Pulau Sapuka Lompo

Sapuka Lompo
Koordinat7°5′26.840″LS,118°9′46.220″BT
NegaraIndonesia
Gugus kepulauanSabalana
ProvinsiSulawesi Selatan
KabupatenPangkajene dan Kepulauan
Luas1.204.022,0190400 m²
Peta

Sapuka Lompo atau Sapuka Besar (Ejaan Van Ophuijsen: Sapoeka Besar) adalah nama sebuah pulau kecil berpenghuni yang berada di gugusan Kepulauan Sabalana, perairan Laut Flores dan secara administratif masuk pada wilayah Kelurahan Sapuka, Kecamatan Liukang Tangaya, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, Indonesia. Pulau Sapuka Lompo memiliki wilayah seluas 1.204.022,0190400 m2.[1] Secara astronomis, pulau ini terletak di titik koordinat 7°5′26.84″LS,118°9′46.22″BT.[2]

Pulau Sapuka Besar merupakan pusat pemerintahan Kelurahan Sapuka sekaligus pusat pemerintahan Kecamatan Liukang Tanganya. Pulau yang terletak pada 07°05'26,84" LS dan 118°09'46,22" BT ini di sebelah Utara berbatasan dengan Perairan Selat Makassar, di sebelah Selatan dengan Pulau Sapuka Caddi, di sebelah Barat dengan Pulau Kembang Lemari dan di sebelah Timur dengan Pulau Sambar Jaga. Pulau ini memiliki luas sekitar 14 km² (termasuk wilayah perairan). Dari puluhan pulau-pulau di wilayah administratif Kecamatan Liukang Tangaya, di Pulau Sapuka Besar inilah, terdapat kantor pemerintah kecamatan, puskesmas, sekolah, kantor polisi, koramil, dan lainnya. Kalau dilihat dari citra satelit, pulau-pulau ini lebih dekat dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Masyarakat di Pulau Sapuka Besar mayoritas melaut mencari ikan, teripang, dan rumput laut. Daerah ini pun dikenal dengan produksi ikan keringnya yang banyak dan terbilang murah. Hanya saja, kehidupan masyarakat kepulauan di Kecamatan Liukang Tangaya serba terbatas. Meski PLN telah mengaliri listrik pulau ini, namun hanya bisa beroperasi mulai dari pukul 18.00 hingga 23.00 WITA. Selebihnya, masyarakat yang mampu menggunakan genset maupun listrik tenaga surya.

Demografi

Berdasarkan data tahun 2007 bahwa pulau ini dihuni penduduk sekitar 2.564 jiwa yang terdiri dari 1.215 laki-laki dan 1.349 perempuan. Mereka umumnya beretnis Bugis, Makassar, Mandar, dan Bajoe. Beberapa warga pendatang dari Bima, Lombok, Sumbawa, dan Madura juga menetap di pulau ini dan akhirnya berbaur dengan warga lokal.

Ekosistem dan sumberdaya hayati

Pulau Sapuka merupakan pusat Kelurahan Sapuka diantara 12 pulau lainnya. Namun aktivitas nelayan tidak lagi sepenuhnya di sekitar pulau ini. Hal ini dapat dilihat dari kondisi terumbu karang yang sudah rusak, walaupun beberapa titik dikategorikan dalam kondisi 'sedang' dan 'bagus'. Kurangnya tutupan karang keras diimbangi oleh tutupan karang lunak mencapai 80 %. Genera karang yang banyak ditemukan antara lain; Acropora, Montipora, dan Porites.

Tercatat 4 jenis lamun, yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata. Lamun yang dijumpai umumnya tumbuh pada substrat pasir dan pecahan karang (rubble). Vegetasi lamun tumbuh mengelilingi semua sisi pulau dengan penutupan berkisar 0-80%.

