Kerajaan Kepangeranan Kotawaringin (Kesultanan Kutaringin)[1] adalah sebuah kerajaan kepangeranan yang merupakan cabang keturunan Kesultanan Banjar dengan wilayah intinya sekarang yang menjadi Kabupaten Kotawaringin Barat di Kalimantan Tengah yang menurut catatan istana al-Nursari (terletak di Kotawaringin Lama) didirikan pada tahun 1615[2] atau tahun 1619.[3][4] atau 1530,[5] dan Belanda pertama kali melakukan kontrak dengan Kotawaringin pada 1637, tahun ini dianggap pertama kalinya Kotawaringin diperintah seorang Raja[6] sesuai dengan Hikayat Banjar dan Kotawaringin (Hikayat Banjar versi I) yang bagian terakhirnya saja ditulis tahun 1663 dan di antara isinya tentang berdirinya Kerajaan Kotawaringin pada masa Sultan Mustain Billah. Pada mulanya Kotawaringin merupakan keadipatian yang dipimpin oleh Dipati Ngganding. Menurut perjanjian VOC-Belanda dengan Kesultanan Banjar, negeri Kotawaringin merupakan salah satu negara dependensi (negara bagian) di dalam "negara Banjar Raya".[7][8][9]
Kotawaringin' merupakan nama yang disebutkan dalam Hikayat Banjar dan Kakawin Negarakretagama, seringpula disebut Kuta-Ringin, karena dalam bahasa Jawa, ringin berarti beringin.[10]
Negeri Kotawaringin disebutkan sebagai salah daerah di negara bagian Tanjung Nagara (Kalimantan-Filipina) yang tunduk kepada Majapahit. Menurut suku Dayak yang tinggal di hulu sungai Lamandau, mereka merupakan keturunan Patih Sebatang yang berasal dari Pagaruyung (Minangkabau).
Sejak diperintah Dinasti Banjarmasin, Kotawaringin secara langsung menjadi bagian dari Kesultanan Banjar, sehingga sultan-sultan Kotawaringin selalu memakai gelar Pangeran jika mereka berada di Banjar. Tetapi di dalam lingkungan Kotawaringin sendiri, para Pangeran (Pangeran Ratu) yang menjadi raja juga disebut dengan "Sultan" karena kedudukannya sejajar dengan Sultan Muda/Pangeran Mahkota di Kesultanan Banjar.[11]
Kerajaan Kotawaringin merupakan pecahan kesultanan Banjar pada masa Sultan Banjar IV Mustainbillah yang diberikan kepada puteranya Pangeran Dipati Anta-Kasuma. Sebelumnya Kotawaringin merupakan sebuah kadipaten, yang semula ditugaskan oleh Sultan Mustainbillah sebagai kepala pemerintahan di Kotawaringin adalah Dipati Ngganding (1615)?. Oleh Dipati Ngganding kemudian diserahkan kepada menantunya Pangeran Dipati Anta-Kasuma. Menurut Hikayat Banjar, wilayah Kotawaringin adalah semua desa-desa di sebelah barat Banjar (sungai Banjar = sungai Barito) hingga sungai Jelai.[12]
Wilayah Kerajaan Kotawaringin paling barat adalah Tanjung Sambar (Kabupaten Ketapang), batas utara adalah Gunung Sarang Pruya (kabupaten Melawi) dan di timur sampai sungai Mendawai (Tanjung Malatayur) yaitu bagian barat Provinsi Kalimantan Tengah, sedangkan bagian timur Kalimantan Tengah yang dikenal sebagai daerah Tanah Biaju kemudian setelah tahun 1800 diubah menjadi Tanah Dayak serta daerah pedalaman yang takluk kepadanya tetap di bawah otoritas kepala suku Dayak. Kotawaringin sempat menjajah negeri Matan dan Lawai atau Pinoh dan menuntut daerah Jelai sebagai wilayahnya.[13] Daerah aliran sungai Pinoh (Kabupaten Melawi) merupakan termasuk wilayah Kerajaan Kotawaringin.[14] Daerah aliran Sungai Jelai, di Kotawaringin di bawah kekuasaan Banjarmasin, sedangkan Sungai Kendawangan di bawah kekuasaan Sukadana.[15]
Selanjutnya Kabupaten Kotawaringin Barat telah dimekarkan menjadi 3 Kabupaten yaitu:
Pusaka kerajaan Kotawaringin:
Berdasarkan CONTRACT MET DEN SULTAN VAN BANDJERMASIN 4 Mei 1826. / B 29 September 1826 No. 10, yang dibuat Sultan Adam dari Banjar dengan pihak kolonial Belanda, wilayah Kutaringin atau Kotawaringin diserahkan kepada pihak kolonila Hindia Belanda.[20]
Perkara 4:
Sri Paduka Sultan Adam salinkan kepada radja dari Nederland segala negeri jang tersebut di bawah ini : Pulau Tatas dan Kuin sampai di subarang kiri Antasan Ketjil dan pulau Burung mulai dari kuala Bandjar subarang kanan sampai di Pantuil dan di Pantuil subarang pulau Tatas lantas ke timur Rantau Kuliling dengan segala sungai2nja Kelajan Ketjil Kelajan Besar dan kampung jang di subarang pulau Tatas sampai di sungai Messa di ulu kampung Tjina lantas ke darat sampai di sungai Baru sampai di sungai Lumbah dan pulau Bakumpai mulai dari kuala Bandjar subarang kiri mudik sampai di kuala Andjaman di kiri milir sampai kuala Lopak dan segala tanah Dusun semuanja desa2 kiri kanan mudik ka ulu mulai Mengkatip sampai terus negeri Siang dan di ilir sampai di kuala Marabahan dan tanah Dajak Besar-Ketjil dengan semuanja desa2nja kiri kanan mulai di kuala Dajak mudik ka ulu sampai terus ke ilir sungai Dajak dengan segala tanah di daratan jang takluk padanja dan tanah Mendawai Sampit Pembuang semuanja desa2nja dengan segala tanah jang takluk padanja dan tanah Kutaringin Sintang Lawey Djelei semuanja desa2nja dengan segala tanah jang takluk padanja. Dan Taboniou dan segala tanah Laut sampai di Tandjung Silatan dan ke timur sampai watas dengan Pagatan dan ka oetara sampai di kuala Maluka mudik sungai Maluka Selingsing Lijang Anggang Banju Irang lantas ke timur sampai di gunung Pamaton sampai watas dengan tanah Pagatan dan negeri jang di pasisir timur Pagatan Pulau Laut Batu Litjin Pasir Kutai Barau semuanja dengan tanah2 jang takluk padanja.
