EU Energy Union Strategy (bahasa Indonesia: Strategi Persatuan Energi) untuk negara-negara Uni Eropa diterbitkan pada Februari 2015 oleh Komisi Eropa, mereka bekerjasama dalam bidang komunikasi di interkoneksi jaringan listrik. Berfokus pada keamanan energi, menyelesaikan masalah internal pasar energi, efisiensi energi, dekarbonisasi, serta penelitian dan inovasi. Strategi Persatuan Energi menetapkan pendekatan holistik yang bertujuan untuk berkoordinasi dan mengintegrasikan kebijakan energi Uni Eropa dan negara-negara anggotanya, jauh melampaui Usulan Donald Tusk 2014 yang berfokus pada keamanan pasokan gas. Implementasi strategi akan membutuhkan beberapa bagian baru dari undang-undang UE, menjadi diadopsi oleh Parlemen dan Dewan Eropa di bawah prosedur legislatif biasa. Para ahli dan pemangku kepentingan umumnya menyambut strategi ini, tetapi beberapa melihat konflik antara sistem dekarbonisasi energi dan pembangunan pipa dan infrastruktur lainnya untuk mendukung pasokan gas UE.[1][2]
Latar belakang
Situasi energi UE
Total konsumsi energi primer Uni Eropa berdasarkan bahan bakar pada tahun 2017[3]
UE bergantung pada impor energi - Pada 2013 53% dari konsumsi energinya berasal dari impor. Dua pertiga dari gas alam dan 85% minyak adalah impor. Keamanan pasokan energi menjadi perhatian penting bagi negara-negara anggota yang memiliki sedikit sumber energi asli dan bergantung pada satu pemasok. Revolusi kecil di Amerika Serikat telah mengakibatkan harga gas dan listrik yang lebih murah, memberikan industri AS keunggulan kompetitif atas perusahaan yang berbasis di Eropa. Laporan tahun 2014 tentang harga dan biaya energi menunjukkan bahwa biaya energi lebih tinggi di UE. Kenaikan harga listrik sebagian besar didorong oleh pajak dan retribusi, dan biaya jaringan.[4]
Konflik Ukraina, sanksi UE atas Rusia dan pembatalan pipa South Stream telah menimbulkan kekhawatiran keamanan pasokan gas.[4]
Kebijakan energi dan iklim Uni Eropa
Kerjasama energi di Eropa telah terjadi sejak awal, dengan pembentukan Masyarakat Batu Bara dan Baja Eropa pada tahun 1952 dan Komunitas Energi Atom Eropa (Euratom) pada tahun 1957. Pasar internal untuk listrik dan gas di Uni Eropa didirikan melalui tiga paket liberalisasi pasar (diadopsi pada tahun 1990, 2003 dan 2009). Disisi lain UE berkomitmen andil dalam membatasi pemanasan global. Tujuan jangka panjang UE adalah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) UE sebesar 80-95% pada tahun 2050. Untuk periode hingga 2020, target UE - ditetapkan dalam paket iklim dan energi 2009 - adalah untuk pengurangan 20% emisi GRK, 20% pangsa pasar untuk sumber energi terbarukan, dan peningkatan 20% dalam efisiensi energi. Untuk periode 2020-30, Dewan Eropa mendukung pengurangan emisi GRK setidaknya 40%, target 27% untuk sumber energi terbarukan (bagian dari semua sumber energi, wajib di tingkat UE) dan target tidak wajib untuk (meningkatkan) efisiensi energi sebesar 27%.[4]
Membangun persatuan energi
Prioritas utama Komisi Juncker (2014-2019), bertujuan membangun persatuan energi bagi kosumen anggota UE -rumah tangga dan bisnis- yang aman, berkelanjutan, kompetitif, dan terjangkau. Persatuan energi membangun lima dimensi yang saling terkait erat dan saling menguatkan yakni:[4]
Keamanan, solidaritas, dan kepercayaan -Diversifikasi sumber energi Eropa dan memastikan keamanan energi melalui solidaritas dan kerja sama antara negara-negara UE-
Pasar energi internal yang terintegrasi penuh -Memungkinkan aliran energi bebas melalui UE melalui infrastruktur yang memadai dan tanpa hambatan teknis atau peraturan-
