1, ♂ Pangeran Muhammad Abi bin Pangeran Kasoema Giri bin Pangeran Djaija Samitra(kepala distrik Martapura)
2. ♂ Pangeran Muhammad Basoe bin Pangeran Kasoema Giri bin Pangeran Djaija Samitraberputra ♂ Goesti Abdoellah berputra ♂ Goesti Moehammad
3. ♀ Ratu Intan binti Pangeran Kasoema Giri bin Pangeran Djaija Samitra + ♂ Pangeran Ali berputra Pangeran Mohammad Noor
4. ♀ Ratu Mulia/Moelik binti Pangeran Kasoema Giri bin Pangeran Djaija Samitra + Pangeran Udan berputra Pangeran Muhammad' berputra ♂ patih Gusti Ahmad M + ♀ Putri Hj. Zubaedah binti Pangeran Arga Kasuma binti ♂ Pangeran Arga Kasuma[14]
Pangeran Haji Musa bin Pangeran Haji Muhammad bin Pangeran Mangku bin Pangeran Kasuma Nagara bin Pangeran Dipati (Pangeran Dipati Desa Bumi) bin Seri Sultan Amarullah Bagus Kasuma/Tahlilullah/Tahirullah/Tahlil-Lillah Tahlilullah
Pangeran Djaija Samitra/Semitra (ejaan 1860)[31] atau Pangeran Djaja Samitra/Soemitra (Ejaan Van Ophuijsen 1901) atau PANGERAN DJAYA SUMITRA (Ejaan Republik 1947) atau Pangeran Jaya Sumitra (EBI 2015)[32] adalah Sekretaris (penulis) pribadi Sultan Adam Raja Banjar, termasuk dalam staff pemerintahan Kesultanan Banjar.[31][32]
Pangeran Jaya Sumitra dan Gusti Umi (Puteri Kecil) merupakan anak Pangeran Haji Musa dengan Nyai Mabuk atau Nyai Ambuk. Saudaranya sepihak (sebapak) adalah Pangeran Muhammad Nafis, Pangeran Abdoel Kadir, Pangeran Panji, Gusti Awang, Gusti Jamaluddin dan Gusti Pengulu. Rupanya hanya 4 orang putera tertua dari Pangeran Haji Musa yang bergelar Pangeran dan masing-masing pernah memiliki kedudukan sebagai pemilik Tanah Badatu / apanase yaitu Pangeran Jaya Sumitra pemilik Tanah Badatu / apanase Pulau Laut, Pangeran Panji pemilik Tanah Badatu / apanase Batulicin, Pangeran Muhammad Nafis sebagai Raja Kusan sekaligus pewaris Batulicin dari almarhum Pangeran Panji yang tidak memiliki anak dan terakhir Pangeran Abdoel Kadir, Raja Kusan, Batulicin dan Pulau Laut.[33]
Silsilah Pangeran Jaya Sumitra ini ternyata masih keturunan dari petinggi dua kesultanan di Borneo dan Raja Kusan.Dalam darah Pangeran Jaya Sumitra mengalir trah Kesultanan Banjar dan Kerajaan Paser[34]RAJA KUSAN V & RAJA BATU LICIN, asal usulnya putra Pangeran Haji Musa bin Pangeran Haji Muhammad juriat Seri Sultan Amarullah Bagus Kasuma Tahlilullah . PANGERAN DJAYA SUMITRA Berkuasa 10 April 1845 – 1850 Penobatan 10 April 1845 dibantu saudaranya Pangeran Abdoel Kadir, sebagai Pangeran Mangkubumi NYA.Pendahulunya adalah Pangeran Muhammad Nafis (berkuasa 1840-Wafat 10 April 1845) Penerusnya ialah Pangeran Abdoel Kadir (berkuasa 1 Januari 1861- Wafat 1873).Dengan diusirnya Pangeran Amir maka pemerintahan kerajaan Kusan kemudian beralih kepada keturunan Panembahan Batu dari dinasti Tamjidullah I yaitu dilanjutkan oleh Ratu Sepuh Ratu Salamah Hadji Musa bin Sultan