Pemilihan Umum Wali Kota Depok 2010 (Nama lain: Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Depok 2010, Akronim: Pemilukada Depok 2010)[2] adalah proses demokrasi melalui pemungutan suara oleh pemilih berusia minimal 17 tahun untuk memilih wali kota dan wakil wali kota masa jabatan 2011 sampai 2016. Pemilukada digelar oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Depok pada hari Sabtu, 16 Oktober2010.[1] Pemilihan umum ini dimenangkan oleh pasangan calon Nur Mahmudi Ismail-Mohammad Idris dengan perolehan suara 61,87%, diikuti oleh Badrul Kamal-Agus Suprianto dengan perolehan suara 26,31%, Yuyun Wirasaputra-Pradi Supriatna dengan perolehan suara 22,41%, dan Gagah Sunu Sumantri-Derry Drajat dengan perolehan suara 9,75%.
Hasil dari pemilihan umum ini telah secara resmi diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum Kota Depok pada Sabtu, 23 Oktober 2010.[3] Namun hasil dari Pemilukada ini tidak diterima oleh ketiga pasangan calon yang kalah karena dianggap penuh dengan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif.[4] Untuk itu, ketiga pasangan calon tersebut mengajukan gugatan sengketa hasil Pemilukada kepada Mahkamah Konstitusi.
Agenda
Tanggal pelaksanaan
Agenda
Prapemilu
21 – 26 Juni 2010
Penyerahan dukungan persyaratan bagi calon perseorangan
18 – 25 Juli 2010
Pendaftaran pasangan calon
29 September – 13 Oktober 2010
Kampanye pasangan calon
13 – 15 Oktober 2010
Masa tenang dan pembersihan alat peraga kampanye
16 Oktober 2010
Pemungutan dan Penghitungan Suara di TPS
Pasca pemilu
23 Oktober 2010
Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Penghitungan Suara
Calon
Menjelang pemilihan kepala daerah, terdapat beberapa nama beken yang mendeklarasikan diri maju sebagai kandidat, salah satunya Biem Triani Benjamin. Ia mendaftarkan diri sebagai bakal kandidat, baik sebagai wali kota ataupun wakil kepada tim sembilan oleh DemokratDepok pada 23 Januari 2010.[5] Tidak hanya maju dari partai, ia juga menyatakan kesediaannya di jalur independen. Sebagai kandidat, Biem menggagas simbol kebudayaan yang bersifat heterogen di Depok.[6] Selain dia, ada pula tokoh lainnya yang mendaftarkan diri, seperti Wakil Wali Kota petahana Depok, Yuyun Wirasaputra, mantan wali kota Badrul Kamal, hingga wirausahawan asal Beji, Pradi Supriatna yang terjaring di Demokrat.[7]
Koalisi Pangeran yang diinisiasi pertama kali oleh PAN dan PPP pada 30 Januari 2010, serta kerja sama antara PAN dengan PDI-P yang dilakukan pada 6 Februari 2010 menjaring beberapa nama untuk dicalonkan.[8] Mereka adalah Agung Witjaksono, Babai Suhaimi, Naming Djamhari Bothin, Pradi, hingga Prihandoko.
