Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Sri Sultan Hamengku Bawana Ingkang Jumeneng Kasepuluh, Suryaning Mataram, Senapati Ing Ngalaga, Langgenging Bawana Langgeng, Langgenging Tata Panatagama Ing Ngayogyakarta Hadiningrat
GKR Anom (almh) lahir BRAjG Sri Murhanjati KPH Hadibrata (alm) lahir Kolonel Budi Permana
GBRAy Murdokusumo lahir BRAj Sri Murdiyatun KRT Murdokusumo (alm)
GBRAy Riyokusumo lahir BRAj Sri Kuswarjanti
GBRAy Darmokusumo lahir BRAj Sri Muryati KRT Darmokusumo (alm)
GBRAy Padmokusumo lahir BRAj Sri Kusuladewi KRT Padmokusumo
KGPH Hadikusumo (alm) lahir BRM Murtyanta BRAy Hadikusumo lahir Dr. Sri Hardani
KGPH Hadiwinoto (alm) lahir BRM Ibnu Prastowo BRAy Hadiwinoto lahir Aryuni Utari
GBPH Hadisuryo lahir BRM Kaswara BRAy Hadisuryo lahir Andinidevi
GBPH Prabukusumolahir BRM Harumanto BRAy Prabukusumo (almh) lahir Kuswarini
GBPH Joyokusumo (alm) lahir BRM Sumyandana BRAy Joyokusumo lahir Nuraida
GBPH Pakuningrat lahir BRM Anindita
GBPH Yudhaningratlahir BRM Sulaksmana BRAy Yudhaningrat lahir Rr Endang Hermaningrum
GBPH Candraningrat lahir BRM Habirama BRAy Candraningrat lahir Hery Iswanti
GBPH Cakraningrat (alm) lahir BRM Prasasta BRAy Cakraningrat lahir Laksmi Indra Suharjana
GBPH Suryodiningrat lahir BRM Arianta BRAy Suryodiningrat lahir Farida Indah
GBPH Suryomataram lahir BRM Sarsana BRAy Suryomataram lahir Safarina Malik
GBPH Hadinegoro lahir BRM Harkamaya BRAy Hadinegoro lahir Iceu Cahyani
GBPH Suryonegoro lahir BRM Swatindra BRAy Suryonegoro (almh)
Masa kecil
Hamengkubuwana X lahir dengan nama BRM Herjuno Darpito. Setelah dewasa bergelar KGPH Mangkubumi dan setelah diangkat sebagai putra mahkota diberi gelar KGPAA Hamengku Negara Sudibyo Rajaputra Nalendra ing Mataram.
Saat menginjak usia dewasa, BRM Herjuno Darpito dinobatkan sebagai putra mahkota oleh ayahnya dengan diberi gelar sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Harya (K.G.P.H.) Mangkubumi, penobatan tersebut menandai bahwa dia telah dikukuhkan menjadi penerus sukesi selanjutnya untuk Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat setelah ayahnya. Setelah pengangkatannya sebagai putra mahkota, KGPH Mangkubumi diberi gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (K.G.P.A.A.) Hamengku Negara Sudibyo Rajaputra Nalendra ing Mataram.[3][4][5]
Penobatan Hamengkubuwana X sebagai Sultan sekaligus Raja Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dilaksanakan di Keraton Yogyakarta pada tanggal 7 Maret 1989 (dalam kalender Jawa: Selasa Wage 19 Rajab 1921) dengan gelar resmi penguasa Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sadasa ing Ngayogyakarta Hadiningrat. Sekitar 2.000 tamu undangan dan ratusan abdi dalem terlibat dalam acara ini.[3][4][5]
Setelah Sabda raja pertama yang diucapkan di Siti Hinggil Keraton Yogyakarta pada 30 April 2015, gelar Sultan sebelumnya mengalami perubahan menjadi Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Sri Sultan Hamengku Bawono ingkang Jumeneng Kasepuluh Suryaning Mataram Senopati-ing-Ngalaga Langgeng ing Bawana, Langgeng, Langgeng ing Tata Panatagama. Sabda raja tersebut menimbulkan kontroversi di antara para kerabat bangsawan dan masyarakat Yogyakarta sehingga memunculkan Polemik sabda raja Yogyakarta 2015.[4][6][7]
Kegiatan organisasi
