Aristoteles (384 SM – 322 SM) mengenalkan fisika sebagai bagian dari ilmu filsafat. Dalam pemikiran Aristoteles, fisika merupakan abstraksi pertama dari tiga jenis abstraksi yang melampaui kemampuan akal untuk berpikir. Dalam pandangan ini, proses mengamati membuat manusia mulai untuk berpikir. Akal budi akan melepaskan diri dari pengamatan menggunakan indra. Pengamatan ini memperoleh pengetahuan umum yang bersifat nyata dan partikular. Hasil pengamatan ini bersifat umum dan kemudian dipadukan dengan pemikiran yang kemudian disebut fisika.[3] Fisika yang dikembangkan Aristoteles dilandasi oleh pemikiran bahwa segala sesuatu yang dikaji dalam filsafat memerlukan wujud materi dalam bentuk kebendaan.[4] Kemudian, Archimedes (287 SM–212 SM) mengawali penemuan tentang rumus fisika yang disebut prinsip Archimedes. Penemuannya berkaitan dengan massa, berat dan tingkat kemurnian suatu benda. Contoh yang diberikannya ialah tumpahan air di dalam wadah.[5]
Kontribusi Islam
Kontribusi perkembangan islam dalam perkembangan ilmu fisika di mulai saat kebudayaan didominasi oleh Kekaisaran Roma, ilmu medik dan fisika berkembang sangat pesat yang dipimpin oleh ilmuwan dan filsuf dari Yunani. Runtuhnya Kekaisaran Roma berakibat pada mundurnya perkembangan ilmu pengetahuan di dataran Eropa. Bagaimanapun juga kebudayaan di timur tengah terus berkembang pesat, banyak ilmuwan dari Yunani yang mencari dukungan dan bantuan di timur tengah ini. Akhirnya ilmuwan muslim pun berhasil mengembangkan ilmu astronomi dan matematika, yang akhirnya menemukan bidang ilmu pengetahuan baru yaitu kimia. Setelah bangsa Arab menaklukkan Persia, ilmu pengetahuan berkembang dengan cepat di Persia dan ilmuwan terus bermunculan yang akhirnya dengan giatnya memindahkan ilmu yang telah ada dari kebudayaan Yunani ke timur tengah yang saat itu sedang mundur dari Eropa yang mulai memasuki abad kegelapan. Kemudian muncul ilmuan-ilmuan yang terus mengebangkan sains ke arah perkembangan era modern.
Fisika klasik
Fisika klasik ditandai dengan beberapa ciri tertentu. Ciri utamanya ialah lebih mengutamakan pengadaan percobaan dibandingkan dengan pembuatan teori. Fenomena fisika yang dijelaskan hanya yang berkaitan dengan gejala alam. Sifat fenomena yang diutamakan lebih bersifat kuantitatif. Selain itu, fisika klasik memusatkan penjelasan fisika melalui pengamatan terhadap materi. Indra penglihatan digunakan untuk menjelaskan teori tentang cahaya. Indra pendengaran digunakan untuk mempelajari bunyi. Indra perasa digunakan untuk mempelajari termodinamika. Pengamatan juga dilakukan pada percobaan elektromagnetisme.[6]
Fisika modern
Fisika kuantum
Fisika kuantum bermula sejak Max Planck mengemukakan gagasannya mengenai mekanika kuantum pada pertemuan fisikawan Jerman pada tanggal 14 Desember 1900 M. Planck menyampaikan gagasannya ini di dalam bukunya yang berjudul On the Theory of the Energy Distribution Law of the Normal Spectrum. Fisika kuantum menjadi pelengkap bagi kekurangan-kekurangan dari fisika klasik dalam penyelidikan fisika. Fokus penelitian dari fisika kuantum ialah fenomena fisika yang seukuran partikel dasar. Fisika kuantum kemudian mengatasi kelemahan fisika klasik yang hanya mampu menjelaskan fenomena fisika yang bersifat makroskopik. Partikel dasar yang dikaji ialah proton, elektron dan neutron.[7] Fisika kuantum mengatasi kelemahan fisika klasik yang tidak mampu memberikan penjelasan tentang partikel dasar yang ada di dalam atom.[8]
Fisikawan penting
Galileo Galilei
Pada masa hidupnya, Galileo Galilei merupakan salah satu fisikawan berkebangsaan Italia yang pemikirannya sangat berpengaruh. Galilei lahir di Pisa, Toskana pada tanggal 15 Februari 1564 dan meninggal di Arcetri, Toskana pada tanggal 8 Januari 1642. Selain sebagai fisikawan, ia juga mempelajati filsafat dan astronomi. Pemikirannya yang terpenting ialah mengenai revolusi ilmiah di bidang fisika, pengamatan astronomi, dan metode ilmiah.[9] Penemuannya yang masih berlaku dalam fisika ialah transformasi Galileo. Transformasi ini digunakan untuk persoalan fisika dengan kecepatan yang nilainya sangat kecil dibandingkan dengan kecepatan cahaya.[10]
^Gerthsen, dkk. (1996). Fisika Modern II(PDF). Diterjemahkan oleh Musbach, Musaddiq. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. hlm. 1. ISBN979-459-655-8.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)