Suku Mandailing

Batak Mandailing
Halak Mandailing
ᯄᯞᯄ᯦᯲ᯔᯉ᯲ᯑᯤᯞᯪᯰ
Jumlah populasi
± 1.500.000
Daerah dengan populasi signifikan
Sumatera Utara1.035.000
Sumatera Barat214.000
Riau210.000
DKI Jakarta30.000
Kepulauan Riau11.000
 Malaysia5.400[1]
Bahasa
Bahasa Batak Mandailing
Agama
Kelompok etnik terkait
Sopo Godang Pakantan.
Foto pasangan Batak Mandailing dari daerah Pakantan, Mandailing Natal.

Etimologi

Masyarakat sedang menganyam tikar dan menumbuk padi di Pakantan.

Secara etimologi, nama Mandailing berasal dari kata "Mandala Holing", yakni sebuah federasi yang pernah hadir di daerah Tapanuli Selatan pada abad ke-12. Kata ini tertera dalam Surat Tumbaga Holing (Serat Tembaga Kalinga). Sebagian sosiolog juga berpendapat bahwa asal kata Mandailing berasal dari kata "mande hilang" dari bahasa Minangkabau yang berarti "ibu yang hilang".[2]

Batak Mandailing merupakan salah satu kelompok etnik pribumi yang menghuni daerah selatan Provinsi Sumatera Utara. Mereka pernah berada di bawah pengaruh Kaum Padri dari Minangkabau, sehingga secara kultural etnis ini dipengaruhi oleh budaya agama Islam.[3] Sebagian kecil etnis ini juga bermukim di Selangor dan Perak, Semenanjung Malaysia.

Sejarah Batak Mandailing

Pada abad ke-12 terdapat sebuah kerajaan di wilayah Mandailing yang merupakan bagian dari federasi Kerajaan Kalingga. Wilayah kekuasaan kerajaan ini meliputi kawasan dari Portibi hingga Panyabungan. Dalam Kitab Nagarakertagama yang ditulis oleh Empu Prapañca, disebutkan bahwa ekspedisi Majapahit pada tahun 1365 telah mencapai wilayah Mandailing.

Pemukiman awal masyarakat etnis Batak Mandailing diperkirakan berada di sepanjang aliran Sungai Batang Gadis, yang bermula dari Gunung Kulabu dan bermuara ke Samudra Hindia. Dugaan ini diperkuat oleh riwayat marga-marga Batak Mandailing yang menghubungkan kehidupan nenek moyang mereka dengan sungai tersebut. Sebagai contoh, marga Lubis dikaitkan dengan tokoh leluhur Si Baitang dan Silangkitang, sedangkan marga Nasution berasal dari keturunan Si Baroar. Demikian pula, marga Rangkuti dan Pulungan memiliki asal-usul yang terkait dengan wilayah hilir Sungai Batang Gadis. Komunitas-komunitas ini dipimpin oleh kepala etnis yang bersifat otonom, sehingga setiap kelompok memiliki adat dan hukum tersendiri. Kawasan Mandailing Julu dikenal sebagai wilayah pemukiman utama marga Lubis, sedangkan Mandailing Godang menjadi tempat tinggal kelompok marga Nasution, Rangkuti, dan Pulungan.

Pada paruh pertama abad ke-19, wilayah Sumatera Barat dilanda Perang Padri, yang dipimpin oleh kelompok ulama puritan. Konflik ini meluas hingga ke wilayah Mandailing dan mencapai kawasan sekitar Danau Toba. Akibat serangan tersebut, banyak masyarakat Batak Mandailing yang dibawa ke Pasaman untuk dipekerjakan, sementara sebagian lainnya bermigrasi ke Riau hingga Semenanjung Malaya. Di Semenanjung Malaya, masyarakat Mandailing dipimpin oleh Raja Asal beserta keponakannya, Raja Bilah, yang bekerja sama dengan Sutan Puasa dalam Perang Klang pada periode 1866–1873. Setelah pasukan Padri berhasil dikalahkan oleh Belanda, wilayah Mandailing dimasukkan ke dalam administrasi Sumatra's Westkust yang berpusat di Padang. Pada pertengahan abad ke-19, Belanda membangun benteng pertahanan di Singengu dan Kotanopan. Hingga masa pendudukan Jepang, Belanda hanya menempatkan seorang kontrolir di Mandailing, yaitu di Kotanopan.

Marga di Batak Mandailing

  1. Babiat
  2. Batubara
  3. Baumi
  4. Dalimunte
  5. Daulay
  6. Harahap
  7. Hasibuan
  8. Lintang
  9. Lubis
  10. Mardia
  11. Matondang
  12. Nasution
  13. Parinduri
  14. Pulungan
  15. Rambe
  16. Rangkuti
  17. Tanjung

Kepercayaan Batak Mandailing

Mayoritas masyarakat Batak Mandailing menganut agama Islam yang penyebarannya dipengaruhi oleh Kaum Padri pada abad ke-19. Sebagaimana sebagian besar masyarakat di Nusantara, komunitas ini mengikuti mazhab Syafi'i dalam praktik keagamaannya.

Sebagian kecil masyarakat Batak Mandailing menganut agama Kristen. Penyebaran agama Kristen di wilayah Mandailing pertama kali terjadi di daerah Pakantan pada tahun 1821 melalui misionaris yang berasal dari Swiss dan Rusia. Oleh karena itu, gereja tertua di wilayah Tapanuli berada di Huta Bargot. Pada masa kini, umat Kristen di kalangan masyarakat Batak Mandailing diperkirakan hanya berjumlah sekitar 1% dari total populasi. Hampir seluruh masyarakat Batak Mandailing yang menganut agama Kristen menjadi bagian dari sinode Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA), bersama dengan masyarakat Batak Angkola yang juga beragama Kristen. Kesamaan budaya antara masyarakat Batak Angkola dan Batak Mandailing memungkinkan keduanya berada di bawah sinode gereja yang sama.

  1. ^ viva.co.id Didata Malaysia, Tor-tor Tetap Milik Tapanuli Diarsipkan 2012-07-21 di Archive.is
  2. ^ Edi Nasution, Tulila: muzik bujukan Mandailing, 2007
  3. ^ Christine Dobbin, Islamic Revivalism in a Changing Peasant Economy: Central Sumatra, 1784–1847; 1983

Strategi Solo vs Squad di Free Fire: Cara Menang Mudah!