Rekomendasi untuk penerimaan keaggotaan dari Dewan Keamanan membutuhkan suara persetujuan dari setidaknya sembilan dari lima belas anggota dewan, dengan tidak ada satu pun dari kelima anggota tetap yang memakai hak veto mereka. Rekomendasi Dewan Keamanan kemudian harus disetujui dalam sidang Majelis Umum oleh dua pertiga suara mayoritas.[5]
Dalam prinsipnya, hanya negara-negara berdaulat yang dapat menjadi anggota PBB, dan saat ini seluruh anggota PBB merupakan negara yang berdaulat penuh. Meskipun pada mulanya terdapat lima anggota yang tidak berdaulat saat mereka bergabung dengan PBB, semuanya kemudian meraih kemerdekaan penuh antara tahun 1946-1991. Karena sebuah negara hanya dapat diterima keanggotaannya di PBB atas persetujuan Dewan Keamanan dan Majelis Umum, terdapat sejumlah negara yang meskipun dianggap berdaulat menurut Konvensi Montevideo, namun belum menjadi anggota PBB hingga saat ini. Hal ini terjadi karena PBB belum menganggap mereka memenuhi kedaulatan penuh, terutama karena kurangnya pengakuan internasional atau karena pertentangan dari salah satu anggota tetap.
Selain negara-negara anggota, PBB juga mengundang negara-negara nonanggota untuk menjadi pengamat di Majelis Umum PBB (saat ini ada dua: Takhta Suci dan Palestina). Status ini memungkinkan mereka ikut serta dan berpendapat di pertemuan-pertemuan Majelis Umum, namun tidak dapat memberi suara. Perwakilan pengamat umumnya merupakan organisasi antarpemerintah dan organisasi internasional, serta entitas-entitas yang kenegaraan dan kedaulatannya tak dapat didefinisikan secara tepat.
Selandia Baru, meskipun berdaulat secara de facto pada masa itu, "baru mendapat kapasitas penuh untuk mengadakan hubungan luar negeri dengan negara-negara lain pada tahun 1947 saat negara tersebut mengesahkan Undang-Undang Adopsi Statuta Westminster 1947. Ini terjadi 16 tahun setelah Parlemen Inggris mengesahkan Statuta Undang-Undang Westminster pada tahun 1931 yang mengakui otonomi Selandia Baru. Jika mengikuti kriteria Konvensi Montevideo, Selandia Baru belum meraih status kenegaraan penuh secara de jure sampai tahun 1947."[11]
Para anggota saat ini dan tanggal bergabung mereka terdaftar di bawah ini, beserta dengan sebutan resmi mereka yang digunakan oleh PBB dan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia.[12][13]
Urutan abjad menurut nama resmi PBB dari negara-negara anggota (dalam Bahasa Inggris) dipakai untuk menentukan pengaturan tempat duduk dalam setiap sesi (atau sidang) Majelis Umum, di mana setiap tahun diadakan suatu undian untuk memilih negara anggota yang menjadi titik awal pengaturan kursi.[14] Beberapa anggota memakai nama resmi lengkap mereka menjadi sebutan resmi dalam PBB, dan oleh karena itu mereka diurutkan berdasarkan nama lengkap mereka, bukan dengan nama singkat mereka yang lebih umum. Negara tersebut ialah Democratic People's Republic of Korea (Republik Rakyat Demokratik Korea, lebih dikenal sebagai Korea Utara), Democratic Republic of the Congo (Republik Demokratik Kongo), Republic of Korea (Republik Korea, dikenal sebagai Korea Selatan), Republic of Moldova (Republik Moldova), dan United Republic of Tanzania (Republik Bersatu Tanzania). Hingga awal tahun 2019, Makedonia Utara memakai nama The former Yugoslav Republic of Macedonia (Republik Makedonia Bekas Yugoslavia), yang menjadi sebuah rujukan sementara yang digunakan untuk seluruh keperluan di dalam PBB, hingga perubahan namanya secara resmi.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan mencari daftar negara-negara anggota PBB pada Situs web resmi.
Daftar negara-negara anggota di bawah dapat diurutkan berdasarkan nama resmi mereka di dalam PBB, terjemahannya dalam Bahasa Indonesia, serta tanggal bergabungnya dengan menekan tombol panah atas-bawah pada judul kolom. Lihat bagian-bagian terkait pada mantan anggota dengan menekan pranala-pranala pada kolom Lihat pula.
