Menurut sejarawan Phoa Kian Sioe, dorongan untuk penunjukan Phoa Beng Gan sebagai Kapitan Cina pada tahun 1645 berasal dari komunitas Cina di Batavia.[1] Penunjukan tersebut kemudian disetujui oleh Cornelis van der Lijn, Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-10.[1]
Tidak seperti dua orang pendahulunya, Kapitan Souw Beng Kong dan Kapitan Lim Lak Ko, yang merupakan pedagang kaya, Phoa tidak terlalu kaya.[5] Karena kekayaan dipandang penting untuk dimiliki oleh seorang pejabat publik, pemerintah Hindia Belanda kemudian memberi Phoa hak untuk memungut surat konde atau pajak pemungutan suara.[5][4]
Pajak tersebut dikenakan kepada orang Cina di Hindia Belanda yang telah berusia lebih dari 16 tahun. Pajak tersebut wajib dibayarkan ke pemerintah Hindia Belanda melalui Kapitan Cina yang berhak memperoleh sebagian dari total pajak yang dibayarkan melalui dirinya.[4] Pajak tersebut dipandang memberatkan oleh komunitas Cina di Hindia Belanda, sehingga untuk beberapa waktu, sempat menimbulkan banyak niat jahat terhadap Kapitan Cina yang sedang menjabat.[5]
Proyek irigasi
Walaupun sempat mendapat banyak niat jahat, reputasi Kapitan Phoa Beng Gan kemudian meningkat berkat proyek-proyek irigasinya.[1][5] Pada pertengahan abad ke-17, Batavia rawan terjangkit malaria parah karena dikelilingi oleh rawa.[5] Namun, pemerintah Hindia Belanda tidak memiliki cukup uang untuk mengeringkan rawa, karena uangnya habis dipakai untuk keperluan lain.[5]
Kapitan Phoa Beng Gan lalu mengumpulkan uang dari komunitas Cina untuk mendanai pengeringan rawa di Batavia. Ia pun memimpin sendiri proyek pengeringan rawa tersebut.[5][2][4] Ia memimpin pembangunan sebuah kanal besar untuk mengeringkan rawa di Batavia. Pembangunan kanal dimulai pada bulan Januari 1648 dan dapat diselesaikan pada akhir tahun 1648.[5]
Kanal tersebut kemudian tidak hanya mengeringkan rawa di sekitar Batavia, tetapi juga berperan penting dalam mendukung perekonomian, karena kanal tersebut menghubungkan Batavia ke Tanah Abang dan seterusnya, sehingga juga dapat difungsikan sebagai kanal transportasi untuk mengangkut hasil pertanian dari pinggir kota ke pusat kota Batavia.[5][4] Kanal tersebut pun disebut sebagai Bingamvaart untuk menghormati Kapitan Phoa Beng Gan.[6]
Proyek irigasi lanjutan lalu diperlukan, karena kanal tersebut mengering selama musim kemarau, sehingga tidak dapat digunakan sebagai kanal transportasi.[1][5][7] Phoa pun memperpanjang kanal tersebut, melalui jalan yang kini bernama Jl. Juanda dan Jl. Veteran di Sawah Besar, untuk memungkinkan air dari Sungai Ciliwung masuk ke kanal tersebut.[5][2][7][4]
Atas kontribusi Phoa terhadap proyek-proyek irigasi tersebut, pemerintah Hindia Belanda kemudian memberinya sebuah tanah partikelir di Tanah Abang, di mana ia kemudian membudidayakan tebu.[1][4]
Pada tahun 1661, nama kanal tersebut diubah menjadi Molenvliet, dan nama tersebut pun tetap dipakai hingga Indonesia merdeka.[6]