Sulaiman dari Banjar menjadi Raja Kusan III. Raja-raja Kusan merupakan trah Sultan Sulaiman dari Banjar. Ketika pemerintahan raja ke-V Pangeran Djaija Samitra, pusat kerajaan dipindahkan ke daerah Sigam, Pulau Laut. Pangeran Djaija Samitra kemudian bergelar Raja Pulau Laut I dan Batu Licin II.Wilayah kerajaan Kusan yang ditinggalkan ini digabung ke dalam kerajaan Pagatan sehingga Raja Kusan selanjutnya dipegang oleh Raja Pagatan. Federasi kedua negeri ini kemudian disebut kerajaan Pagatan dan Kusan.[35]
Bagan Silsilah Pangeran Jaya Sumitrajuriat Tuan Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Amarullah Bagus Kasuma/ Tahlilullah /Tahirullah/Tahlil-Lillah
Leluhur
Makam Pangeran Djaija Samitra (Pangeran Jaya Sumitra) dan Raja-raja Pulau Laut lainnya terletak di desa Sigam, Jalan Barangas, km 3,5, Pulau Laut Utara.
Pangeran Djaija Samitra,[65] atau Pangeran Djaja Samitra[66] atau Pangeran Djaya Simitra[67] adalah sekretaris pribadi Sultan Adam, Raja Banjar. Sebagai Staff Sultan Adam,Pangeran Djaija (Djaja) Samitra memperoleh hasil pungutan tanah apanage sebagai penghasilannya. Dalam tahun 1860, Pangeran Djaija (Djaja) Samitra (Sumitra) berusia 45 tahun dan kerabatnya yang juga menjadi staff Sultan Adam yaitu Pangeran Aminullah berusia 30 tahun.[65][67]
Leluhur Silsilah Nazab Kerajaan KUSAN- PULAU LAUT-BATULICIN dari Trah Sultan Tahlilullah | succession = RAJA PULAU LAUT I
DAFTAR RAJA PERGANTIAN
LAST RAJA OF PULAU LAUT WAS ALLOWED TO RULE ON UNTIL 1-1-1905.MAYBE LATER AS REGENT? DP TICK SECR. PUSAT DOKUMENTASI KERAJAAN2 DI INDONESIA "PUSAKA" [email protected] FACEBOOK: DONALD TICK[68][69].[70]'
HOOFD VAN HET LANDSCHAP POELOE LAUT (KEPALA LANDSCHAP PULAU LAUT)
Raja Kusan I Pangeran Aminullah Muhammad dari Banjar (1734-3 Agustus 1759) BERTAHTA KE BANJAR SEBAGAI SULTAN (3 Agustus 1759-16 Januari 1761)
Raja Kusan II Pangeran Amir bin Sultan Aminullah Muhammad dari Banjar(1759 - 1785) PERANG KESULTANAN LAWAN SUNAN NATA ALAM (1785-1789) DAN LAWAN SULTAN SULAIMAN
Raja Kusan III Pangeran Haji Musa bin Pangeran Haji Muhammad & Raja Bangkalaan VI (1830-1840) = Raja Batulicin 1832-1840: .[71] Pangeran Aji Musa meninggal pada bulan Januari 1840.[72]
La Paliweng Arung Abdul Rahim, Raja negeri Pagatan dan Kusan
Ratu Arung Daeng Makau atau Ratu Senggen
pada tahun 1845, Jaya Sumitra menjadi Raja Kusan V.Pangeran kemudian mengambil keputusan untuk memindahkan pusat kekuasaannya ke Pulau Laut. Tepatnya di Salino, yang saat ini masuk wilayah Kecamatan Pulau Laut Tengah.Meski begitu, sambungnya lagi, wilayah kekuasaannya masih membawahi wilayah Kusan dan Batulicin di Kabupaten Tanah Bumbu.setahun lebih memimpin kerajaan Pulau Laut, Jaya Sumitra kemudian diminta langsung oleh pamannya Sultan Adam untuk menjadi penasihat Kesultanan Banjar.Menerima titah langsung