Efisiensi energi -Peningkatan efisiensi energi akan mengurangi ketergantungan pada impor energi, menurunkan emisi, dan mendorong pekerjaan dan pertumbuhan-
Tindakan iklim, menghilangkan karbon ekonomi -Uni Eropa berkomitmen untuk ratifikasi cepat Perjanjian Paris dan mempertahankan kepemimpinannya di bidang energi terbarukan-
Penelitian, inovasi, dan daya saing -Mendukung terobosan dalam teknologi rendah karbon dan energi bersih dengan memprioritaskan penelitian dan inovasi untuk mendorong transisi energi dan meningkatkan daya saing.-
Rencana teknologi strategis
Rencana SET terintegrasi mengidentifikasi sepuluh tindakan untuk penelitian dan inovasi. Rencana tersebut memiliki struktur tata kelola keseluruhan untuk mengukur indikator kinerja utama (KPI), termasuk tingkat investasi atau pengurangan biaya.[5]
Mengintegrasikan teknologi terbarukan dalam sistem energi
Pada Oktober 2014 Dewan Eropa menyepakati Kerangka 2030 baru untuk iklim dan energi, termasuk target dan tujuan kebijakan Uni Eropa untuk periode antara 2020 dan 2030. Target ini bertujuan untuk membantu UE mencapai sistem energi yang lebih kompetitif, aman dan berkelanjutan. dan untuk memenuhi target pengurangan gas rumah kaca jangka panjang 2050. Angka-angka untuk energi terbarukan dan efisiensi energi kemudian meningkat dalam konteks Energi Bersih untuk semua paket Eropa. Tujuan dari strategi ini adalah untuk mengirim sinyal kuat ke pasar, mendorong investasi swasta dalam jaringan pipa baru, jaringan listrik, dan teknologi rendah karbon. Sasaran didasarkan pada analisis ekonomi menyeluruh yang mengukur cara mencapai dekarbonisasi pada tahun 2050 dengan cara yang hemat biaya. Biaya untuk memenuhi target tidak jauh berbeda dari harga yang harus dibayarkan untuk mengganti sistem energi lama. Efek finansial utama dari dekarbonisasi adalah mengalihkan pengeluaran kita dari sumber bahan bakar dan menuju teknologi rendah karbon.[6]
Strategi energi 2020
Pada tahun 2020, UE bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca setidaknya 20%, meningkatkan pangsa energi terbarukan hingga setidaknya 20% dari konsumsi, dan mencapai penghematan energi 20% atau lebih. Semua negara UE juga harus mencapai bagian 10% dari energi terbarukan di sektor transportasi mereka. Melalui pencapaian target-target ini, UE dapat membantu memerangi perubahan iklim dan polusi udara, mengurangi ketergantungannya pada impor bahan bakar fosil, dan menjaga energi tetap terjangkau bagi konsumen dan bisnis. Untuk memenuhi target, Strategi Energi 2020 menetapkan lima prioritas:[7]
Menjadikan Eropa lebih hemat energi dengan mempercepat investasi ke dalam bangunan, produk, dan transportasi yang efisien. Ini termasuk langkah-langkah seperti skema pelabelan energi, renovasi bangunan publik, dan persyaratan ecodesign untuk produk yang intensif energi.
Membangun pasar energi pan-Eropa dengan membangun jalur transmisi, jaringan pipa, terminal LNG, dan infrastruktur lainnya yang diperlukan. Skema keuangan dapat disediakan untuk proyek-proyek yang kesulitan mendapatkan pendanaan publik. Pada 2015, tidak ada negara Uni Eropa yang harus diisolasi dari pasar internal.
Melindungi hak-hak konsumen dan mencapai standar keselamatan tinggi di sektor energi. Ini termasuk memungkinkan konsumen untuk dengan mudah beralih pemasok energi, memantau penggunaan energi, dan menyelesaikan keluhan dengan cepat.
Menerapkan Rencana Teknologi Energi Strategis - strategi UE untuk mempercepat pengembangan dan penyebaran teknologi rendah karbon seperti tenaga surya, smart grid, dan penangkapan dan penyimpanan karbon.