Kotawaringin termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8. [21]
Daftar Kiai Demang, Adipati dan Pangeran Ratu Kotawaringin.[22] Pangeran Ratu yang pernah memerintah hingga masuknya penjajah Belanda dengan urutan sebagai berikut:[23][24][25][26][27][28][29]
Silsilah menurut naskah Hikayat Banjar dan Kotawaringin yang disebut Hikayat Banjar resensi 1.
Saudagar Jantam[49]
Saudagar Mangkubumi x Sita Rara
Raja Negara Dipa I: Ampu Jatmaka/Maharaja di Candi X Manguntu
Raja Negara Dipa II: Lambu Mangkurat (saudara angkat Puteri Junjung Buih) x Dayang Diparaja binti Aria Malingkun dari Tangga Ulin
Putri Huripan x Raja Negara Dipa V: Maharaja Suryaganggawangsa bin Raja Negara Dipa IV: Maharaja Suryanata (suami dari Raja Negara Dipa III: Puteri Junjung Buih)
Putri Kalarang (cucu Puteri Junjung Buih) x Pangeran Suryawangsa (adik Maharaja Suryaganggawangsa )
Raja Negara Dipa VI: Maharaja Carang Lalean (cucu Puteri Junjung Buih) x Raja Negara Dipa VII: Putri Kalungsu (adik Putri Kalarang)
Raja Negara Daha I: Maharaja Sari Kaburungan
Raja Negara Daha II: Maharaja Sukarama
Putri Galuh Baranakan x Raden Mantri Alu bin Raden Bangawan bin Maharaja Sari Kaburungan
Sultan Banjar I: Sultan Suryanullah
Sultan Banjar II: Sultan Rahmatullah
Sultan Banjar III Sultan Hidayatullah
Sultan Banjar IV: Sultan Mustain Billah/Marhum Panembahan/Pangeran Senapati x Ratu Agung binti Pangeran Demang
Pangeran Ratu Kotawaringin I: Ratu Bagawan/Pangeran Dipati Anta Kasuma (anak Putri Juluk 1/Ratu Agung binti Pangeran Demang) berputera:
Pangeran Ratu Kotawaringin III: Panembahan Kota Waringin x Putri Nurmalasari binti Sultan Tahlillullah dari Banjar
Pangeran Ratu Kotawaringin IV: Pangeran Prabu Tua x Putri Jumantan
Pangeran Ratu Kotawaringin V: Pangeran Dipati Tuha
Pangeran Ratu Kotawaringin VI: Pangeran Panghulu x Putri Ratu Mangkurat binti Pangeran Purbaya bin Pangeran......bin Sultan Tamjidillah 1
Pangeran Ratu Kotawaringin VII: Ratu Bagawan Muda/Sultan Balladuddin x Putri Amaliah
Pangeran Ratu Kotawaringin VIII: Pangeran Ratu Kesuma Yuda Tuha/Gusti Musaddam x Putri Nursani
Pangeran Ratu Kotawaringin IX: Pangeran Ratu Imanuddin berisitrikan 3 orang yaitu
Pangeran Ratu Kotawaringin X: Pangeran Ratu Achmad Hermansyah bin Pangeran Ratu Imanuddin, berputerakan 7 orang:
Pangeran Ratu Kotawaringin XI: Pangeran Ratu Anum Kesuma Yuda (tidak memiliki anak laki-laki, sehingga digantikan oleh pamannya (mangkubumi kerajaan) sebagai tutus raja yang lebih senior: Pangeran Ratu Sukma Negara bin Pangeran Ratu Imanuddin.[53]
Pangeran Ratu Kotawaringin XII: Pangeran Ratu Sukma Negara x Ratu Sori Pakunegara Binti Pangeran Dipati Anta Kesuma (Gusti Maleh)[53][54]
Pangeran Ratu Kotawaringin XIV: Pangeran Ratu Kesuma Anum Alamsyah x Ratu Kemalasari binti GPH Purbodiningrat bin Pakubuwana IX
|yaer=
|lg=