dari Sultan Adam, Jaya Sumitra akhirnya mengiyakan dan membantu pemerintahan di lingkup Kesultanan Banjar."Lalu kala itu, kepemimpinan Raja Pulau Laut II digantikan oleh sang adik Jaya Sumitra, yakni Abdul Kadir.Selanjutnya setelah dirasa cukup mengabdikan diri menjadi penasihat raja, pada tahun 1861, Jaya Sumitra kemudian kembali ke Pulau Laut hingga wafat.Menjabat sebagai penasihat, Pangeran Jaya Sumitra tercatat lebih satu tahun, dan pengabdiannya lebih dominan di lingkup Kesultanan Banjar.Menariknya, saat menjadi sosok penasihat raja pun secara otomatis Jaya Sumitra juga menjadi penghubung langsung dengan di kerajaan Pulau Laut."Nah, saat Kerjaan Banjar mengalami gejolak, Kerajaan Pulau Laut lah yang banyak membantu saat itu,"[75][76][77]
Pangeran Djaija (Djaja) Samitra merupakan anak Pangeran Hadji Moesa (bin Pangeran Hadji Moehamad). Pangeran Hadji Moehamad, pemilik tanah apanage Sela-Selilau, Tanah Kusan, dan Kuranji.[66][78]Pangeran Hadji Moesa ini memiliki anak-anak berikut, seperti: Pangeran Djaja Samitra, Mohamad Napis, Pandji dan Ab'doel Kadir dan Goesti Djamal-oedin.[66][78]Pangeran Djaja Samitra, yang ibunya keturunan masyarakat kecil, masih menjadi penulis rahasia Sulthan di Banjarmasin. Pangeran Mohamad Napis pengganti ayahnya sebagai raja Koessan, telah wafat pada tahun 1845 dan kemudian digantikan oleh saudaranya, Abd'oel Kadir. Pangeran Pandji meninggal di Batavia. Goesti Djamal-oedien menjabat mangkubumi negara Koessan saat ini (tahuh 1860).[66]
Silsilah Versi An-Nasabah
1. Sayyid Ahmad Rahmatullah Maula Ampel
2. Raden Ali Zainal Abidin Mekkah
3. Ahmad Sunan Serabut Sunan Demak Pangeran Tengah Giri Kedaton
Sebagai sekretaris pribadi Sultan Adam, Pangeran Jaya Samitra memperoleh hasil pungutan (tanah apanage) dari Banua Parincahan (nama kampung di Kota Kandangan).[79]
Latar Belakang
Silsilah Pangeran Dipati [Desa Bumi] bin Sultan Tahlil-Lillah versi hikayat Tutur Candi, yang menurunkan raja-raja Pulau Laut.[80][81]
"Maka Sultan Hidayatullah pun matilah, maka ditanam di Kuin dekat dengan kubur Rakhmatillah. Adapun Sultan Musta'inbillah berputra Sultan Indallah, dan Sultan Indallah berputra Sultan Sa'idillah, berputra Sultan Tahlilillah, berputra enam orang, yang tuha Sultan Tamjidillah dan Pangeran Nullah jadi mangkubumi, dan Pangeran Dipati dan Pangeran Mas dan Pangeran Istana Dipati dan Pangeran Wira Kusuma. ".
Pangeran Djaija Samitra bin Pangeran Haji Musa bin Pangeran Haji Muhammad bin Pangeran Mangku bin Pangeran Kasuma Nagara bin Pangeran Dipati (Pangeran Dipati Desa Bumi) bin Seri Sultan Amarullah Bagus Kasuma/Tahlilullah/Tahirullah/Tahlil-Lillah Tahlilullah. merupakan anak Pangeran Hadji Moesa, dan juga sekaligus cucu dari Pangeran Hadji Moehamad alias Hadji Pangeran/Aji Pangeran (bin Pangeran Dipati Desa Boemi ?).