Anggota-anggota aslinya didaftarkan dengan latar belakang biru.
Republik Tiongkok (bahasa Inggris: Republic of China) bergabung dengan PBB sebagai anggota asli pada tanggal 24 Oktober 1945, dan, sebagaimana ditetapkan di dalam Piagam Perserikatan Bangsa-BangsaBab V Pasal 23, menjadi salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.[15] Pada tahun 1949, akibat Perang Saudara Tiongkok, pemerintahan Republik Tiongkok pimpinan Kuomintang (KMT) kehilangan kendali de facto atas Tiongkok daratan dan terdesak untuk berpindah ke Pulau Taiwan. Kemudian, pemerintahan pimpinan Partai Komunis dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pun dibentuk pada tanggal 1 Oktober 1949, yang lalu mengambil alih seluruh Tiongkok daratan. Pada tanggal 18 November 1949, PBB diberi tahu mengenai pembentukan Pemerintahan Rakyat Pusat Republik Rakyat Tiongkok tersebut, namun Pemerintahan Republik Tiongkok masih terus mewakili Tiongkok di PBB, meskipun wilayah yuridiksi Republik Tiongkok atas Taiwan dan sejumlah pulau kecil di sekitarnya tersebut berukuran jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan wilayah yuridiksi RRT atas Tiongkok daratan. Karena kedua pemerintahan mengklaim dirinya sebagai satu-satunya perwakilan sah atas seluruh wilayah Tiongkok, proposal atau usulan untuk mengubah delegasi atau perwakilan Tiongkok di PBB mengalami pembahasan dan penolakan selama dua dekade berikutnya, dengan alasan Republik Tiongkok masih dianggap sebagai perwakilan tunggal yang sah atas Tiongkok oleh mayoritas anggota PBB lainnya. Kedua belah pihak menolak proposal kompromi yang memungkinkan kedua negara tersebut ikut berpartisipasi dalam PBB, karena mereka berdasar pada Kebijakan Satu Tiongkok.[16]
Pada tahun 1970-an, perubahan mulai terjadi dalam lingkaran diplomatik internasional dan RRT mulai unggul dalam hal hubungan diplomatik dan pengakuan internasional. Pada tanggal 25 Oktober 1971, sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang memperdebatkan tentang penerimaan RRT ke dalam PBB diadakan untuk yang ke-21 kalinya,[17] dan akhirnya Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa 2758 pun disahkan. Dalam resolusi ini, PBB mengakui bahwa "perwakilan Pemerintahan Republik Rakyat Tiongkok adalah satu-satunya perwakilan sah Tiongkok untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa dan bahwa Republik Rakyat Tiongkok adalah salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan," dan memutuskan "untuk mengembalikan seluruh haknya kepada Republik Rakyat Tiongkok dan mengakui perwakilan Pemerintahan tersebut sebagai satu-satunya perwakilan sah Tiongkok untuk PBB, dan untuk mengeluarkan dengan segera para perwakilan dari Chiang Kai-shek dari tempat yang mereka duduki secara tidak sah di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan di seluruh organisasi yang terkait dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa."[18] Resolusi ini dengan demikian mengalihkan kursi Tiongkok di PBB, termasuk kursi tetapnya di Dewan Keamanan, dari Republik Tiongkok ke RRT, dan mengeluarkan Republik Tiongkok dari PBB. Dari perspektif PBB, "Republik Tiongkok" bukanlah mantan anggota. Tidak ada anggota PBB yang dikeluarkan pada tahun 1971. Melainkan, kredensial dari satu delegasi Tiongkok (dari Taipei) ditolak dan kredensial dari delegasi Tiongkok lainnya (dari Beijing) diterima.