Hamengkubuwana X aktif dalam berbagai organisasi dan pernah memegang berbagai jabatan diantaranya adalah ketua umum Kadinda DIY, ketua DPD Golkar DIY, ketua KONI DIY, Dirut PT Punokawan yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi, Presiden Komisaris PG Madukismo, dan pada bulan Juli1996 diangkat sebagai Ketua Tim Ahli Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada 2010, bersama dengan ketua umum Partai NasDemSurya Paloh, Hamengkubuwana X mencetuskan pendirian Nasional Demokrat.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Setelah Paku Alam VIII meninggal dunia, dan melalui beberapa perdebatan, pada 1998 ia ditetapkan sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dengan masa jabatan 1998-2003. Dalam masa jabatan ini Hamengkubuwana X tidak didampingi Wakil Gubernur. Pada tahun 2003 ia ditetapkan lagi, setelah terjadi beberapa pro-kontra, sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta untuk masa jabatan 2003-2008. Kali ini ia didampingi Wakil Gubernur yaitu Paku Alam IX.
"Kota kita tidak memerlukan kata pujian yang berlebihan. Dia hanya perlu sentuhan kasih dari hati nurani kita." (Kutipan dari Monumen Tapak Prestasi, Yogyakarta)
Gempa Yogyakarta
Pada masa kepemimpinannya, Yogyakarta mengalami gempa bumi yang terjadi pada bulan Mei 2006 dengan skala 5,9 skala richter atau 6,3 magnitudo yang menewaskan lebih dari 6.000 orang dan melukai puluhan ribu orang lainnya.
Kiprah nasional
Pada peringatan hari ulang tahunnya yang ke-61 di Pagelaran Keraton pada 7 April2007, Hamengkubuwana X menegaskan tekadnya untuk mulai berkiprah di kancah nasional. Ia akan menyumbangkan pemikiran dan tenaganya untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia.
Gelar dan Tanda kehormatan
Pada 27 Desember2011, ia menerima gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa) dari Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta. Gelar tersebut karena kiprahnya dalam seni dan budaya, terutama seni pertunjukan tradisi dan kontemporer sejak 1989.[8][9]
Sultan Hamengkubuwana X menghadapi persoalan terkait penerusnya karena tidak memiliki anak laki-laki. Masalah ini mengemuka ketika terjadi pembahasan Raperda Istimewa tentang Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur sampai Sultan Hamengkubuwana X secara mendadak mengeluarkan Sabdatama pertama[14] pada 6 Maret2015. Dalam UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta Pasal 18 ayat (1) huruf m disebutkan bahwa salah satu syarat menjadi gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta adalah "menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat, antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak;" yang dianggap hanya memberikan kesempatan kepada laki-laki untuk menjadi kandidat Sultan selanjutnya.
Pada akhirnya, Hamengkubuwana X memutuskan mengeluarkan Sabdaraja yang diucapkan pada tanggal 30 April2015[15] dan Dhawuhraja pada tanggal 5 Mei2015. Sabdaraja tersebut menghasilkan keputusan mengenai pengubahan nama gelarnya menjadi Hamengkubawana, sedangkan Dhawuhraja menghasilkan keputusan mengangkat GKR Pembayun sebagai GKR Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawana Langgeng ing Mataram.[15] Namun kemudian, pada tanggal 3 Juli2015 Sultan menarik kembali Sabdaraja tersebut dan mencabut permohonan penggantian gelarnya di Pengadilan Negeri Yogyakarta, sehingga kini nama gelarnya kembali menjadi seperti semula.[16]
^Gramedia Pustaka Utama, Indonesia (2007). Merajut kembali keindonesiaan kita. Indonesia: Hamengku Buwono X (Sultan of Yogyakarta).Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)