Pangeran Hadji Moehamad juga keturunan Pangeran Dipati Toeha raja Tanah Bumbu ke-1. Sekitar waktu itu datang Pangeran Hadji Mohamad, keturunan Pangeran Dipati Toeha. di Tjengal, tempat Goesti Besar tinggal, dan mengajukan proposal untuk tangan ratu ini, yang, bagaimanapun, menolak tawarannya, tetapi setuju untuk mengasosiasikan putranya, bocah lelaki Adji Djawa, dengan seorang putrinya. Namun, karena Pangeran Mohamad hanya ingin menyelesaikan ini dengan syarat Adji Djawa menetap di Bandjarmasin dan Goesti Besar dengan bijak menolak untuk mengakui hal ini, pernikahan ini tidak terjadi.
Pangeran Hadji Mohamad, melihat rencana pemukiman kembali untuk dirinya sendiri atau keturunannya dari tanah Goesti Besar digagalkan, kembali ke Bandjarmasin, tetapi, sebelum meninggalkan Cengal, melamar ke Goesti Besar, untuk meminjam darinya distrik penambangan intan Sèla, Selillau dan Koesampi, sekarang menjadi milik negara-negara Koesan.
Goesti Besar setuju, dengan syarat, bagaimanapun, bahwa negara-negara itu, pada usia Adji Djawa, akan dikembalikan kepada mereka.
Setelah tanah Goesti Besar mematuhi raja-raja Pasir selama lima belas tahun, Adji Djawa, yang telah mencapai usia laki-laki dewasa, mencoba mendapatkan kembali kepemilikan. Untuk tujuan ini dia, dari waktu ke waktu, dengan dalih berdagang, pindah dari Batu-Liljin, tempat dia menetap setelah meninggalkan Tjengal bersama ibunya.
Dalam perjalanan ini, ia diam-diam menjalin hubungan erat dengan para kepala Tjengal, Menoenggul, dan Sampanahan, dan memperoleh penganut yang memungkinkannya untuk mengamankan tanah yang sebelumnya dimiliki oleh ibunya, dengan bantuan Panggawa Tatieop, kembali. Dia menyerang negara-negara tersebut, dan setelah beberapa hari berjuang keras dan keras kepala, dia mengejar para pemimpin Pasir dan menyatakan dirinya penguasa Tjengal dan Menoenggoel.
Selama masa sebelum masa itu, masa kerusuhan dan kelemahan pemerintah, beberapa kepala atau Pembekel, yang sebelumnya ditunjuk oleh Ratoe Intan, telah menganggap diri mereka "penguasa independen distrik". Yaitu, Goesti Moeso tertentu di Tjantoeng dan Goesti Kamír di Bangkala-an telah mengambil alih sebagai tuan. Yang terakhir, yang memerintah dengan nama Pangeran Moeda, memiliki seorang putri bernama Goesti Kamil, dengan siapa Adji Djawa memasuki pernikahan, karena ia memiliki cara untuk mendapatkan kepemilikan mantan juga dengan cara lain. LansdchapBangkalaan milik ibunya. Dengan cara yang sama ia juga memiliki Tjantoeng, karena ia juga menikahi Goesti Katapi, putri Goesti Moeso.
Sebagian karena perang dan sebagian karena perkawinan, dengan demikian Adji Djawa telah menyatukan negara-negara berikut sebagai: Tjengal, Menoenggoel, Sampanahan, Bangkala-an, Tjantoeng dan Batu-litjin.
Sebagai hadiah atas bantuan yang diberikan kepadanya untuk mendapatkan kembali kerajaannya, Adji Djawa memberi Panggawa Tatieop lanskap Menoenggoel sebagai pangkalan dan kepada pamannya yang masih hidup, Paman Goesti Ali, bersama dengan nama dan gelar Pangeran Mangkoe, tanah Sampanahan di warisan Pangeran Mangkoe ini memiliki ahli waris laki-laki bernama Goesti Hina.