Selain kehilangan kursi di PBB, Sekretaris Jenderal PBB menyimpulkan bahwa Majelis Umum PBB menganggap Taiwan hanyalah sebagai sebuah provinsi dari Tiongkok. Akibatnya, Sekjen PBB memutuskan bahwa Republik Tiongkok tidak diizinkan untuk menjadi pihak dalam semua perjanjian internasional atau traktat yang diserahkan kepada Sekjen PBB dan disimpan olehnya sebagai pihak depositori (penyimpan).[19]
Tawaran untuk bergabung kembali sebagai perwakilan dari Taiwan
Pada tahun 1993, Republik Tiongkok mulai berkampanye untuk bergabung kembali dengan PBB secara terpisah dari Republik Rakyat Tiongkok. Sejumlah opsi dipertimbangkan, termasuk pencarian keanggotaan dalam lembaga khusus PBB, pengajuan status pengamat, pengajuan keanggotaan penuh, atau permohonan untuk mencabut Resolusi 2758 sehingga Republik Tiongkok dapat merebut kembali kursi Tiongkok di PBB.[20]
Setiap tahunnya dari tahun 1993-2006, beberapa negara anggota PBB mengajukan memorandum kepada Sekretaris Jenderal PBB, yang intinya meminta Majelis Umum PBB agar dapat mempertimbangkan perizinan Republik Tiongkok untuk kembali berpartisipasi di dalam PBB.[21][22][23] Pendekatan tersebut dipilih, alih-alih permohonan keanggotaan resmi, karena pendekatan tersebut dapat dilakukan oleh Majelis Umum PBB tanpa campur tangan Dewan Keamanan PBB, sementara permohonan keanggotaan secara resmi akan membutuhkan persetujuan dari Dewan Keamanan, yang dapat dipastikan tidak akan berhasil karena RRT memegang hak veto yang dapat membatalkan pengajuan tersebut.[20] Proposal-proposal mereka pada mulanya merekomendasikan penerimaan Republik Tiongkok sebagai perwakilan paralel atas Tiongkok bersama dengan Republik Rakyat Tiongkok sambil menunggu terjadinya reunifikasi kedua negara. Usulan tersebut didasarkan pada contoh-contoh dari negara-negara lain yang terpecah dan menjadi negara anggota PBB yang terpisah, seperti Jerman Barat dan Jerman Timur serta Korea Utara dan Korea Selatan. Kemudian, proposal-proposal mereka selanjutnya mulai menekankan bahwa Republik Tiongkok adalah negara terpisah, atas dasar RRT tak memiliki kedaulatan de facto atas wilayah tersebut. Resolusi-resolusi yang diusulkan tersebut merujuk Republik Tiongkok dengan berbagai nama: "Republik Tiongkok di Taiwan" (Republic of China in Taiwan, 1993–1994), "Republik Tiongkok pada Taiwan" (Republic of China on Taiwan, 1995–1997, 1999–2002), "Republik Tiongkok" ('Republic of China, 1998), "Republik Tiongkok (Taiwan)" (Republic of China (Taiwan), 2003) dan "Taiwan" (2004–2006).
Namun, keempat belas upaya tersebut semuanya gagal karena Komite Umum Majelis Umum PBB menolak untuk memasukkan masalah tersebut dalam agenda debat Majelis Umum, di bawah pertentangan kuat dari RRT.[24]
Kendati sejak awal semua proposal tersebut tidaklah jelas, karena proposal tersebut meminta agar Republik Tiongkok diperbolehkan ikut serta dalam kegiatan-kegiatan PBB namun tidak menentukan mekanisme hukum apapun yang mendukungnya, pada tahun 2007, Republik Tiongkok mengajukan permohonan resmi dengan nama "Taiwan" untuk keanggotaan penuh di PBB.[25] Namun, permohonan tersebut ditolak oleh Kantor Urusan Hukum Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan mengutip Resolusi Majelis Umum 2758,[26] tanpa diteruskan ke Dewan Keamanan PBB. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-BangsaBan Ki-moon menyatakan bahwa:
Posisi Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah bahwa Republik Rakyat Tiongkok mewakili seluruh Tiongkok sebagai Pemerintahan Tiongkok yang tunggal dan sah. Keputusan hingga saat ini mengenai harapan rakyat di Taiwan untuk bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah diputuskan atas dasar itu. Resolusi (Resolusi Majelis Umum 2758) yang telah disebutkan, dengan jelas menyebutkan bahwa Pemerintahan Tiongkok adalah pemerintahan yang tunggal dan sah serta posisi Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah bahwa Taiwan adalah bagian dari Tiongkok.[27]
