Sejarah negeri Tulehu berawal dari tiga wilayah yang ditempati oleh ketiga anak Upu Latu Nusa Huhuin masih kosong dan belum berpenghuni. Konon Maruapey mendirikan megeri yang diberi nama Mawael, sedangkan Tuarita mendirikan Negeri Tial. Karena keturunan Puteri Asel yang akan melanjutkan posisi Upu Latu pada Kerajaan Sir maka Upu Latu Nusa Huhuin, Puteri Sefa dan Upu Latu Aman Husar menemani Puteri Asel dengan suaminya di Negeri Tulehu.[2]
Demografi
Semua penduduk asli Tulehu beragama Islam. Penganut agama selain Islam yang menetap di wilayah ini, semuanya merupakan pendatang, baik dari negeri-negeri beragama Kristen maupun dari luar Maluku. Masjid Jelu Tulehu adalah masjid dan bangunan terbesar di wilayah ini.
Bahasa
Masyarakat Tulehu dan sekitarnya berbicara dalam bahasa Melayu Ambon. Selain itu, terdapat pula bahasa asli yang umumnya dikenal sebagai bahasa Tana. Bahasa Tana di Tulehu memiliki kemiripan dengan beberapa bahasa asli di negeri-negeri lain di Pulau Ambon bagian utara.
Hubungan sosial
Negeri ini berhubungan gandong dengan tujuh negeri yakni Sila, Laimu, Asilulu, Paperu, Tial, dan Hulaliu. Ketujuh negeri bersaudara ini secara kolektif dikenal sebagai Silatupatih, akronim dari huruf pertama masing-masing negeri.
Selain berhubungan gandong, dahulu Tulehu dengan Tial serta Tengah-Tengah adalah anggota dari uli atau persekutuan adat yang sama, Uli Solemata.
Pariwisata
Ada dua tempat pemandian air panas di Tulehu yaitu air panas Talanghaha dan Hatuasa. Air panas alami ini dipercaya dapat menyembuhkan penyakit sehingga menjadi tujuan wisata.[3]
Olahraga
Meskipun tidak luas, Tulehu ini dikenal sebagai tempat kelahiran dari beberapa pemain Sepak bola yang terkenal di Indonesia. Pemain yang berasal dari Tulehu seperti Hendra Bayauw, Hasyim Kipuw, Dani Lestaluhu, Alfin Tuasalamony, dan Imran Nahumarury. Pemerintah berencana untuk menghabiskan 2 miliar Rupiah pada tahun-tahun mendatang untuk mengembangkan bakat- bakat di Tulehu.[4][5] Tingginya antusias dan semangat dalam sepak bola di Tulehu membuat semua warga yang ekonomi berkecukupan harus menyumbangkan bola setiap tahun untuk organisasi lokal sehingga semua anak-anak akan memiliki kesempatan untuk berlatih.[6]
Tulehu dalam budaya populer
Film Indonesia 2014 Cahaya Dari Timur: Beta Maluku ini di adaptasi dari buku berjudul Jalan Lain ke Tulehu. Baik buku maupun film mengulas akibat Maluku konflik sektarian, dengan buku yang ditulis oleh seorang wartawan yang terjebak di Tulehu ketika hal itu terjadi. Film ini adalah tentang peristiwa dan rincian bagaimana sepak bola mundur selama konflik tetapi juga membantu membangun kembali setelah itu. Sebagian besar adegan dan aktor dari Cahaya Dari Timur: Beta Maluku berasal dari Tulehu.[7]
^Sasongko, Tjahjo, ed. (23 Februari 2016). "Tulehu, Kampung Sepakbola di Maluku". Kompas.com (dalam bahasa Indonesian). Olahraga. Diakses tanggal 14 September 2016.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)