Mengejar hubungan baik dengan pemasok luar negeri energi dan negara transit energi UE. Melalui Komunitas Energi, UE juga berupaya mengintegrasikan negara-negara tetangga ke pasar energi internalnya.
Strategi energi 2030
Pengurangan 40% dalam emisi gas rumah kaca dibandingkan dengan tingkat tahun 1990
setidaknya bagian 32% dari konsumsi energi terbarukan, dengan klausa revisi ke atas untuk 2023
target indikatif untuk peningkatan efisiensi energi di tingkat UE minimal 32,5%, sebagai lanjutan dari target 20% yang ada untuk tahun 2020
mendukung penyelesaian pasar energi internal dengan mencapai target interkoneksi listrik yang ada sebesar 10% pada tahun 2020, dengan tujuan untuk mencapai 15% pada tahun 2030. Untuk memenuhi target, Komisi Eropa telah mengusulkan:[6]
Skema perdagangan emisi Uni Eropa yang direformasi (ETS)
Indikator baru untuk daya saing dan keamanan sistem energi, seperti perbedaan harga dengan mitra dagang utama, diversifikasi pasokan, dan kapasitas interkoneksi antara negara-negara UE
Gagasan pertama tentang sistem tata kelola baru berdasarkan rencana nasional untuk energi yang kompetitif, aman, dan berkelanjutan. Rencana ini akan mengikuti pendekatan UE bersama. Memastikan kepastian investor yang lebih kuat, transparansi yang lebih besar, peningkatan koherensi kebijakan dan peningkatan koordinasi di seluruh UE.
Strategi energi 2050
UE telah menetapkan sasaran jangka panjang pada tahun 2050 untuk mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 80-95%, jika dibandingkan dengan tingkat tahun 1990. Target pengurangan gas rumah kaca juga meningkatkan daya saing dan keamanan pasokan energi. Untuk mencapai tujuan ini, investasi yang signifikan perlu dilakukan dalam teknologi rendah karbon baru, energi terbarukan, efisiensi energi, dan infrastruktur jaringan. Karena investasi dilakukan untuk jangka waktu 20 hingga 60 tahun, kebijakan yang mempromosikan iklim bisnis yang stabil yang mendorong investasi rendah karbon harus mulai sesegera mungkin.[8]
Hambatan
Keseimbangan sumber energi dengan penggunaan energi menjadi kendala, sumber energi yang digunakan haruslah memenuhi kriteria tertentu. Misalnya pada pemenuhan energi listrik, pemenuhan listrik menggunakan energi terbarukan bisa dikatakan lebih lambat daripada bahan bakar konvensional. Masalah pemerataan energi, ketika negara-negara konsumen listrik mencapai beban puncak maka negara-negara minor akan mengalami pemadaman, hal tersebut terjadi akibat sempitnya wilayah dan potensi energi, adapun upaya mengatasi hal tersebut dengan pembangkit terdistribusi, efisiensi energi, panel surya, dan lain-lain. Keamanan terhadap serangan berbahaya dan ancaman siber menjadi merupakan hal penting dalam distribusi energi, masalah perdistribusian melewati batas antar negara, total distribusi per negara, harga di konsumen. Masalah utama dari strategi persatuan energi ini yakni biaya, dimana pemenuhan pembangunan transmisi, kemananan sistem, pemeliharaan dengan jaringan listrik seluas benua Eropa membutuhkan biaya yang tidak sedikit[9]
Ketergantungan Uni Eropa terhadap energi gas sangat tinggi, dimana Rusia sebagai pengimpor terbesar, namun disisi lain konflik Ukraina-Rusia belum mencapai titik akhir, sanksi Uni Eropa terhadap Rusia sangat mempengaruhi pasokan gas. Disisi lain ketergantungan terhadap energi nuklir belum bisa dihilangkan bahkan direncanakan ditambah guna menghilangkan ketergantungan terhadap energi konvensional, namun disisi lain muncul penolakan ditengah masyarakat, keamanan pembangkit nuklir menjadi isu serius di masyarakat.[9][10]