Menanggapi penolakan PBB terhadap permohonan tersebut, pemerintah Republik Tiongkok menyatakan bahwa Taiwan tidak sedang dan tidak pernah berada di bawah yurisdiksi RRT, dan bahwa karena Resolusi Majelis Umum 2758 tidak menjelaskan masalah perwakilan Taiwan di PBB, maka resolusi itu tidak menghalangi keikutsertaan Taiwan di PBB sebagai negara berdaulat yang merdeka.[28] Pemerintah Republik Tiongkok juga mengkritik Ban Ki-moon karena menyatakan bahwa Taiwan adalah bagian dari Tiongkok dan mengembalikan permohonan tersebut tanpa menyerahkannya ke Dewan Keamanan atau Majelis Umum,[29] bertentangan dengan prosedur standar PBB (Aturan Prosedur Sementara Dewan Keamanan, Bab X, Aturan 59).[30] Di sisi lain, pemerintah RRT, yang telah menyatakan bahwa Taiwan adalah bagian dari Tiongkok dan secara tegas menentang permohonan apa pun dari otoritas Taiwan untuk bergabung dengan PBB entah sebagai anggota maupun pengamat, memuji bahwa keputusan PBB "dibuat sejalan dengan Piagam PBB dan Resolusi Majelis Umum PBB 2758, dan menunjukkan kepatuhan universal PBB dan negara-negara anggotanya terhadap Kebijakan Satu Tiongkok".[31] Sekelompok negara anggota PBB mengajukan rancangan resolusi untuk sidang Majelis Umum PBB musim gugur tahun tersebut yang menyerukan Dewan Keamanan untuk mempertimbangkan permohonan tersebut.[25]
Pada tahun berikutnya, dua referendum di Taiwan terhadap upaya pemerintah untuk kembali ikut serta di PBB gagal karena rendahnya partisipasi pemilih. Musim gugur pada tahun yang sama, Republik Tiongkok mengambil pendekatan baru, yaitu dengan para sekutunya mengajukan sebuah resolusi yang meminta agar "Republik Tiongkok (Taiwan)" diizinkan untuk memiliki "keterlibatan yang berarti" dalam lembaga atau badan khusus PBB.[32] Lagi-lagi, masalah tersebut tidak dimasukkan dalam agenda Majelis.[24] Pada tahun 2009, Republik Tiongkok memilih untuk tidak mengirim masalah keikutsertaannya dalam PBB untuk diperdebatkan di Majelis Umum PBB untuk yang pertama kalinya sejak mulai berkampanye pada tahun 1993.[33]
Cekoslowakia (bahasa Inggris: Czechoslovakia) bergabung dengan PBB sebagai anggota asli pada tanggal 24 Oktober 1945, yang kemudian berubah nama menjadi Republik Federasi Ceko dan Slowakia (bahasa Inggris: Czech and Slovak Federative Republic) pada tanggal 20 April 1990. Ketika Pembubaran Cekoslowakia semakin dekat, dalam sebuah surat tertanggal 10 Desember 1992, Perwakilan Tetap negara tersebut memberi tahu Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa Republik Federasi Ceko dan Slowakia tidak akan lagi berdiri pada tanggal 31 Desember 1992 dan bahwa Republik Ceko dan Slowakia, sebagai negara penerus, akan mengajukan permohonan keanggotaan di PBB. Tidak ada satu pun dari kedua negara yang meminta status satu-satunya negara penerus. Kedua negara tersebut diterima kembali ke PBB pada tanggal 19 Januari 1993.[35]
Republik Demokratik Jerman
Baik Republik Federal Jerman (Federal Republic of Germany, Jerman Barat) dan Republik Demokratik Jerman (German Democratic Republic, Jerman Timur) masuk ke PBB pada tanggal 18 September 1973. Melalui aksesi negara-negara bagian Jerman Timur ke dalam Republik Federal Jerman yang berlaku mulai pada tanggal 3 Oktober 1990, wilayah Republik Demokratik Jerman menjadi bagian dari Republik Federal Jerman, yang pada saat ini cukup dikenal sebagai Jerman. Akibatnya, Republik Federal Jerman masih terus menjadi anggota PBB sementara Republik Demokratik Jerman tidak lagi berdiri.[35]
Federasi Malaya
Federasi Malaya (bahasa Inggris: Federation of Malaya) bergabung dengan PBB pada tanggal 17 September 1957. Pada tanggal 16 September 1963, namanya berubah menjadi Malaysia, yang diikuti oleh pembentukan negara Malaysia yang terdiri dari Singapura, Borneo Utara (sekarang Sabah), Sarawak dan Federasi Malaya. Singapura menjadi negara merdeka pada tanggal 9 Agustus 1965 dan menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 21 September 1965.
