Abdul Laṭīf Shakūr (15 Agustus 1882 – 13 Juni 1963) adalah seorang ulama Minangkabau yang berkiprah dalam pemajuan pendidikan perempuan dan pers.[1] Ia berasal dari Balai Gurah, Ampek Angkek, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Ia merupakan sosok yang terbuka dan mendorong kemajuan bagi perempuan. Hal itu terlihat dari dukungan yang ia berikan kepada putrinya, Sha’diyah Shakūrah untuk menerbitkan majalah khusus perempuan bernama Djauharah yang terbit pada tahun 1923.[2]
Pendidikan
Abdul Laṭīf Shakūr lahir pada 15 Agustus 1882 dari pasangan Muhammad Amin dan Fatimah. Ayahnya adalah seorang pekerja borongan yang ikut membuat jembatan gantung rel kereta api yang menghubungkan rute Padang-Bukittinggi. Pada umur 7 tahun, ia dibawa oleh ayahanya ke Makkah untuk menunaikan haji.[3]
Di Makkah, Abdul Laṭīf Shakūr menetap selama 13 tahun untuk belajar. Di antara gurunya adalah Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Ia belajar bersama dengan Abdul Karim Amrullah, Jamil Jambek, dan Muḥammad Ṭhaib Umar.[4] Di antara mereka, Abdul Laṭīf Shakūr merupakan murid termuda. Ia pulang ke kampung halamannya pada tahun 1902 dalam usia 19 tahun.[3]
Aktivitas
Setiba di kampung halaman, aktivitas Abdul Laṭīf Shakūr berfokus pada upaya memperbaiki perilaku masyarakat. Ia melihat masyarakat Minangkabau pada umumnya berada dalam krisis moral. Sasaran utama dakwahnya adalah perempuan. Saat itu, banyak perempuan tidak mendapatkan pendidikan yang layak dan menjalani kehidupan rumah tangga dalam keadaan terpaksa. Akhirnya, banyak terjadi kawin cerai yang merugikan pihak perempuan.[2]
Dakwah Abdul Laṭīf Shakūr terhadap perempuan diwujudkanya dalam bentuk mendirikan sekolah dan majalah. Sekolah yang Abdul Laṭīf Shakūr didirikan bernama At-Tarbiyatul Hasanah (Surau Sicamin). Di sini, ikut menyekolahkan anak perempuannya yaitu Sha’diyah Shakūrah. Putrinya ia dorong untuk menulis, begitu pula murid-muridnya. Berkat dukungannya, sang putri mendirikan majalah khusus perempuan bernama Djauharah pada tahun 1923. Di majalah itulah, Sha’diyah Shakūrah dan murid-murid Abdul Laṭīf Shakūr menulis untuk menyuarakan suara perempuan. Djauharah merupakan majalah khusus perempuan berbasis Islam pertama di Minangkabau.[2]
Karya
Abdul Laṭīf Shakūr produktif dalam menulis. Secara umum, karya-karyanya membahas tentang akhlak dan adab serta yang berkaitan dengan Al-Quran dan bahasa Arab. Ia menarik diri dari gelanggang perdebatan khilafiyah yang pada awal abad ke-20 mewarnai wacana keislaman di Minangkabau. Ketidakterlibatannya ini membuat namanya tidak populer dibandingkan ulama Minangkabau lainnya yang sezaman.[2]
Secara khusus, ia menulis buku dengan tema perempuan yakni berjudul Dunia Perempuan. Isinya tentang panduan bagaimana perempuan berkiprah dan bergaul menurut Al-Quran dan hadis. Pada masanya, tidak banyak ulama Minangkabau yang membahas tentang perempuan. Persoalan tentang perempuan menjadi mencuat saat beberapa perempuan Minangkabau mendobrak tradisi lama yang tidak mengizinkan mereka untuk menuntut ilmu seperti Roehana Koeddoes (1884-1972) dan Rahmah El Yunusiyah (1900-1969).[2]
Selain tema-tema yang disebutkan di atas, Abdul Laṭīf Shakūr menulis buku tentang tauhid berjudul Risalah Lathifah serta autobiografi berjudul Al-Mu’ashārah. Namun, sebagian besar karya Abdul Laṭīf Shakūr masih dalam bentuk manuskrip alias belum diterbitkan. Saat ini, sebagian besar keseluruhan karya Abdul Laṭīf Shakūr disimpan di rumah Chuzaimah, cucu sekaligus ahli waris Abdul Laṭīf Shakūr di Balai Gurah.[2]