Sementara peristiwa yang dijelaskan di atas terjadi, Pangeran Hadji Mohamad meninggal, di mana putranya, Pangeran Hadji Moesa, datang ke tanah Kusan, untuk mempertahankan hak-hak ayah dan ayah almarhum di sana.
Dia menyebabkan, melalui intrik yang gigih, banyak kesulitan bagi Adji Djawa, yang, melalui tindakannya, melihat negeri Cantung, yang paling makmur dari Tanah Boemboe, terbaring dalam aseh (1), meskipun dia terpaksa, bahkan bentang Bangkala baginya. -untuk mengembalikan ke negara-negara Koessan dan putranya, Pangeran Mohamad Napis
Buah dari pernikahan Adji Djawa dengan Goesti Kamil adalah Adji Tukul dan Adji Landasan, sedangkan buah pernikahan Adji Djawa dengan Goesti Katapi adalah Adji Mandoera juga disebut Adji Daha. Adji Landasan menikahi putra Pangeran Haji Moesa, bernama Pangeran Pandji, dan menerima daerah Batu-litjin sebagai apanage, sementara Pangeran Haji Musa, berturut-turut menjadi wali ayahnya Pangeran Hadji Mohamad, untuk distrik Sèla dan Selillau.
Setelah kematian Pangeran Pandji, saudara lelakinya, Pangeran Muhammad Nafis, mengambil alih distrik-distrik yang disebutkan di atas, sementara Adji Landasan memasuki pernikahan kedua dengan Daing Magading. Dia meninggal tanpa anak dan setelah suaminya Batu-litjin
Adji Toekoel, putri tertua Adji Djawa dan Goesti Kamil, menikahi Adji Pati, putra Sulthan Soleiman dari Pasir.
Setelah kematian Adji Djawa, Tanah Boemboe dibagi sebagai berikut:
Bangkala-an, Tjengal, Menoengoel kepada Adji Tukul
Tjantoeng kepada Adji Mandoera,
Sampanahan kepada Pangeran Mangkoe (Gusti Ali),
Boentar-laut kepada Goesti Dandai.
Saat tahun 1853, Tanah Boemboe dibagi sebagai berikut:
Tjengal, Menoenggoel dan Bangkala-an di bawah Pangeran Moeda, putra mendiang Adji Pati dan Adji Toekoel, cucu Adji Djawa;
Sampanahan di bawah Pangeran Mangkoe (Gusti Ali), paman dari ibu Adji Djawa, merupakan saudara dari Goesti Besar, ibu dari Adji Djawa, dan putra Pangeran Praboe, yang, sebagaimana disebutkan di atas, adalah penguasa Sampanahan pada tahun 1780;
Tjantoeng, termasuk Boentar-laut, di bawah Adji Mandoera, putra mendiang Adji Djawa dan Goesti Katapi.[78]
Pememilik [pertama kali] Tanah Bumbu, Pangeran Dipati Toewa (putera mahkota dengan wali Sultan Achmad-ollah/Tantahid-ollah/Raden Alit pemangku raja Banjar), saudara dari Pangeran Dipati Anom (mangkubumi Banjar).[82]
RAJA SELAPARANG (m. 1648-1660) ♂ Adipati Topati Dewa Maja Paruwa[92][93]
Putri Bali
RAJA TALLO VIII I Manginyarrang Daeng Makkio Karaeng Kanjilo
"Sultan Abdul Jafar Muzaffar" Tumammalinga ri Timoro gelar anumerta "Tumenanga ri Tallo" Raja / Ma'gau Tallo ke-8
SULTAN GOWA ♂ Sultan Hasanuddin
♀ Ratu ....