Ditemukan dua jenis Mangrove di Pulau Sapuka, yaitu jenis Rhizophora spp dan Sonneratia spp. Adanya pengikisan air laut dan penebangan yang dilakukan masyarakat menjadi penyebab banyaknya mangrove yang mati di pulau ini. Ikan karang yang umum masih mudah dijumpai di pulau ini misalnya Ikan Chromis atau (Pomacentridae) dan ikan ekor kuning (Caesionidae). Ikan kepe-kepe (Chaetodontidae) dan ikan kakatua (Scaridae) sebagai ikan indikator juga masih banyak dijumpai. Umumnya masyarakat memanfaatkan biota yang mempunyai nilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Aktivitas pengelolaan sumberdaya

Sebagian besar warga sangat bergantung pada kondisi sumber daya alam terutama laut. Hal ini terlihat dari mata pencaharian mereka yang sebagian besar adalah i nelayan penangkap ikan dan petani rumput laut. Sebagian besar warga mencari ikan dengan menggunakan pancing. Mereka menggunakan perahu berukuran sedang untuk mencapai lokasi penangkapannya. Sekali operasi mereka dilengkapi dengan bahan bakar dan bekal dengan masa sekali operasi umumnya antara 3 dan 4 hari. Untuk beristirahat mereka singgah di pulau terdekat dimana terdapat satu atau dua rumah. Organisme target penangkapan adalah ikan hidup, seperti ikan kerapu dan sunu. Alat tangkap lain yang digunakan adalah jaring. Jenis alat tangkap ini berbentuk memanjang yang dilengkapi dengan pelampung-pelampung kecil yang terbuat dari gabus. Alat ini dipasang di perairan yang relatif dangkal. Ikan tangkapan yang biasanya diperoleh adalah ketambak, tendro dan ikan pelagis lainnya.

Alat tangkap berupa bagang juga digunakan oleh nelayan. Alat ini berupa kayu dan bambu yang dirakit dan dilengkapi dengan jaring dan lampu untuk menarik perhatian ikan. Penggunaan alat tangkap ini umumnya pada malam hari dengan lokasi yang tidak terlalu jauh dari pulau. Pada malam hari cahaya lampu bagang masih terlihat dari daratan pulau. Pada pagi hari hasil tangkapan dijual langsung ke pengumpul dan atau dikeringkan terlebih dahulu sebelum dijual kering. Ikan yang mereka dapatkan umumnya jenis ikan mairo, cumi-cumi dan lain-lain. Nelayan mencari ikan di taka-taka yang banyak terdapat di sekitar pulau mereka. Taka adalah daerah perairan yang berisi terumbu karang yang menjadi habitat berbagai jenis ikan. Beberapa taka yang menjadi tempat mencari ikan adalah Taka Utara, Taka Timpusu, Taka Tangngayya, Taka Lana Sarassa, Taka Jappon, Taka Lana Kantappa, Taka Luar, Taka Karangan, Taka Caka-cakalanggang, Taka Barat Laut, Taka Sunu, Taka Kerapu, Taka Susunan, Taka Tinggalungan, Taka Tengah, Taka Pinisi, Taka Karangan, Taka Karangan Koko, dan Taka Karang Kecil. Taka-taka tersebut juga seringkali menjadi area penangkapan ikan oleh nelayan-nelayan dari luar, seperti dari Pulau Medang, Makassar, dan desa-desa sekitar Pulau Sapuka Besar yakni Desa Balobaloang, Desa Matalaang, Desa Sailus, dan Desa Tampaang.

Nelayan penangkap menjual hasil tangkapannya kepada ponggawa yang kadangkala juga berperan sebagai pengumpul. Hasil tangkapan kemudian dijual ke daerah Sumbawa, Lombok dan Bali serta Makassar. Mereka lebih memilih untuk menjual hasil tangkapannya ke Sumbawa, Lombok dan Bali karena jarak tempuhnya lebih dekat jika dibandingkan ke Makassar. Waktu tempuh untuk ke Makassar antara 24 dan 30 jam, sedangkan waktu tempuh ke Bali, Lombok dan Sumbawa hanya ± 7 jam. Dengan demikian biaya transportasi yang harus mereka keluarkan jauh lebih sedikit bila transaksi berlangsung di PPI Paotere Makassar.