Berikut adalah daftar karya Abdul Laṭīf Shakūr baik yang sudah diterbitkan maupun dalam bentuk manuskrip.[3][5][6]
Al-Da’wah wa al-Irsyâd ilâ Sabîl al-Rasyâd (1951).[3]
Sekembali dari Mekkah pada tahun 1902, Abdul Laṭīf Shakūr menetap di Sawah Gadang, Balai Gurah. Satu tahun kemudian, ia menikah dengan Rafan. Dari pernikahan pertama, ia tidak dikaruniai keturunan sehingga mengakibatkan pendeknya umur perkawinan mereka. Pernikahan kedua Abdul Laṭīf Shakūr yakni dengan Kama, tetapi karena masih belum dikaruniai keturunan, umur perkawinan mereka tidak panjang. Pada tahun 1908, ia kembali menikah yakni dengan Maryam. Pasangan ini dikarunai empat orang anak, yaitu Sha’diyah Shakūrah, Sha’nuddin, Sha’dullah, dan Latifah.[3]
Setelah itu, Abdul Laṭīf Shakūr menikah lagi dengan Raqiyah, tetapi tidak dikaruniai keturunan. Lalu, ia menikah untuk kelima kalinya dengan Kamaliyah dan memiliki satu anak yang bernama Muhammad Sa’id Syakur. Abdul Laṭīf Shakūr menikah lagi dengan Aisyah, tetapi tidak dikaruniai keturunan. Terakhir, ia menikah dengan Ka’isah yang memberinya lima orang anak, yakni Shu’ada, Syafiuddin, Mahdiyah, Nafisah, dan Syafruddin.[3]
^ abcdefYulfira Riza & Titin Nurhayati Ma’mun (2018). "Berdamai dengan Perempuan: Komparasi Teks antara Naskah Al-Muāshirah dan Kitab Cermin Terus". Manuskripta. 8 (2): 113–136. doi:10.33656/manuskripta.v9i1.134.
Abdul Abdul Malik Abdul Bashir Abdul Somad Abdullah bin Abdul Muthalib Abdul Kalam Abdul Qadir bin Abdul Mutalib Abdul Muhyi Abdul Razak Hussein Paula Abdul Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh Abdul Azeez Abdul Rahim Abdul Karim (ulama) Abdul Muthalib Abdul Abulbul Amir Victoria & Abdul Abdul Hamid Abdul Ghofur Abdul Latief Abdul Aziz Abdul Kadir Abdul Halim Abdul Rahman Abdul Rahman (pemain sepak bola) Abdul Samad dari Selangor Abdul Hadi W.M. Abdul Kabir Abdul Muhsin bin Hammad Abdul Halim dari Kedah Abdul-Majid bin Abdul-Aziz Abdul Rahman Saleh Abdul Karim Amrullah Abdul Hadi Djamal Abdul Kh…
alili Abdul Mu’ti Abdullah bin Abdul Malik Abdul Halim dari Majalengka Abdul Aziz (disambiguasi) Abdul Chalik Abdul Wachid Abdullah bin Abdul Ghani Khayyath Abdul Malik Abdul Aziz dari Perak Abdul Wahid Ash-Shalihi Abdul Aziz bin Marwan Abdul Latif bin Abdul Malik Al Syaikh Abdul Qadir al-Jailani Abdul Hakim (politikus) Abdul Mukmin Abdul Gafur Abdul Moeloek Abdul Wahab Bugis Abdul Gani Kampar Abdul Malik bin Marwan Abdul Ghani Kasuba Tunku Abdul Rahman Abdul Rahman dari Negeri Sembilan Abdul Kadir Abdul Rahman (politikus) Abdul Wahab Rokan Abdullah bin Umar bin Abdul Aziz Abdul Rahman (mantan Muslim) Ahmad Abdul Abdul Haris (akademisi) Abdul Rahman Ya'kub Abdul Gafur (politikus) Abdul Qayyum Khan Abdul Rahim Kajai Abdul Wahid Abdul Haq Wan Abdul Rahim Wan Abdullah Abdul Kharis Almasyhari Abdullah Sani Abdul Hamid Abdul Manaf Mukhayyar Kareem Abdul-Jabbar Abdul Muin Ismail Abdul Rahman Abdullah Abdul Hamid Hakim Abdul Karim al-Bantani Abdul Latif (politikus) Abdul Latif Syakur Abdullah bin Abdulkadir Munsyi Abdul Azis Lamadjido Talaohu Abdul Musafri Gedung Sultan Abdul Samad Abdul Wahab Chasbullah Mahmoud Abdul-Rauf Mustafa Abdul Jalil Abdul Karim Tebuwung Abdul Sattar Edhi Abdul