Isi kalimat dari Tugu Sawangan yang diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda. Y (Apa ini?)
Terjemahan:
Tugu Sawangan
"Disini tentara NICA Belanda pada bulan November 1945 sudah dimusnahkan oleh para pemuda TKR dan masyarakat di daerah Sawangan pada perang kemerdekaan."
Perhatian: untuk penilai, halaman pembicaraan artikel ini telah diisi sehingga penilaian akan berkonflik dengan isi sebelumnya. Harap salin kode dibawah ini sebelum menilai.
Pengaruh bahasa Sunda di Kota Depok saat ini bermula pada masa kekuasaan Kerajaan Sunda yang berpusat di Pakuan Pajajaran; meliputi wilayah Kota Depok sekarang. Pada masa itu, Depok dihuni dan ditinggali oleh penduduk pribumi suku Sunda yang bertutur menggunakan bahasa Sunda Kuno.[5] Salah satu bukti kuat terhadap pengaruh Sunda di Depok dapat dilihat dari toponimi yang menggunakan bahasa Sunda. Menurut Lilie Suratminto, kata "Depok" merupakan bahasa Sunda yang berasal dari kata padepokan; berarti 'pertapaan'. Hal ini merujuk bahwa Depok sebagai tempat pertapaan.[6]
Sekitar tahun 1960-an, penduduk Betawi di Jakarta, khususnya yang mendiami kawasan Senayan bermigrasi ke daerah selatan dari Jakarta akibat dari pengalihfungsian lahan pemukiman penduduk untuk pembangunan Stadion Utama Senayan pada masa Orde Lama. Mereka umumnya memilih bermukim di daerah Kabupaten Bogor, termasuk halnya Depok yang saat itu berstatus kecamatan.[7] Urbanisasi besar-besaran pada saat itu mempengaruhi pergeseran budaya dan bahasa di Depok yang sebelumnya didominasi oleh Sunda menjadi Betawi.[8] Karena adanya pertemuan dua bahasa tersebut, bahasa Betawi banyak mendapat pengaruh kosakata dalam bahasa Sunda.[9][10]
Setelah pemekaran Kota Depok dari Kabupaten Bogor pada tahun 1999, bahasa dan kebudayaan Sunda semakin tersisihkan setelah sejarawan dan pemerintah Kota Depok menyatakan bahwa bahasa dan kebudayaan Depok adalah Betawi.[11] Bahkan, pemerintah Kota Depok juga mempertimbangkan untuk menjadikan bahasa Betawi sebagai muatan lokal di Depok menggantikan bahasa Sunda.[12] Saat ini, hanya tersisa beberapa kelurahan di bagian timur Kota Depok yang penduduk aslinya masih menggunakan bahasa Sunda.[3]
Polemik muatan lokal
Bahasa Sunda adalah muatan lokal di Kota Depok, penetapan bahasa Sunda sebagai muatan lokal di Kota Depok ini menuai banyak polemik. Banyak tokoh budayawan maupun sejarawan Depok yang menolak hal tersebut, salah satunya Nur Mahmudi Ismail, dalam Festival Seni Budaya tahun ke-5 Kota Depok ia menyatakan usulan agar muatan lokal bahasa Sunda tidak diwajibkan. Ia juga menuturkan bahwa Kota Depok termasuk zona Melayu Betawi, sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2006 bahwa Provinsi Jawa Barat itu terbagi tiga zona budaya, yaitu zona Melayu Betawi, Priangan, dan Jawa Sawareh (Jawareh).[13]
Penggunaan
Selain menjadi muatan lokal di Kota Depok, bahasa Sunda juga digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Sunda di Depok, meskipun penggunaannya termasuk sedikit jika dibandingkan penutur bahasa Indonesia dan Betawi. Menurut Sensus Penduduk Indonesia 2010, bahasa Sunda hanya dituturkan oleh 2,80% (sekitar 48.500 penutur) saja dari total penduduk Kota Depok. Kebanyakan penutur bahasa Sunda umumnya terkonsentrasi di sebelah timur Kota Depok, yakni di Kecamatan Tapos, terutama Kelurahan Leuwinanggung dan Cimpaeun.[1][2][14]