Warga juga menggeluti kegiatan budidaya rumput laut yang ditanam di sekitar pantai pulau dengan menggunakan metode tali bentang. Warga mengeluhkan rumput laut yang mereka tanam sering terserang penyakit sebelum memasuki masa panen. Tanda-tanda penyakit yakni mengalami pemutihan dan kemudian mati. Selain itu rumput laut juga sering terserang hama berupa jamur yang ditandai dengan adanya serabut serabut ditanaman yang kemudian menyebabkan kematian. Rumput laut juga sering terserang hama berupa ikan yang memakan rumput laut sehingga merugikan petani. Para petani menjual hasil panennya kepada para pedagang pengumpul yang umumnya berasal dari pulau setempat yang lalu membawa rumput laut tersebut ke luar pulau seperti Makassar, Sumbawa, Lombok atau Bali untuk dijual kepada eksportir/industri. Pulau Sapuka Besar adalah pulau terluas di Kelurahan Sapuka dan memiliki areal daratan yang dimanfaatkan oleh warga setempat untuk menanam berbagai komoditas pertanian seperti kelapa, pisang, labu dan pohon jarak serta sayur-sayuran. Buah kelapa kadang diolah menjadi kopra lalu dijual ke Pulau Sumbawa atau Lombok. Sedangkan hasil kebun lainnya lebih sering mereka konsumsi sendiri atau dijual kepada warga lainnya.

Sarana dan prasarana

Fasilitas pendidikan di pulau ini terdiri atas bangunan TK Darma Wanita, SD, SMP, dan SMA. Sarana pendidikan tersebut dimanfaatkan tidak saja oleh warga Pulau Sapuka Lompo, tetapi juga warga dari pulau lain di sekitarnya. Guru-guru yang mengajar di sekolah-sekolah tersebut sebagian berasal dari warga setempat yang telah mengenyam pendidikan di luar pulau, seperti di Makassar, Sumbawa, dan Lombok, dan sebagian lainnya berasal dari Pangkajene. Fasilitas kesehatan yang tersedia berupa Pustu, dan rumah dinas untuk tenaga kesehatan serta klinik kesehatan gigi. Sarana kesehatan tersebut dilengkapi dengan satu unit kapal 'Puskesmas Terapung' yang juga melayani pulau-pulau lainnya dalam lingkup administratif Kecamatan Liukang Tangngayya.

Sarana umum lain yang tersedia di pulau ini adalah mesin generator listrik umum, dermaga, dan masjid. Ketersediaan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari warga berasal dari sumur-sumur yang mereka gali sendiri. Pada musim kemarau air bersih sangat sulit untuk didapatkan, sehingga mereka menggali banyak sumur di kawasan perkebunan yang terdapat dibagian tengah pulau. Sumur yang mereka gali berkedalaman ± 1 meter dan berdiameter ± 20 cm. Air tawar yang mereka dapatkan dari sumur tersebut sering hanya seember dan digunakan untuk keperluan masak-memasak. Sumur kecil tersebut jumlahnya sangat banyak sehingga oleh warga setempat dinamakan 'sumur seribu'. sering hanya seember dan digunakan untuk keperluan masakmemasak. Sumur kecil tersebut jumlahnya sangat banyak sehingga oleh warga setempat dinamakan 'sumur seribu'.

Referensi

  1. ^ Abdul Haris Farid, Suhardjono, dan Dwi Wulan Titik Andari. Laporan Penelitian: Penguasaan dan Pemilikan atas Tanah Pulau-Pulau Kecil di Propinsi Sulawesi Selatan. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta, 2013. Hlm. 1–53.
  2. ^ Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (2012). "Direktori Pulau-Pulau Kecil Indonesia". www.ppk-kp3k.kkp.go.id. Diakses tanggal 27 September 2022. 

Pranala luar