Tanganyika dan Zanzibar
Tanganyika masuk ke PBB pada tanggal 14 Desember 1961, dan Zanzibar diterima di PBB pada tanggal 16 Desember 1963. Setelah ratifikasi pada 26 April 1964 dari Artikel Penyatuan (bahasa Inggris: Articles of Union) antara Tanganyika dan Zanzibar, kedua negara tersebut bergabung untuk membentuk anggota tunggal "Republik Bersatu Tanganyika dan Zanzibar" (United Republic of Tanganyika and Zanzibar), yang lalu berubah nama menjadi Republik Bersatu Tanzania pada tanggal 1 November 1964.[6][35]
Empat belas negara merdeka lainnya yang berdiri dari bekas Republik Soviet semuanya diterima di PBB:
Republik Sosialis Soviet Byelorusia (Byelorussian Soviet Socialist Republic) dan Republik Sosialis Soviet Ukraina (Ukrainian Soviet Socialist Republic) bergabung dengan PBB pada tanggal 24 Oktober 1945 bersama dengan Uni Soviet. Setelah mendeklarasikan kemerdekaannya, Republik Sosialis Soviet Ukraina mengubah namanya menjadi Ukraina pada tanggal 24 Agustus 1991, dan pada tanggal 19 September 1991, Republik Sosialis Soviet Byelorusia memberi tahu PBB bahwa negara tersebut telah mengubah namanya menjadi Belarus.
Georgia bergabung ke PBB pada tanggal 31 Juli 1992.
Republik Arab Bersatu
Mesir dan Suriah (bahasa Inggris: Syria) sama-sama bergabung dengan PBB sebagai anggota asli pada tanggal 24 Oktober 1945. Setelah sebuah plebisit pada tanggal 21 Februari 1958, Republik Arab Bersatu (bahasa Inggris: United Arab Republic) didirikan oleh penyatuan Mesir dan Suriah dan berlanjut sebagai sebuah anggota tunggal. Pada tanggal 13 Oktober 1961, Suriah, setelah kembali statusnya sebagai negara merdeka, meneruskan kembali keanggotaannya yang terpisah di PBB. Mesir masih terus menjadi anggota PBB di bawah nama Republik Arab Bersatu, sampai kembali memakai nama aslinya pada tanggal 2 September 1971. Suriah mengubah namanya menjadi Republik Arab Suriah pada tanggal 14 September 1971.[35]
Yaman dan Republik Demokratik Rakyat Yaman
Yaman (bahasa Inggris: Yemen, disebut juga Yaman Utara atau North Yemen) diterima di PBB pada tanggal 30 September 1947, sedangkan Yaman Selatan (bahasa Inggris: South Yemen atau Southern Yemen) masuk ke PBB pada tanggal 14 Desember 1967, yang kemudian berubah nama menjadi Republik Demokratik Rakyat Yaman (bahasa Inggris: People's Democratic Republic of Yemen) pada tanggal 30 November 1970 (meskipun negara tersebut masih sering dirujuk dengan nama lamanya). Pada tanggal 22 Mei 1990, dua negara tersebut bergabung untuk membentuk Republik Yaman (bahasa Inggris: Republic of Yemen), yang masih berlanjut sebagai anggota tunggal di bawah nama Yaman.[35]
Republik Federal Sosialis Yugoslavia, yang juga disebut sebagai Yugoslavia, bergabung dengan PBB pada tanggal 24 Oktober 1945. Pada tahun 1992, negara tersebut secara resmi terpecah menjadi lima negara merdeka, yang semuanya kemudian diterima di PBB:
Makedonia bergabung dengan PBB pada tanggal 8 April 1993, dan untuk sementara waktu negara tersebut disebut, dalam segala keperluan yang berhubungan dengan PBB, sebagai "Republik Makedonia Bekas Yugoslavia" (bahasa Inggris: The former Yugoslav Republic of Macedonia) sambil menunggu penyelesaian dari persengketaan yang muncul atas nama tersebut.[37] Pada tanggal 13 Februari 2019, negara tersebut memberi tahu PBB bahwa mereka secara resmi telah mengubah namanya, setelah penyelesaian sengketa dengan Yunani, menjadi Makedonia Utara.[38]
Karena perselisihan atas negara-negara penerusnya yang sah, negara anggota "Yugoslavia", yang merujuk pada mantan Republik Federal Sosialis Yugoslavia, masih tetap tercantum di daftar resmi anggota PBB selama bertahun-tahun setelah pembubaran resmi negara tersebut.[35] Setelah penerimaan kelima negara tersebut sebagai anggota baru PBB, "Yugoslavia" dihapus dari daftar resmi anggota PBB.
