Parlemen Yunani (bahasa Yunani: Ελληνικό Κοινοβούλιο, translit. Elliniko Kinovoulio; atau bahasa Yunani: Βουλή των Ελλήνων, translit. Voulí ton Ellínon, BoulaiYunani), sering disebut sebagai Parlemen Hellenik, adalah badan legislatif Yunani yang bepusat di Istana Kerajaan Lama, Athena. Parlemen Yunani merupakan lembaga demokrasi tertinggi yang mewakili warga negara Yunani melalui anggota parlemen yang terpilih melalui pemilihan umum.
Parlemen Yunani adalah badan legislatifunikameral yang terdiri atas 300 anggota parlemen, yang dipilih melalui pemilihan umum untuk masa jabatan selama empat tahun. Pada tahun 1844–1863 dan 1927–1935, Parlemen Yunani berbentuk bikameral dengan Senat sebagai majelis tinggi dan Dewan Perwakilan sebagai majelis rendah, dengan tetap mempertahankan nama Vouli.
Parlemen pertama setelah Yunani merdeka dibentuk pada tahun 1843, setelah terjadinya Revolusi 3 September, yang memaksa Raja Otto untuk memberikan izin untuk membentuk konstitusi. Undang-Undang Dasar 1844 membentuk monarki konstitusional di bawah kekuasaan raja yang terbatas, yang menjalankan kekuasaan legislatif bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat terpilih dan Senat yang ditunjuk. Undang-Undang Dasar tersebut juga menetapkan akuntabilitas menteri begitu juga sebaliknya dengan tindakan raja yang mengangkat dan memberhentikan para menteri.
Republik mahkota, 1864–1909
Pada bulan Oktober 1862, meningkatnya gelombang ketidakpuasan mengakibatkan rakyat dan pihak militer memberontak kembali melawan Raja Otto dan menggulingkan kekuasaannya bersama dengan Wangsa Wittelsbach. Pemberontakan tersebut menandai berakhirnya monarki konstitusional dan awal dari demokrasi mahkota dengan George Christian Wilhelm dari Wangsa Schleswig-Holstein-Sønderburg-Glücksburg sebagai raja. Undang-Undang Dasar 1864 membentuk Parlemen dengan sistem satu kamar (unikameral), yang dipilih untuk masa jabatan empat tahun, dan menghapuskan Senat. Selain itu, Raja mempertahankan hak untuk mengadakan sidang parlemen biasa dan luar biasa, dan membubarkan Parlemen atas kebijaksanaannya sendiri, selama Kabinet menandatangani dan mengesahkan keputusan pembubaran tersebut.[2] Dengan amendemen tahun 1911 dan 1952, pelaksanaannya berlangsung lebih dari satu abad, dengan salah satu elemen terpentingnya adalah pemulihan prinsip kedaulatan rakyat.
Undang-Undang Dasar 1911
Pada tahun 1911, diadakannya amendemen Undang-Undang Dasar yang menghasilkan diaturnya hak asasi manusia, melakukan penguatan prinsi Rule of Law dan modernisasi institusi negara, di antaranya adalah Parlemen. Berkenaan dengan perlindungan hak-hak individu, amandemen yang paling penting terhadap Undang-Undang Dasar 1864 adalah perlindungan keamanan individu yang lebih efektif, kesetaraan dalam perpajakan, hak untuk berkumpul dan domisili yang tidak dapat diganggu gugat. Selanjutnya, Undang-Undang Dasar memfasilitasi pengambilalihan sehingga tanah dapat dialokasikan untuk para petani miskin, dan pada saat yang sama menjamin perlindungan hukum atas hak milik. Serta, untuk pertama kalinya Undang-Undang Dasar membuat ketentuan tentang pendidikan wajib dan gratis untuk semua kalangan, sementara proses pelaksanaan amendemen Undang-Undang Dasar disederhanakan.[3]
Undang-Undang Dasar 1927
Undang-Undang Dasar 1927 membuat ketentuan bagi kepala negara yang akan dipilih oleh Parlemen dan Senat untuk masa jabatan lima tahun. "Presiden Republik" akan dianggap tidak memiliki tanggung jawab dari sudut pandang politik; Presiden tidak akan memiliki kekuasaan legislatif dan hanya bisa membubarkan Parlemen dengan persetujuan Senat. Presiden juga mengakui status partai politik sebagai elemen organik dari pemerintahan dan menetapkan perwakilan proporsional parlemen dalam komposisi komite parlemen.[4]
Reformasi Undang-Undang Dasar ini juga merupakan bagian dari Republik Hellenik Kedua, mengacu pada Yunani yang menggunakan demokrasi republik sebagai bentuk pemerintahan.[5] Perubahan undang-undang dasar tersebut dimulai pada Januari 1924 dan diusulkan pada tanggal 13 April 1924 oleh Majelis Nasional Keempat.[6]
Masa 1952–1967
Setelah Perang Dunia II, pengembangan lembaga parlementer dilanjutkan pada tahun 1948 dan pada awal tahun 1950-an. Undang-Undang Dasar 1952 yang terdiri dari 114 pasal dan sebagian besar memiliki hubungan yang kuat dengan Undang-Undang Dasar 1864 dan 1911. Perubahannya adalah pelembagaan parlementerisme yang secara eksplisit dan konsolidasi untuk pertama kalinya terhadap hak suara perempuan, yang termasuk pula hak untuk mencalonkan diri sebagai calon anggota parlemen. Pada bulan Februari 1963, kabinet pemerintahan Konstantinos Karamanlis mengajukan usulan untuk mengamendemen Undang-Undang Dasar secara ekstensif, namun usulan tersebut tidak pernah dilaksanakan karena hanya beberapa bulan setelah pengajuannya, kabinet pemerintahannya mengundurkan diri dan Parlemen dibubarkan.[7]
