 kayu, 1 bendera Majelis Pembela Rasulullah.[15] Dari 62 orang yang ditangkap, 41 di antaranya merupakan anak yang masih di bawah umur. Bahkan, ada anak berusia 13 tahun yang ikut serta dalam aksi sweeping tersebut.[16] Polisi kemudian menetapkan 23 orang termasuk Bahar sebagai tersangka karena terbukti melakukan pengrusakan dengan senjata tajam, dua di antaranya adalah anak di bawah umur yang kedapatan membawa golok dan celurit.[15] Atas hal tersebut, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sangat menyayangkan keterlibatan anak kecil dalam aksi tersebut. KPAI juga meminta petugas memberikan penangguhan penahanan terhadap kedua anak itu.[16]
Polisi kemudian menjerat Bahar dan pengikutnya dengan Pasal 170 KUHP tentang pengrusakan dengan ancaman hukuman lima tahun. Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 2 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman 12 tahun.[7] Sementara itu, kedua anak di bawah umur yang menjadi tersangka dapat dihukum dengan ancaman enam tahun penjara di bawah Undang-Undang Darurat 1951 karena membawa senjata tajam, dan dua setengah tahun karena menghancurkan properti pribadi.[6] Setelah ditahan dan dilakukan interogasi singkat, Bahar mengaku bersalah dan menyesal karena tidak melapor kepada pihak kepolisian[17] terkait pelanggaran yang dilakukan Kafe De Most karena menjual minuman beralkohol.[18]
Selain terlibat dalam aksi sweeping tahun 2012, pada tahun 2010, Bahar juga pernah terlibat dalam aksi penyerangan terhadap Agama Ahmadiyah di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.[19][20] Selain itu, pada tahun yang sama, Bahar juga pernah terlibat dalam Kerusuhan Koja terkait sengketa makam Mbah Priok di Jakarta Utara.[21]
Kontroversi dalam ceramah
Ceramah mengenai PDIP
Bahar kerap dalam ceramahnya menyebut bahwa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) adalah sarang Partai Komunis Indonesia (PKI). Terkait hal tersebut, organisasi sayap Islam PDIP, Pengurus Pusat Baitul Muslimin Indonesia (PP Bamusi) mengkritik pernyataan Bahar tersebut. Bamusi menyindir bahwa Bahar kurang bacaan dan literatur, serta tuduhan yang dilontarkannya kepada PDIP tanpa tabayun tersebut telah menjadi fitnah dan merusak citra penceramah agama.[22]
Ceramah mengenai Jokowi
Pada akhir November 2018, video ceramah Bahar viral di media sosial. Di tengah proses pilpres 2019 yang panas, Bahar berkata bahwa PresidenJoko Widodo (Jokowi), yang adalah kader PDIP, sebagai pengkhianat bangsa, negara, dan rakyat. Ia juga menyebut Jokowi sebagai banci dan meminta jama'ah untuk membuka celana Jokowi supaya terlihat apa ada darah menstruasi di sana. Kemudian Bahar juga menuduh Jokowi hanya mensejahterakan orang-orang non-Muslim (kafir), orang Tionghoa-Indonesia ("Cina"), dan perusahaan-perusahaan Barat serta memperbudak pribumi. Ia juga menyalahkan jama'ah karena tidak memenangkan capres Prabowo Subianto yang didukung FPI di pilpres sebelumnya.[23] Bahar kemudian dilaporkan ke Kepolisian Negara Republik Indonesia atas dugaan ujaran kebencian.[24] Bahar juga mendapat kecaman dari anggota Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Achmad Baidowi[25] dan Kepala Staf Kepresidenan IndonesiaMoeldoko.[26] Namun, ia dibela oleh sesama pendukung Prabowo seperti Persaudaraan Alumni 212[27] dan anggota dewan pengarah Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi Fadli Zon.[28]
Pada 5 Desember 2018, Bahar dilaporkan ke polisi atas perbuatan penganiayaan terhadap dua remaja.[29]
Kejadian berawal saat kedua korban dijemput paksa oleh orang-orang atas suruhan Bahar bin Smith dari rumah masing-masing pada hari Sabtu, 1 Desember 2018, dengan dua unit mobil.[30]
Penjemputan tersebut dilakukan dengan alasan kedua korban berpura-pura dan mengaku sebagai Bahar bin Smith pada sebuah acara di Bali, 29 November 2018. Kemudian, kedua korban dibawa ke Pondok Pesantren Tajul Alawiyib di Kampung Kemang, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Di tempat tersebut, kedua korban dipukuli secara brutal dan bergantian dilakukan oleh dan atas perintah Bahar bin Smith.[30]
Peristiwa penganiayaan itu direkam dengan menggunakan telepon seluler, kemudian diunggah ke Youtube. Rekaman ini kemudian dijadikan salah satu barang bukti oleh polisi. Saat direkam, korban dalam kondisi babak belur dengan luka memar dan terlihat banyak darah di wajahnya.[30]
Atas tindak penganiayaan tersebut, Bahar disangkakan dengan Pasal 170 KUHP dan atau Pasal 351 KUHP dan atau Pasal 333 KUHP dan atau Pasal 80 UU 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002.[30]
Bahar hendak kabur melarikan diri dan mengganti nama menjadi "Rizal" sesuai dengan perintah seseorang yang disebut Polri sebagai "pimpinan tertinggi".[31]
Pada tanggal 18 Desember, Bahar ditahan oleh Kepolisian Daerah Jawa Barat setelah menjalani pemeriksaan.[32] Bahar mengaku sedang melatih bela diri kepada kedua korban.[33] Politikus Prabowo Subianto, Fadli Zon, menyebut penahanan Bahar adalah "kriminalisasi ulama".[34]
Pelanggaran PSBB
Pada 16 Mei 2020, Bahar dibebaskan lebih awal berkat Program Pembebasan BersyaratAsimilasi[35] yang diselenggarakan oleh Menteri Hukum dan HAMYasonna Laoly. Tiga hari setelah itu, dia ditangkap kembali karena melanggar Pembatasan sosial berskala besar dengan mengumpulkan massa untuk mengikuti ceramahnya.[36] Pengacaranya, Aziz Yanuar, menyangka penangkapan kembali ini terkait ceramahnya pada Sabtu malam yang menyinggung penguasa.[37]
^Official (30 November 2017). "Maulidurrasul & Milad Nurussalam". Website resmi Pondok Pesantren Modern Nurussalam. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 April 2018. Diakses tanggal 19 April 2018.
^Syechbubakr, Ahmad Syarif (14 Desember 2017). "Meet the Habibs: the Yemen connection in Jakarta politics" [Dua Jalan Para Habib di Tengah Politik Jakarta]. Indonesia at Melbourne (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-04-14. Diakses tanggal 20 April 2018.