Pemerintah Republik Federal Yugoslavia, yang didirikan pada tanggal 28 April 1992 oleh sisa-sisa republik dari negara Yugoslavia di Montenegro dan Serbia,[40] mengklaim dirinya sebagai negara penerus yang sah dari bekas Republik Federal Sosialis Yugoslavia.[41] Namun pada tanggal 30 Mei 1992, Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa 757 diberlakukan, di mana resolusi tersebut memberikan sanksi internasional terhadap Republik Federal Yugoslavia karena perannya dalam Peperangan Yugoslavia, dan mencatat bahwa "klaim dari Republik Federal Yugoslavia (Serbia dan Montenegro) untuk secara otomatis melanjutkan keanggotaan bekas Republik Federal Sosialis Yugoslavia di Perserikatan Bangsa-Bangsa secara umum belum diterima,"[42] dan pada tanggal 22 September 1992, Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa A/RES/47/1 diadopsi, di mana resolusi tersebut menganggap bahwa "Republik Federal Yugoslavia (Serbia dan Montenegro) tidak dapat secara otomatis meneruskan keanggotaan bekas Republik Federal Sosialis Yugoslavia di Perserikatan Bangsa-Bangsa," dan oleh karena itu memutuskan bahwa "Republik Federal Yugoslavia (Serbia dan Montenegro) harus mengajukan keanggotaan di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan tidak dapat ikut serta dalam kegiatan-kegiatan Majelis Umum".[43][44] Republik Federal Yugoslavia menolak untuk mematuhi resolusi tersebut selama bertahun-tahun, tetapi setelah pelengseran PresidenSlobodan Milošević dari jabatannya, negara tersebut mengajukan keanggotaan, dan masuk ke PBB pada tanggal 1 November 2000.[39] Pada tanggal 4 Februari 2003, Republik Federal Yugoslavia mengubah nama resminya menjadi Serbia dan Montenegro, setelah pemberlakuan dan penetapan Piagam Konstitusional Serbia dan Montenegro oleh Majelis Republik Federal Yugoslavia.[45]
Atas dasar referendum yang diadakan pada tanggal 21 Mei 2006, Montenegro mendeklarasikan kemerdekaan dari Serbia dan Montenegro pada tanggal 3 Juni 2006. Dalam sebuah surat tertanggal hari yang sama, Presiden Serbia memberi tahu Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa keanggotaan Serbia dan Montenegro di PBB dilanjutkan oleh Serbia, setelah deklarasi kemerdekaan Montenegro, sesuai dengan Piagam Konstitusional Serbia dan Montenegro.[46] Montenegro diterima di PBB pada tanggal 28 Juni 2006.[47]
Suatu Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dikenakan tindakan pencegahan atau pelarangan oleh Dewan Keamanan dapat dikenakan penangguhan hak-hak dan hak-hak istimewanya sebagai Anggota oleh Majelis Umum atas rekomendasi Dewan Keamanan. Penggunaan hak-hak dan hak-hak istimewa tersebut dapat dipulihkan kembali oleh Dewan Keamanan.
Suatu Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa yang senantiasa melanggar Prinsip-prinsip sebagaimana tercantum dalam Piagam, dapat dikeluarkan dari Organisasi oleh Majelis Umum atas rekomendasi Dewan Keamanan.
