Museum Santa Maria Juanda adalah museum khusus yang memamerkan benda-benda biara Katolik. Kepemilikan dan pengelolaan museum diserahkan kepada komunitas Ursulin Santa Maria.[1] Museum terletak di dalam kompleks biara Ursulin Santa Maria dan satu lokasi dengan Sekolah Kejuruan Pariwisata Santa Maria, Jakarta Pusat dan bisa diakses melalui Jalan Juanda.[2]
Sejarah
Museum Santa Maria awalnya adalah biara katolik yang dihuni oleh 7 biarawati Ursulin dari Rotterdam, Belanda yang tiba di Batavia dengan kapal Hermaan. Mereka berangkat pada tanggal 19 September 1855, dan merapat di Pelabuhan Tanjung Priok, Batavia pada tanggal 7 Februari 1856. Mereka tinggal di Noordwijk Straat 29 (sekarang Jl Juanda 29), di bekas benteng Rijswijk yang diperbaiki Mayor Schultze atas perintah Daendels tahun 1810.[2]
Rumah tempat komunitas biarawati ini tinggal adalah rumah yang dibeli oleh Monsiegneur Vrancken, seorang Vikaris Apostolik Vikariat Batavia (1848-1874) pada 1853 seharga 30.000 gulden. Surat rumah tersebut atas nama Elisabeth Adriana Roseboom, janda mendiang Jeremias Schill, seorang pemuka Freemason. Namun, Monsiegneur Vrancken hendak menyerahkan kepemilikan lahan kepada ketujuh suster untuk asrama dan sekolah.[2]
Pada 1 Agustus 1856, suster pimpinan komunitas, Ursula Meertens, membuka pendaftaran murid baru untuk sekolah khusus putri. Para siswi pun tinggal di asrama karena orangtua mereka bekerja di perkebunan di luar kota. Berikutnya, pada tahun 1881 Sekolah Pendidikan Guru dibuka dan pada tahun 1896, asrama dihuni oleh 108 siswi. Selanjtunya, pada 1891, Sekolah Kepandaian Putri (Meijes Never Heid School) dan pada awal tahun 1874, para suster membeli sebagian halaman tetangga mereka, Nyonya Meiland untuk Kapel Santa Maria.[2]
Pada akhir Oktober 1888 dan 1896 lahan sekolah bertambah luas yang berasal dari penawaran rumah seorang tetangga. Hal ini membuat kompleks Biara Ursulin dan Sekolah Santa Maria membentang dari Jalan Noordwijk sampai Jalan Batoe Toelis.[2]
Pada tahun 1859, Suster Andre van Gemert OSU pun membeli satu hotel di samping biara, milik Nyonya Godefroid seharga 35.000 gulden. Hotel ini kemudian menjadi biara, asrama, dan sekolah putri yang kini dikenal sebagai SMA Santa Ursula di Jalan Pos (dulu Postweg) Nomor 2. Biara di Juanda 29 kemudian mendapat nama biara besar (Groot Klooster), sedangkan biara di Jalan Pos 2 disebut sebagai biara kecil (Klein Klooster).[2]
Pada tahun 1923, kapel dibongkar dan diperluas dengan interior dibuat jauh lebih sederhana. Namun, kaca-kaca patri jendela, terutama di atas altar, tetap dipertahankan. Restorasi bangunan dikerjakan biro arsitek ternama, Hulswit Fermont, Ed Cuypers dan selesai dalam waktu 10 bulan.[2]
Museum ini kemudian diresmikan pada 6 Februari 2011 bertepatan dengan perayaan 160 tahun Biara Ursulin yang dibuka dan diberkati oleh pastor paroki Katedral, Rm. Bratakartana, SJ.[3]
Bangunan
Bangunan museum ini menempati gedung biara yang sudah ada sejak tahun 1856 ketika para suster Ursulin -- Ordo Santa Ursula datang ke Nusantara. Di dalam museum terdapat meja panjang untuk perjamuan makan bersama yang digunakan para suster untuk makan malam. Terdapat ukiran nama atau inisial para suster di sendok dan garpu di meja makan tersebut. Tradisi memahat nama pada sendok dan garpu bukan sekadar menandai nama pemilik tetapi juga dipengaruhi masa tertentu, ketika terjadi wabah penyakit agar tidak terdapat penularan.[4]
Selain itu juga terdapat ruangan berukuran 42,87 m2 bernama Mission Room atau Ruang perutusan yang memajang beberapa gambar biarawati dan mata uang dalam kurungan kaca yang berasal berbagai negara yang merupakan uang saku bulanan para suster. Koleksi uang yang dipajang berupa mata uang Indonesia dari tahun 1950-an, mata uang logam Swiss tahun 1886, mata uang dari Brasil, Uruguay, Korea Selatan, Filipina, Timor Leste, Singapura, Malaysia, Inggris, Vatikan, Italia serta Belanda.[5]
Koleksi
Koleksi Museum Santa Maria Juanda berasal dari sekolah dan asrama putri Ursulin yang didirikan sejak 1 Agustus 1856 dan masih digunakan sampai sekarang. Pada awalnya, koleksi tersebut hanya dipamerkan pada para siswi sekolah sejak tanggal 6 Februari 2011. Pada tahun 2016, masyarakat umum juga diizinkan untuk mengunjungi museum. Di dalam museum terdapat kamar tidur pemimpin biara, peti kotak, teks doa, relikui dan barang peninggalan orang suci yang dianggap berharga. Selain itu, terdapat penjelasan tentang misi yang dilakukan di Batavia, Papua, dan Nanga Pinoh.[1]
Selain itu juga terdapat Orgel pipa yang didatangkan dari Belanda, Agustus 1924. Orgel ini pertama kali dimainkan oleh Suster Madeleine de Fulfence.[2]
Akses dan lokasi
Museum Santa Maria Juanda beralamat di Jalan Ir. H. Juanda No.29, Kebon Kelapa, Gambir, Jakarta Pusat. Titik koordinatnya adalah 6°10’01.0” Lintang Selatan dan 106°49’30.1”Bujur Timur. Museum ini dapat dicapai melalui Stasiun Juanda sejauh 850 meter, dari Stasiun Gambir sejauh 3,2 km, atau dari Terminal Pasar Senen sejauh 2,7 km.[1]
Museum Santa Maria Juanda dapat dikunjungi pada hari Senin sampai Jumat dari pukul 8.00 - 14.00 WIB dan hari Sabtu dari pukul 8.00 - 13.00 WIB. Sedangkan untuk hari Minggu dan hari libur, kunjungan dapat dilakukan setelah membuat janji temu terlebih dahulu.[1]
Pranala luar
Referensi
- ^ a b c d Rusmiyati, dkk. (2018). Katalog Museum Indonesia Jilid I (PDF). Jakarta: Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. hlm. 280. ISBN 978-979-8250-66-8.
- ^ a b c d e f g h Adi, Windoro (2022-12-25). "Menelusuri Sejarah Biara Ursulin Santa Maria, Bangunan Penanda Kebangkitan Kaum Hawa". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2024-05-28.
- ^ "MUSEUM – Kampus Santa Maria – Official website". Diakses tanggal 2024-05-28.
- ^ Cahyana, Ludhy (2019-12-20). "Museum Santa Maria: Kisah Nama Suster pada Sendok dan Garpu (2)". Tempo. Diakses tanggal 2024-05-28.
- ^ Cahyana, Ludhy (2019-12-20). "Uang Saku Suster yang Berkisah Riwayat Ordo Santa Ursula (1)". Tempo. Diakses tanggal 2024-05-28.