Demokrasi presidensial parlementer, 1975–saat ini
Setelah tujuh tahun berkuasanya diktator militer, pada tanggal 8 Desember 1974, diadakannya referendum untuk menentukan bentuk pemerintahan. Dengan suara mayoritas sebesar 69,18%, rakyat Yunani memutuskan menentang bentuk monarki konstitusional dan menyetujui bentuk republik parlementer. Undang-Undang Dasar 1975 disusun dengan menggunakan Undang-Undang Dasar tahun 1952 dan 1927, serta rancangan proposal amendemen Undang-Undang Dasar tahun 1963, sementara banyak klausul juga didasarkan pada Undang-Undang Dasar Jerman Barat 1949 dan Undang-Undang Dasar Prancis 1958. Hal tersebut mencakup berbagai klausul tentang hak-hak individu dan sosial, sejalan dengan perkembangan masa tersebut, dan memperkenalkan demokrasi presidensial/parlementer, yaitu kepala negara (Presiden) tetap memiliki hak untuk campur tangan dalam politik.[8]
Amendemen Undang-Undang Dasar 1986, 2001, dan 2008
Undang-Undang Dasar Yunani saat ini telah diamendemen sebanyak tiga kali, dengan amendemen pertama dilaksanakan pada tahun 1986, ketika tanggung jawab Presiden Republik dikurangi secara signifikan. Pada tahun 2001, terjadi amendemen yang sangat ekstensif dengan total 79 pasal yang diamendemen. Undang-Undang Dasar baru yang diamendemen memperkenalkan hak-hak individu baru, seperti perlindungan data genetik dan identitas atau perlindungan data pribadi dari pemrosesan elektronik, dan aturan baru transparansi dalam politik (tentang pembiayaan partai politik, pengeluaran pada masa pemilihan umum, hubungan pemilik media dengan Negara, dll). Hal tersebut bertujuan untuk memodernisasi fungsi parlemen, menopang desentralisasi, meningkatkan status Otoritas Independen yang mendasar sebagai lembaga Konstitusional, dan mengadopsi ketentuannya tentang diskualifikasi dan ketidaksesuaian anggota parlemen setelah mempertimbangkan kasus hukum Pengadilan Tinggi Khusus. Amendemen ketiga dilaksanakan pada tahun 2008 dan memperkenalkan beberapa reformasi dan amandemen. Amendemen tersebut juga memberikan kekuasaan untuk melanjutkan usulan jika prasyarat tertentu berlaku kepada Parlemen, untuk mengubah anggaran serta prosedur ad hoc bagi Parlemen untuk mengawasi pelaksanaan anggaran.
Komposisi, pemilihan, dan masa jabatan
Komposisi
Parlemen Yunani saat ini memiliki 300 anggota. Meskipun Undang-Undang Dasar tidak menentukan jumlah total anggota parlemen, Undang-Undang Dasar menetapkan bahwa anggota parlemen tidak kurang dari dua ratus (200) anggota atau tidak lebih dari tiga ratus (300) anggota,[9] dan sejak tahun 1952 jumlahnya telah ditetapkan menjadi 300 anggota.[10] Anggota parlemen dipilih untuk masa jabatan empat tahun melalui sistem perwakilan proporsional yang 'diperkuat' di 56 daerah pemilihan.[11]
Pemilihan umum
Dari 300 kursi, 250 kursi dipilih secara proporsional, dengan pemilih memilih calon anggota parlemen (atau calon-calon anggota tergantung pada ukuran daerah pemilihan) pilihannya dengan menandai nama calon di surat suara partai. Sedangkan 50 kursi lainnya diberikan sebagai tambahan kursi kepada partai yang menerima suara terbesar, dan diisi oleh calon dari partai tersebut yang tidak dinyatakan terpilih di tingkat yang lebih rendah (daerah pemilihan).[12]
Setiap warga negara Yunani yang telah berusia 25 tahun atau lebih pada tanggal pemilihan umum berhak duduk di Parlemen, asalkan mereka memenuhi syarat untuk memilih dan tidak termasuk dalam kriteria diskualifikasi yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar.[13] Dengan pengecualian terhadap profesor universitas, pegawai negeri (termasuk anggota Angkatan Bersenjata) dilarang mencalonkan diri sebagai anggota Parlemen, kecuali mengajukan pengunduran diri secara permanen sebelum diundangkan.[14]
Masa jabatan
Anggota Parlemen memiliki imunitas dari tuntutan pidana, penangkapan, atau penahanan selama menjabat,[15] dengan pengecualian pada saat tertangkap tangan sedang melakukan suatu kejahatan.[16] Anggota Parlemen juga kebal dari keharusan memberikan setiap informasi kepada otoritas tertentu mengenai fungsi dan pertimbangan legislatifnya.[15] Namun, Undang-Undang Dasar dan Tata Tertib mengizinkan Kejaksaan meminta Parlemen untuk mencabut hak imunitas anggota parlemen untuk kejahatan tertentu, dengan anggota parlemen memutuskan melalui pemungutan suara terbuka.[17] Dugaan kejahatan yang dilakukan oleh anggota Kabinet (termasuk non-anggota parlemen) atau Presiden Republik pertama-tama diselidiki oleh komite parlemen ad hoc, dengan anggota parlemen kemudian memberikan suara pada rekomendasi komite. Jika parlemen menentukan bahwa ada cukup bukti untuk penuntutan, Pengadilan Khususad hoc kemudian dibentuk.[18]