♀ I Pattimang Daeng Nissaking Karaeng Bontoje’ne (adik ipar Sultan Hasanuddin SULTAN GOWA)
SULTAN BIMA m. 1640-1682 I Ambela ♂ Sultan Abi'l Khair Sirajuddin Mantau Uma Jati[94]
bin Sultan Abdul Kahir Mantau Wata Wadu b. 1629, wafat + 23-7-1682
SULTAN DOMPU IV ♂ Sultan Ahmad Manuru Kilo
RAJA SELEPARANG ♂ Deneq Mas Pakel (Dewa Mraja Mas Pekel)[95]
♂ Raden Mas Panji Tilar Negara
"Putri Taliwang" (♀ Lala Ayu Kencana Dewi)
SULTAN BANJAR VI ♂ Sultan Saidillah Pangeran Kasuma Alam
♂ Raden Kasuma Taruna Pangeran Dipati Kasuma Mandura
♂ Katjili Kalimata Kaitsjili Kalamatta (saudara Mandar Syah Sultan Ternate)[96]
RAJA TALLO X ♂ I Mappaijo Daeng Mannjauru Sultan Harun Al Rasyid Tumenanga ri Lampana(Taminar Lampana) (cucu Mantau Uma Jati Sirajudin Sultan Bima)
♀ I Pangka Dampu Karaeng Bonto Matte'ne
SULTAN BIMA m. 1682-1687 Mapparabung Daeng Mattali' Karaeng Panaragang ♂ Sultan Nuruddin Abu Bakar Ali Syah Mawa'a Paju[101] b. 13-12-1651,wafat + 23-7-1687
♀ Daeng Mami Ruma Paduka Dompu
SULTAN DOMPU V ♂ Sultan Abdur Rasul I Manuru Dorongao
RAJA SELEPARANG ♂ Dewa Mas Kertajagat (Raden Dipati Prakosa)
♀ I Rakkia Karaeng Kanjenne Addatuang Sidenreng VI Arung Berru VII (m. 1720 - 1740)
DATU JEREWEH Mas Palembang ♂ Dewa Maja Jereweh
♀ Karaeng Bontoje'ne
♀ Dewa Isa Karaeng Barong Patola
♂ Daeng Mamuntuli Arung Kadjoe bin Arung Teko dari Bone
DATU SERAN PEMANGKU SULTAN SUMBAWA (1723-1725) ♂ Raja Tua Datu Bala Sawo Dewa Loka Ling Sampar
♀ Ince' Bagus
SULTAN BIMA m. 1696-1731 Mapatalli' Syaad Syah ♂ Sultan Hasanuddin Muhammad Ali Syah Rumata Mantau Bata Baharu (Bou)[107] b. 7-9-1689, wafat + 23-1-1731 bin Sultan Jamaluddin 'Inayat Syah Rumata Mawa'a Romo
♀ Dewa Iya Datu Balasao Datu Tengah (Karaeng Bonto Pa'ja)[108]
PERMAISURI BINAMU ♀ Karaeng Baine Binamu We Tenri Ico Dai Karaeng Mangarabombang Datu Pampang
RAJA BINAMU (JENEPONTO) XI m. 1796-1814 ♂ I Bebasa Daeng Lalo Karaeng Lompoa Ri Binamu
DATU JEREWEH ♂ Aka-eo-dienie[100] Sultan Hasanuddin[111] (keponakan Santombong Datoe Goenoeng, raja Selaparang)
♂ Abdullah/Datu Dollah Yang "Hilang"/Meninggal (Muslimin) Di Selaparang Rumata Mambora Ipa Bali
♀ PADUKA TALLO' (Mambora di Tallo) Datu Siti Maryam
♂ Manuru Daha [112]Rumata Mantau Uma Kapenta (b. 1706, + 17 atau 27 Mei 1748) SULTAN BIMA VI m. 1731-1748 Abdul Muslimin Ali Syah Abdullah Sulaiman Ali Syah ♂ Sultan Alauddin Muhammad Syah Zillullah fi al-'Alam [100][113][114]
♂ Datu Seppe
SULTAN DOMPU XI ♂ Sultan Abdur-Rahman Manuru Kempo
♂ Pangeran Mas Aria Sukma/Kusuma
DATU TALIWANG ♂ Gusti Aceh
SULTAN SUMBAWA IX 1762-1765 ♂ Gusti Mesir Abdurrahman (Sultan Abdurrahman) Sultan Muhammad Jalaluddin Syah II Datu Pengantin Datu Pangeran Taliwang
RAJA PERMAISURI SUMBAWA ♀ Siti Khadijah Datu Bonto Paja (Karaeng Bonto Masugi)
RAJA TALLO MANGKUBUMI GOWA ♂ I Manyombali Daeng Patompo Karaeng Barang Mamase Raja Tallo Mangkubumi Gowa
♂ I Lotting Shalahuddin Daeng Marakka TuMalompoa ri Data
^(Indonesia)Saleh, Mohamad Idwar (1986). Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. hlm. 157.