Sejak organisasi tersebut didirikan, belum ada satu negara anggota pun yang ditangguhkan atau dikeluarkan dari PBB di bawah ketentuan Pasal 5 dan 6. Namun, dalam beberapa kasus, terdapat negara-negara yang ditangguhkan atau dikeluarkan dari keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan PBB dengan alasan selain yang tercantum dalam Pasal 5 dan 6:
Pada tanggal 25 Oktober 1971, Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa 2758 diadopsi, yang mengakui Republik Rakyat Tiongkok menggantikan Republik Tiongkok (sejak 1949 hanya menguasai Taiwan) sebagai perwakilan sah Tiongkok di PBB dan secara de jure mengeluarkan Republik Tiongkok dari PBB pada tahun 1971 (lihat bagian Mantan anggota: Republik Tiongkok). Tindakan ini bukan merupakan pengeluaran negara anggota berdasarkan ketentuan Pasal 6, karena ketentuan tersebut membutuhkan persetujuan Dewan Keamanan dan resolusi tersebut akan menjadi sasaran veto oleh anggota tetapnya, yang meliputi Republik Tiongkok itu sendiri dan Amerika Serikat, yang pada saat itu masih mengakui Republik Tiongkok.[51]
Pada bulan Oktober 1974, Dewan Keamanan mempertimbangkan rancangan resolusi yang merekomendasikan agar Majelis Umum mengeluarkan Afrika Selatan dari PBB, sesuai dengan Pasal 6 Piagam PBB, karena kebijakan-kebijakan apartheidnya.[35] Namun, resolusi tersebut tidak disahkan karena veto dari tiga anggota tetap Dewan Keamanan: Prancis, Britania Raya dan Amerika Serikat. Sebagai tindak lanjut, Majelis Umum memutuskan untuk menangguhkan Afrika Selatan dari keterlibatannya dalam kegiatan sidang ke-29 Majelis Umum pada tanggal 12 November 1974. Namun, Afrika Selatan tidak secara resmi ditangguhkan berdasarkan ketentuan Artikel 5. Penangguhan tersebut berlangsung sampai Majelis Umum menyambut Afrika Selatan kembali untuk berpartisipasi penuh dalam PBB pada tanggal 23 Juni 1994, setelah pemilihan umum demokratis yang sukses dilaksanakan pada awal tahun itu.[52]
Pada tanggal 28 April 1992, Republik Federal Yugoslavia didirikan oleh sisa republik Serbia dan Montenegro dari bekas Republik Federal Sosialis Yugoslavia. Pada tanggal 22 September 1992, Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa A/RES/47/1 diberlakukan, di mana resolusi tersebut menganggap bahwa "Republik Federal Yugoslavia (Serbia dan Montenegro) tidak dapat melanjutkan secara otomatis keanggotaan bekas Republik Federal Sosialis Yugoslavia di Perserikatan Bangsa-Bangsa," dan oleh karena itu memutuskan bahwa "Republik Federal Yugoslavia (Serbia dan Montenegro) harus mengajukan ulang permohonan keanggotaan di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan tidak dapat berpartisipasi di dalam kegiatan Majelis Umum". Negara tersebut tidak mengajukan keanggotaan sampai Slobodan Milošević lengser dari kursi kepresidenan dan negara tersebut masuk pada tanggal 1 November 2000 (lihat bagian Mantan anggota: Yugoslavia).
Sejak PBB berdiri, hanya satu negara anggota (tidak termasuk negara-negara yang bubar atau yang bergabung dengan negara-negara anggota lainnya) yang secara sepihak menarik diri dari PBB. Selama peristiwa konfrontasi Indonesia–Malaysia, dan sebagai tanggapan atas pemilihan Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, dalam surat tertanggal 20 Januari 1965, Indonesia memberi tahu Sekretaris Jenderal PBB bahwa negara tersebut memutuskan "pada tahap ini dan dalam keadaan saat ini" untuk menarik diri dari PBB. Namun, setelah PresidenSoekarno tidak lagi menjabat, dalam sebuah telegram tertanggal 19 September 1966, Indonesia memberi pernyataan kepada Sekjen PBB mengenai keputusan Indonesia "untuk melanjutkan kerja sama penuh dengan PBB dan untuk melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB yang dimulai dengan sidang kedua-puluh-satu Majelis Umum". Pada tanggal 28 September 1966, Majelis Umum PBB menerima keputusan Pemerintahan Indonesia dan Presiden Majelis Umum PBB mengundang perwakilan negara tersebut untuk menduduki kursi mereka di Majelis.[35]
