Penyelidikan pendakwaan terhadap Donald Trump, Presiden Amerika Serikat ke-45, dimulai pada tanggal 24 September 2019 oleh Nancy Pelosi, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat, dalam pengumuman resmi yang disiarkan lewat televisi.[1][2][3] Proses ini dimulai setelah Presiden Trump dan pengacara pribadinya, Rudy Giuliani, memaksa pemerintah Ukraina untuk menyelidiki Hunter Biden, putra mantan wakil presiden dan calon presiden 2020 Joe Biden,[4] dalam rangka menjegal kampanye pencapresan Biden.[5] Pada bulan Juli, Trump menangguhkan bantuan militer untuk Ukraina; ia mencabut penangguhan tersebut pada bulan September.[6]
Pendakwaan Donald Trump telah diupayakan oleh sejumlah orang dan kelompok yang percaya Presiden Donald Trump terlibat aktivitas-aktivitas tertentu sehingga layak didakwa.[7][8] Pendakwaan sudah dibahas sejak Trump belum dilantik.[9] Upaya pendakwaan resmi dirintis oleh Anggota DPR Al Green (D) dan Brad Sherman (D) pada 2017, tahun pertama masa kepresidenan Trump.[10][11][12] Pada Desember 2017, resolusi pendakwaan tidak diloloskan oleh DPR yang dikuasai fraksi Republik dengan perolehan suara 58–364.[13]
Partai Demokrat menguasai DPR pada pemilu 2018 dan langsung menyelidiki keputusan dan kondisi keuangan Trump.[14][15] Pada 17 Januari 2019, Trump dituduh menyuruh pengacara langganannya, Michael Cohen, untuk berbohong di atas sumpah dalam penyelidikan keterlibatan Trump dengan pemerintah Rusia dalam proyek Trump Tower di Moskow.[16] Berbagai pihak segera menuntut penindakan dan meminta presiden "mundur atau didakwa" apabila tuduhan ini terbukti benar.[17]
Laporan Mueller, dirilis tanggal 18 April 2019, tidak menjawab apakah Trump bertindak pidana dengan menghambat proses peradilan.[18] Mueller mengatakan bahwa Kongres berwenang untuk menjawab persoalan tersebut. Kongres kemudian mendukung dimulainya proses pendakwaan.[19] Ketua DPR Nancy Pelosi awalnya menolak desakan pendakwaan presiden.[20] Pada Mei 2019, ia mengatakan apabila Trump terus-menerus melakukan tindakan yang menghambat proses peradilan dan tidak menghormati surat panggilan kongres, Kongres akan memulai proses pendakwaan.[21][22] Fraksi Demokrat dan satu anggota fraksi Republik, Justin Amash (Michigan),[note 1] terus menuntut pendakwaan.[24]
Per September 2019, resolusi-resolusi berikut ini telah diajukan dalam sidang Kongres Amerika Serikat ke-116:
Pada 25 September 2019, sedikitnya 214 anggota fraksi Demokrat dan 1 anggota fraksi independen mendukung dimulainya proses pendakwaan presiden.[35]
Sejak Mei hingga Agustus 2019, Presiden Trump dan pengacara pribadinya, Rudy Giuliani, menekan pemerintah Ukraina untuk melakukan penyelidikan terhadap Hunter Biden, putra calon presiden 2020 Joe Biden.[36][37][38][39][40] Pada saat yang sama, Trump menangguhkan bantuan militer untuk Ukraina "tanpa alasan tertentu" menurut Reuters. Ia kemudian mencabut penangguhan tersebut.[41] Keluhan penyingkap aib dari seorang pegawai Komunitas Intelijen Amerika Serikat diyakini berkenaan dengan situasi ini.[42]
Pada 22 September, Trump mengakui dirinya membahas Joe Biden dalam panggilan telepon dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tanggal 25 Juli. Trump menyatakan bahwa, "kami tidak mau orang-orang seperti Wakil Presiden Biden dan putranya menambah-nambah penyakit korupsi di Ukraina".[43] Pada 25 September, Gedung Putih merilis transkrip percakapan Trump dengan Zelensky.[44][45]
Pada pukul 16:00 EDT tanggal 25 September, keluhan penyingkap aib diteruskan kepada Kongres.[46]
Pada malam hari tanggal 24 September, Pelosi mengumumkan bahwa enam komisi DPR akan memulai proses pendakwaan Presiden Trump. Pelosi menuduh Trump melanggar sumpah jabatannya, mengancam keamanan nasional Amerika Serikat, dan membahayakan integritas pemilihan umum.[1][2][3] Enam komisi yang ditugaskan dalam proses ini adalah Komisi Layanan Keuangan, Kehakiman, Intelijen, Luar Negeri, Pengawasan dan Reformasi, dan Peninjauan Anggaran.[47]
Joseph Maguire, pelaksana tugas Direktur Badan Intelijen Nasional yang menunda pengiriman keluhan penyingkap aib ke Kongres, akan menyampaikan kesaksian di hadapan Komisi Intelijen DPR pada tanggal 26 September 2019.[48]
|url-status=