Jatirogo adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibu kotanya terletak di Wotsogo.[5] Meskipun letaknya di tengah hutan, tetapi Jatirogo merupakan kota kecamatan yang paling ramai di antara kecamatan lain. Di Jatirogo juga berdiri RSUD R. Ali Manshur yang menjadi RSUD kedua yang melayani Kabupaten Tuban bagian selatan yang baru diresmikan pada November 2019.[6]
Jalur kereta api di Pulau Jawa mengalami penyusutan panjang sejak tahun 70-an, dengan proses penonaktifan jalur yang paling banyak terjadi pada tahun 70-an hingga 80-an, dan sebagian lainnya pada tahun 90-an. Salah satu jalur yang bertahan hingga penghujung abad ke-20 adalah jalur cabang dari Stasiun Bojonegoro ke Jatirogo, Tuban.
Jalur Lasem - Jatirogo menghubungkan Kota Lasem di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, dengan Kota Jatirogo di Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Jalur ini merupakan bagian dari lintas Semarang - Rembang - Bojonegoro yang mengalami masa kejayaan pada zaman Hindia Belanda. Jalur ini dibangun oleh Samarang-Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) dalam beberapa tahap: Lasem - Pamotan diselesaikan pada tahun 1914, dan Pamotan - Jatirogo pada tahun 1919. Lanjutan jalur dari Jatirogo ke Bojonegoro dibangun oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) pada pertengahan tahun 1919.
Stasiun yang berlokasi di Desa Wotsogo, Kecamatan Jatirogo, ini merupakan karya pamungkas proyek SJS yang menghubungkan jalur kereta api NIS. Buku berjudul Jarak Antarstasiun dan Perhentian terbitan Dirjen Perkeretaapian Indonesia menerangkan bahwa sebelumnya SJS hanya membangun jalur rel Lasem-Pamotan-Jatirogo yang selesai pada 20 Februari 1919. Perpanjangan jalur menuju Bojonegoro yang dikerjakan oleh NIS selesai pada 1 Mei 1919.
Pada masa SJS, jalur ini banyak digunakan untuk mengangkut hasil tambang galian C di Perbukitan Kendeng, kayu jati, dan hasil bumi lainnya, selain juga untuk angkutan penumpang, bahkan setelah kemerdekaan. Selama pengoperasiannya, jalur ini didominasi oleh kereta pengangkut pasir kuarsa dari daerah sekitar seperti Pegunungan Kendeng Utara. Aktivitas kereta barang di jalur ini sangat sibuk, dengan empat perjalanan pulang-pergi setiap hari, sementara kereta penumpang hanya satu kali pulang-pergi. Tempat penampungan sementara pasir kuarsa berlokasi di bekas depo kereta di barat Stasiun Jatirogo, sering kali membentuk bukit dari banyaknya pasir yang ditampung. Sebagian besar hasil tambang ini kemudian dikirim untuk memenuhi kebutuhan industri semen di Jawa Tengah, dengan rute dari Jatirogo ke Bojonegoro dan kemudian ke Cilacap.
Surat kabar De Locomotif edisi 1 Mei 1919 mengkritik pembangunan jalur tersebut, menyebutnya sebagai "lintasan yang terkutuk" dan "sebuah dosa sejarah penderitaan" karena dianggap merusak lingkungan alam dan pertanian. Jalur ini merupakan salah satu jalur cabang terakhir yang ditutup pengoperasiannya pada masa Perumka tahun 1992 karena kurangnya perawatan, menurunnya okupansi, dan mismanajemen. Pada tahun 1998, Indonesia dilanda krisis moneter, dan Stasiun Jatirogo terdampak secara finansial hingga dinonaktifkan. Jalur Jatirogo - Bojonegoro tetap aktif untuk kereta barang hingga tahun 2001, ketika stok pasir kuarsa semakin menipis dan pengangkutan dengan kereta tidak lagi efektif. Fungsi kereta barang kemudian digantikan oleh truk.[7][8][9]
Jatirogo merupakan kota kecamatan yang paling ramai kedua di Kabupaten Tuban setelah Kecamatan Tuban. Dan paling ramai diantara kecamatan lain. Luas Wilayah Kecamatan Jatirogo (Total Area by Subdistrict in Tuban Regency). dengan Luas 111,98 km. Tinggi Wilayah Jatirogo di atas Permukaan Laut (DPL) menurut Kabupaten Tuban dengan Tinggi +66 Meter. dengan jarak tempuh perjalanan ke Kabupaten Tuban sejauh 56 Km.
Batas wilayah Kecamatan Jatirogo:[2]
Kecamatan Jatirogo terdiri dari 18 desa yaitu:
Pada semester 1 tahun 2024, jumlah penduduk Kecamatan Jatirogo menurut Data Kementerian Dalam Negeri sebanyak 58.547 jiwa. Terdapat 20.048 Kepala Keluarga (KK), perpindahan penduduk sebanyak 202 jiwa, serta terdapat 25 jiwa yang meninggal dunia. Selain itu, dirincikan penduduk menurut jenis kelamin dengan laki-laki sebanyak 29.44 jiwa dan perempuan sebanyak 29.103 jiwa.
Kemudian status pernikahan di Kecamatan Jatirogo pada tahun yang sama, menunjukkan terdapat 21.225 jiwa yang belum menikah, 31.914 jiwa yang sudah menikah, 1.407 jiwa yang berstatus cerai hidup, dan 4.001 jiwa yang berstatus cerai mati.
Menurut data Kementerian Dalam Negeri semester 1 tahun 2024, sebanyak 99,1% penduduk Kecamatan Jatirogo menganut agama Islam. Kemudian penduduk yang beragama Kristen sebanyak 0,67%, dimana Protestan sebanyak 0,4% dan Katolik sebanyak 0,27%. Selebihnya penduduk yang berkepercayaan terhadap Tuhan YME sebanyak 0,08%. Untuk sarana rumah ibadah, terdapat 19 masjid, 8 mushola, 3 gereja Protestan, dan 1 gereja katolik.
Data dari Kementerian Dalam Negeri pada Juni 2024, menjelaskan bahwa mayoritas penduduk Kecamatan Jatirogo bermata pencarian sebagai wiraswasta dengan 18,5% dari jumlah keseluruhan penduduk. Diikuti oleh penduduk yang mengurus rumah tangga (IRT) dengan 17,1%. Paling sedikit, penduduk bermata pencaharian sebagai nelayan sebanyak 0,02%.[10]
Dibidang pariwisata Jatirogo memiliki Danau Taman Sari yang dikelilingi pegunungan dan persawahan dengan harga Rp. 10.000, kemudian terdapat hutan pinus milik Perum Perhutan KPH Jatirogo dengan harga tiket Rp.10.000, dan kampung adat Jatirogo dengan harga tiket Rp. 5.000.[12][13]
Menurut Data Kementerian Dalam Negeri pada Juni 2024, disebutkan kebanyakan tingkat pendidikan penduduk Kec. Jatirogo yakni lulusan SD sebanyak 35,5%, diikuti SLTP sebanyak 18%, dan yang paling sedikit yakni S3 sebanyak 0,003%. Selain itu, fasilitas pendidikan di Kecamatan Jatirogo mencakup SMA Negeri 1 Jatirogo, SMK Negeri 1 Jatirogo, SMP Negeri 1 Jatirogo, SMP Negeri 2 Jatirogo, MA Ullumiyah, SDIT Al-Uswah, dan lain-lain.
|access-date=
Artikel bertopik kecamatan di Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.