Tidak seperti penangguhan dan pencopotan, tak ada ketentuan khusus yang dibuat dalam Piagam PBB mengenai apakah atau bagaimana sebuah anggota dapat menarik diri secara sah dari PBB (sebagian besar untuk menghindari ancaman penarikan diri yang digunakan sebagai bentuk pemerasan politik, atau untuk menghindari kewajiban-kewajiban merugikan berdasarkan Piagam tersebut, mirip dengan penarikan diri yang melemahkan pendahulu PBB, Liga Bangsa-Bangsa),[51] atau apakah permintaan untuk penerimaan kembali oleh anggota yang sebelumnya menarik diri harus diperlakukan sama dengan permohonan keanggotaan biasa, yaitu membutuhkan persetujuan Dewan Keamanan serta Majelis Umum. Kembalinya Indonesia ke PBB mengisyaratkan bahwa persetujuan tersebut tidak dibutuhkan. Namun, para cendekiawan berpendapat bahwa tindakan yang diambil oleh Majelis Umum tersebut tak sejalan dengan Piagam dari sudut pandang hukum.[53]
Takhta Suci memegang kedaulatan atas negara Kota Vatikan dan menjalin hubungan diplomatik dengan 180 negara lainnya. Negara tersebut telah menjadi negara pengamat sejak tanggal 6 April 1964,[55] dan memperoleh semua hak keanggotaan penuh kecuali memberikan suara (voting) pada tanggal 1 Juli 2004.[56]
Organisasi Pembebasan Palestina mendapat status pengamat sebagai "entitas nonanggota" pada tanggal 22 November 1974.[57] Sebagai bentuk pengakuan terhadap peristiwa proklamasi Negara Palestina oleh Dewan Nasional Palestina pada tanggal 15 November 1988, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa memutuskan bahwa, secara sah pada tanggal 15 Desember 1988, sebutan "Palestina" harus digunakan sebagai ganti "Organisasi Pembebasan Palestina" dalam Sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa.[58] Pada tanggal 23 September 2011, PresidenOtoritas Nasional PalestinaMahmoud Abbas mengajukan permohonan keanggotaan PBB untuk Negara Palestina kepada Sekretaris Jenderal PBBBan Ki-moon,[59][60] numun permohonan tersebut tidak pernah disepakati melalui pemungutan suara oleh Dewan Keamanan PBB. Pada tanggal 31 Oktober 2011, Konferensi Umum UNESCO memutuskan melalui pemungutan suara untuk mengakui Palestina sebagai anggota, yang menjadikannya badan PBB pertama yang mengakui Palestina sebagai anggota penuh.[61] Negara Palestina diakui sebagai "negara nonanggota" pada tanggal 29 November 2012, ketika Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa 67/19 dengan jumlah suara 138 berbanding 9, dengan 41 abstain.[62][63][64] Perubahan status tersebut digambarkan oleh The Independent sebagai "pengakuan de facto atas negara berdaulat Palestina".[65] Pada tanggal 17 Desember 2012, Kepala Protokol PBB Yeocheol Yoon memutuskan bahwa "nama resmi 'Negara Palestina' akan digunakan oleh Sekretariat dalam seluruh dokumen PBB resmi".[54]
Ordo Militer Berdaulat Malta, meskipun bukan merupakan sebuah negara (melainkan merupakan subjek hukum internasional, mirip Takhta Suci minus wilayah berdaulat seperti Kota Vatikan), tetapi memiliki status pengamat di PBB dan memiliki hubungan diplomatik dengan 107 negara.[66][67]
Sejumlah negara juga diberi status pengamat sebelum bergabung dengan PBB sebagai anggota penuh (lihat Pengamat Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk daftar selengkapnya).[68][69][70] Kasus terkini dari sebuah negara pengamat yang menjadi negara anggota adalah Swiss, yang masuk pada tahun 2002.[71]
Lembaga dari Uni Eropa, yaitu Komisi Eropa, mendapat status pengamat di Majelis Umum PBB melalui Resolusi 3208 pada tahun 1974. Perjanjian Lisboa pada tahun 2009 membuat delegasi tersebut mewakili Uni Eropa secara langsung di PBB, bukan lagi melalui Komisi Eropa.[72] Delegasi Uni Eropa tersebut juga memperoleh hak penuh dalam Majelis Umum, kecuali hak suara dan hak mengajukan kandidat, melalui Resolusi Majelis Umum PBB A/RES/65/276 pada 10 Mei 2011.[73] Uni Eropa merupakan satu-satunya pihak nonanggota yang memiliki lebih dari 50 konvensi multilateral dengan PBB, dan dapat ikut serta sebagai anggota penuh dalam segala hal kecuali memberikan suara dalam sejumlah konferensi PBB.[74]
^"FINAL CLAUSES OF MULTILATERAL TREATIES"(PDF). United Nations. 2003. Diakses tanggal 2016-04-25. Hence, instruments received from the Taiwan Province of China will not be accepted by the Secretary-General in his capacity as depositary.
^ abDamm, Jens; Lim, Paul (2012). European Perspectives on Taiwan. Springer Science+Business Media. hlm. 160–63. By mid 2009, 16 applications for membership on behalf of Taiwan had been sent to the UN, but, in each of these cases, the General Assembly's General Committee, which sets the Assembly's agenda, decided against even raising the question during the Assembly's session.
^"Member States". United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-22. Diakses tanggal 2019-04-28.