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^(Indonesia)Saleh, Mohamad Idwar (1986). Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. hlm. 157.
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^(Indonesia)Saleh, Mohamad Idwar (1986). Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. hlm. 157.
^(Indonesia)Saleh, Mohamad Idwar (1986). Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. hlm. 157.
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^(Indonesia)Saleh, Mohamad Idwar (1986). Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. hlm. 157.
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^(Indonesia)Saleh, Mohamad Idwar (1986). Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. hlm. 157.
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^(Indonesia)Saleh, Mohamad Idwar (1986). Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. hlm. 157.
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^(Indonesia)Saleh, Mohamad Idwar (1986). Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. hlm. 157.
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^(Indonesia)Saleh, Mohamad Idwar (1986). Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. hlm. 157.
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^(Indonesia)Saleh, Mohamad Idwar (1986). Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. hlm. 157.
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Part 1
^(Indonesia)Saleh, Mohamad Idwar (1986). Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. hlm. 157.
^LAST RAJA OF PULAU LAUT WAS ALLOWED TO RULE ON UNTIL 1-1-1905.MAYBE LATER AS REGENT? DP TICK SECR. PUSAT DOKUMENTASI KERAJAAN2 DI INDONESIA "PUSAKA" [email protected] FACEBOOK: DONALD TICK
^Dalam naskah hikayat Tutur Candi (Hikajat hal kadjadian negri Bandjermasin) disebut Ampoe Djatmika
^Dalam naskah hikayat Tutur Candi, Lambung Mangkurat memiliki adik bungsu perempuan bernama Déwi Kariang Boengsoe
^Nama isteri tua Lambung Mangkurat disebutkan dalam naskah hikayat Tutur Candi atau Hikayat Banjar Resensi II yaitu Tuan Puteri Bayam Beraja, anak dari Ratu Gagelang
^Nama isteri Ampu Mandastana disebutkan dalam naskah hikayat Tutur Candi atau Hikayat Banjar Resensi II yaitu disebut putri Ratna Déwi, anak dari Ratoe Palembang Sari
^Dalam naskah hikayat Tutur Candi disebut Puteri Ratna Minasih (anak dari Patih Lau), melahirkan anak sulung perempuan bernama Puteri Ratna Sari, berikutnya dua anak laki-laki yaitu Raden Menteri dan Raden Santang
^ abcSusanto Zuhdi, Triana Wulandari (1 Januari 1997). Tawalinuddin Haris, ed. Kerajaan Tradisional di Indonesia : BIMA. Indonesia: Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 55.
^Gordon, Bruce R. (2018-01-11). "Southeast Asia: the Islands". CoreComm Internet - Start. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-01-11. Diakses tanggal 2018-09-16.
^Gelar anumerta artinya "Yang berdiam di Daha", yakni desa di selatan kota Dompu
^Chambert-Loir, Henri (Juli 2004). Henri Chambert-Loir, ed. Kerajaan Bima dalam sastra dan sejarah (edisi ke-2). Jl. Palmerah Selatan No. 21, Jakarta 10270, Indonesia: (KPG) Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 121. ISBN9799100119.Lebih dari satu parameter |author= dan |last= yang digunakan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Tanggal dan tahun (link) ISBN 978-979-9100-11-5
^Aliudin Mahyudin, Siti Nurbaiti (2004). Silsilah dari Bima. Indonesia: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. hlm. 35.