Pada pemilihan ini, Wakil Wali Kota Depok petahana, Yuyun Wirasaputra, memilih menjadi rival bagi rekannya di pemerintahan, Nur Mahmudi Ismail.[13] Di awal tahun 2010, baliho-baliho dirinya dengan menggagas slogan "Depok sebagai Kota Impian" mulai terpasang setelah dia diberi izin oleh rekannya, Nur Mahmudi.[14] Ia maju sebagai calon wali kota bersama dengan legislator di Jawa Barat, Hasbullah Rahmad.[15] Keduanya dipasangkan terkait latar belakang Yuyun yang berada di lingkungan Nahdlatul Ulama sedangkan Hasbullah merepresentasikan Muhammadiyah. Yuyun dihadirkan pada pemilihan wali kota diklaim sebagai upaya mencegah pencalonan dari jalur perseorangan. Akan tetapi, pencalonan keduanya kandas. Yuyun memilih seorang wirausahawan dan pemimpin Gerindra di Kota Depok, Pradi Supriatna, sebagai kandidat wakil wali kota. Pradi telah mengumumkan pencalonannya pada akhir 2009 dengan menyatakan kesediannya dicalonkan pada posisi kedua di pemerintahan mendampingi Badrul Kamal. Ia juga mendaftar pencalonan di Demokrat pada 25 Januari 2010. Kandidat ini diusung oleh Gerindra dan 14 partai politik nonparlemen lainnya hasil pemilihan legislatif 2009.[16] Mereka memakai frasa "Yudistira" sebagai akronim dari nama kandidat ini: Yuyun dan Pradi Selalu di Hati Rakyat. Dalam pencalonannya, mereka mengusung visi transformasi yang berseberangan dengan pemerintah petahana di bawah kepemimpinan Nur Mahmudi.[13]
Setelah kemenangan pertamanya pada 2005, Wali Kota petahana Depok Nur Mahmudi Ismail kembali dimajukan partainya, PKS untuk berkontestasi pada pemilihan kepala daerah.[17] Ia dipasangkan dengan Mohammad Idris yang merupakan pegawai negeri sipil di UIN Syarif Hidayatullah dan salah satu pendiri Partai Keadilan. Sebelumnya, muncul nama Hasbullah Rahmad dari PAN yang digadang-gadang mendampingi Nur Mahmudi di pencalonan. Akan tetapi, PKS memotong pencalonan PAN dengan memilih Idris.[18] Meski demikian, PAN tetap mendukung kandidat PKS dan berkoalisi di Koalisi Kerakyatan.
Partai Demokrat sebagai pemenang pemilihan legislatif 2009 memiliki hak prerogatif untuk dapat mengusung calonnya sendiri pada pemilihan wali kota. Demokrat menginisiasi dibentuknya tim sembilan yang menaungi para kandidat yang hendak mencalonkan diri melalui partai tersebut. Terhitung lima belas nama yang mendeklarasikan diri dengan mendaftar di Demokrat.[7] Semua nama tereliminasi, kecuali nama mantan Wali Kota pertama Depok, Badrul Kamal beserta calon lainnya, Agus Suprianto. Disusul oleh Golkar yang mengambil langkah politik untuk mendukung Badrul maju kembali sebagai kandidat wali kota. Padahal, Golkar sebelumnya bersikukuh mempertahankan pencalonan Naming.[20] Hal ini memunculkan kontra dari simpatisan Golkar yang tidak menyetujui diusungnya Badrul karena dia dan wakilnya nonpartisan atau tidak merepresentasikan Golkar.[21] Mereka mendesak Golkar untuk menyetujui pencalonan Naming Djamhari Bothin yang sebelumnya dinominasikan partai untuk maju bersama rekannya di parlemen periode 1999 hingga 2009, Hasbullah Rahmad.[22] Naming sebagai kader Golkar saat itu pun tidak mengindahkan keputusan partai. Lalu, ia mendeklarasikan pencalonan di PDI-P hingga membuat dirinya terancam diberhentikan dari legislator DPRD Kota Depok.[23] Pada akhirnya Naming mengalah, ia memilih mendukung kandidat Yuyun dengan wakilnya, Pradi.
Setelah mengakhiri kerja sama politik Koalisi Pangeran, PDI-P memutuskan dukungannya terhadap Badrul setelah diisukan menjadi pengusung Naming.[24] Untuk wakilnya, terdapat kandidat-kandidat potensial, seperti Hasbullah, Abdul Halim, dan Agus Suprianto, serta kader internal Ali Fahmi Al Habsyi. Tiga nama lainnya, Naming, Yuyun, dan Pradi tidak menyerahkan dokumen pendaftaran ke PDI-P. Agung Witjaksono yang menjadi pemimpin Demokrat di Depok tidak diyakinkan untuk menang mudah di pemilihan wali kota oleh partainya.[25] Mereka mengklaim terkait kriteria sosok yang dicalonkan adalah memiliki elektabilitas, jujur, dan mudah dipercaya. Pesimisme ini berakhir setelah Demokrat menggantungkan pencalonan Agung dan mendeklarasikan Badrul.
Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Depok menganggarkan setidaknya 33 miliar rupiah untuk penyelenggaraan pemilihan wali kota.[27] KPUD pula menentukan masa kampanye bagi pasangan calon adalah sejak 29 September 2010 hingga 13 Oktober 2010. Ketika mulai kampanye, para kandidat diarahkan untuk memaparkan visi misi di DPRD Kota Depok dan melaksanakan kampanye damai selama masa kampanye berlangsung. Pada 13 Oktober 2010 sampai dua hari setelahnya merupakan masa tenang dengan ditertibkannya alat peraga kampanye bagi para kandidat oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum sebelum akhirnya hari pencoblosan pada 16 Oktober 2010.[28] Akan tetapi, terdapat hari-hari tertentu yang ditentukan oleh pihak berwenang mengenai kampanye bagi pasangan calon. Berikut merupakan daftar jadwal kampanye terbuka pasangan calon.
Pada Pilkada Depok 2010, sengketa yang terjadi adalah ihwal dukungan ganda dari Partai Hanura terhadap pasangan calon Yuyun Wirasaputra - Pradi Supriatna dan Badrul Kamal - Agus Suprianto. Tentunya hal tersebut melanggar ketentuan KPU Nomor 68 Tahun 2009 revisi Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2010. Bak bola salju, persoalan tersebut membesar hingga ke Pengandilan Tata Usaha Negara Bandung yang menyatakan Pilkada Depok harus diulang.[32]
Pasangan calon No.Urut 4, Badrul Kamal - Agus Supriyanto memutuskan untuk melaporkan sengketa Pemilu ini kepada Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap ada pelanggaran pemilu. Namun, MK menolak gugatan pemohon ditolak disebabkan karena pemohon tidak bisa membuktikan dalilnya. Badrul dalam gugatannya menilai kubu Nur Mahmudi telah memanfaatkan program kerja sebagai bahan kampanye. Selain itu, Badrul juga mempersoalkan adanya orang meninggal, tapi masih terdaftar sebagai pemilih. Mantan Walikota Depok itu juga menuduh Nur Mahmudi membagi- bagikan alat rumah tangga sebagai media kampanye.
Partai Hati Nurani Rakyat yang seharusnya mendukung pasangan calon Yuyun–Pradi mengalami dukungan ganda.[34] Sebagian kader dari Partai Hanura menyatakan dukungannya kepada pasangan calon Badrul–Agus. Bahkan, kedua pasangan calon tersebut telah ditandatangani langsung oleh Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Hanura, Ari Kadarisman.
Pelanggaran Kampanye
Pasangan calon nomor urut empat, Badrul Kamal–Agus Supriyanto tidak menyesuaikan dengan jadwal yang telah diagendakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Depok.[35] Dapat dibuktikan bahwa atribut alat peraga kampanye beredar luas di Kecamatan Sawangan, diantaranya Jalan Raya Abdul Wahab, Sawangan Lama, dan Jalan Makam Jati, Sawangan Baru. Selain itu, pasangan calon nomor urut dua, Yuyun Wirasaputra–Pradi Supriatna juga melakukan hal yang sama di Kecamatan Beji. Bahkan, kedua pasangan calon tersebut juga memberikan slogan sebagai bentuk provokasi terhadap pemilih.
Tidak terlewatkan pula pasangan calon nomor urut tiga, Nur Mahmudi Ismail–Mohammad Idris juga melakukan pelanggaran kampanye. Namun, tim sukses mereka membantah bahwa kegiatan tersebut bersifat kampanye, melainkan sosialisasi.
^Virdhani, Marieska Harya (2010-01-28). "Putra Benyamin Nyalon di Pilkada Depok". Okezone. Depok. Diakses tanggal 2024-08-03.Lebih dari satu parameter |website= dan |work= yang digunakan (bantuan)
^"Koalisi Depok Jajaki 5 Cawali". Mata News. 2010-04-25. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-09-01. Diakses tanggal 2024-08-10.Lebih dari satu parameter |website= dan |work= yang digunakan (bantuan)
^"Yuyun Siap Jadi Walkot Depok". Mata News. Jakarta. 2010-02-11. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-08-24. Diakses tanggal 2024-08-10.Lebih dari satu parameter |website= dan |work= yang digunakan (bantuan)
^"Depok Anggarkan 33 M untuk Pilkada". Mata News. Jakarta. 2009-12-26. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-08-01. Diakses tanggal 2024-08-10.Lebih dari satu parameter |website= dan |work= yang digunakan (bantuan)