Mulai tahun 1991, pergolakan politik di Balkan membuat sekitar 2.700.000 orang terlantar pada pertengahan 1992, di mana lebih dari 700.000 di antaranya mencari suaka di negara-negara Eropa lainnya.[13][14] Menurut laporan CIA tahun 1994, wilayah Bosnia yang di bawah kontrol Serbia memiliki populasi 1.730.000 Bosniak dan Kroasia sebelum perang pada tahun 1992, tetapi pada November 1994, hanya 165.700 orang non-Serbia yang tersisa.[15] Kampanye itu diyakini sebagai bagian dari rencana untuk mewujudkan "Serbia Raya" sebagai penerus Yugoslavia yang nasibnya di ujung tanduk.[16]
Metode yang digunakan selama kampanye pembersihan etnis di Bosnia termasuk "pembunuhan, penyiksaan, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, eksekusi di luar pengadilan, pemerkosaan dan penyerangan seksual, penempatan penduduk sipil di daerah kumuh, deportasi penduduk sipil, serangan atau ancaman serangan terhadap warga dan wilayah sipil, dan pengrusakan harta benda secara sengaja ".[17]Pengadilan Pidana Internasional untuk Bekas Yugoslavia (ICTY) kemudian menghukum beberapa pejabat (kebanyakan orang Serbia, tetapi juga beberapa orang Kroasia) karena persekusi dan pemindahan paksa atau deportasi yang dinilai sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Latar belakang
Bosnia dan Herzegovina dikuasai oleh Kesultanan Utsmaniyah dari 1463 hingga 1878. Selama periode ini, sebagian besar penduduk Bosniak (Muslim Bosnia), masuk Islam, menjadikan Bosnia negeri yang beraneka ragam.[18] Berbagai suku di Bosnia dan Herzegovina — Bosniak, Serbia, dan Kroasia — hidup berdampingan dengan damai sampai pecahnya Perang Dunia I pada tahun 1914. Ketegangan antara ketiga kelompok tersebut sebagian besar disebabkan oleh masalah ekonomi, di mana Serbia mengklaim Bosnia dan Herzegovina sejak 1878.[19] Menurut beberapa sejarawan, kelompok nasionalis Serbia dan Kroasia, yang masing-masing memeluk Kristen Ortodoks dan Katolik, tidak pernah menerima orang Bosnia sebagai suku terpisah[18] dan mencoba untuk mengasimilasi Muslim Bosnia ke dalam budaya mereka masing-masing.[20]Perang Dunia II menimbulkan bentrokan antaretnis, di mana ketiga kelompok tersebut terbagi antara berbagai faksi.[21] Setelah Perang Dunia II, Bosnia dan Herzegovina menjadi bagian dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia.[22]
Setelah kematian pemimpinnya Josip Broz Tito, Yugoslavia mengalami kekacauan politik dan ekonomi pada dasawarsa 80-an.[23] Ketika komunisme kehilangan pamornya, tokoh nasionalisSlobodan Milošević di Serbia dan Franjo Tuđman di Kroasia mulai berkuasa.[24]Slovenia dan Kroasia menyerukan reformasi dan konfederasi yang lebih longgar tetapi seruan ini ditentang oleh pemerintah pusat di Beograd.[25] Pada 25 Juni 1991, Slovenia dan Kroasia menyatakan kemerdekaan dari Yugoslavia. Pertikaian singkat terjadi di Slovenia dan Perang Kemerdekaan Kroasia mulai membara.[26]Makedonia juga mengumumkan kemerdekaan, tetapi dibiarkan begitu saja oleh Yugoslavia.[27] Rencana RAM mulai diterapkan, meletakkan dasar bagi perbatasan baru "Yugoslavia Ketiga" dalam upaya mendirikan negara di mana "seluruh etnis Serbia akan hidup bersama dalam satu negara".[28]
Rencana Izetbegović-Gligorov menawarkan restrukturisasi Yugoslavia berdasarkan prinsip 2 + 2 + 2, dengan Serbia dan Montenegro menjadi inti dari federasi, sementara Bosnia dan Makedonia tetap tergabung dalam federasi yang longgar beserta Kroasia dan Slovenia. Namun, rencana itu ditolak.[29] Pada akhir 1991, Serbia mulai mendirikan sejumlah kawasan otonom di Bosnia.[30] Pada 14 Oktober 1991, fraksi Partai Aksi Demokrat (SDA) di Parlemen Republik Bosnia dan Herzegovina mengumumkan rencana mereka untuk menggelar referendum kemerdekaan. Hal ini direspons oleh politikus terkemuka Serbia Bosnia Radovan Karadžić, yang berpidato di sidang parlemen dan secara terbuka mengancam terjadinya perang dan punahnya suku Bosnia.[31] Pada tanggal 9 Januari 1992, Majelis Serbia Bosnia membentuk "Republik Rakyat Serbia di Bosnia dan Herzegovina", yang mencakup semua daerah dengan mayoritas Serbia dan "wilayah tambahan", yang definisinya kurang jelas, tetapi diduga mencakup wilayah di mana etnis Serbia menjadi mayoritas sebelum era Perang Dunia II.[32]
Antara 29 Februari dan 1 Maret 1992, Bosnia dan Herzegovina mengadakan referendum kemerdekaan, yang setelah itu menyatakan kemerdekaan dari Yugoslavia.[33] Kebanyakan etnis Serbia Bosnia ingin bertahan di Yugoslavia.[34] Selama sidang ke-16 Majelis Serbia Bosnia pada 12 Mei 1992, Karadžić, yang pada saat itu adalah pemimpin proto-negara yang memproklamirkan diri di Republika Srpska, mengumumkan "enam tujuan strategis", termasuk "pembuatan koridor di Lembah Drina sehingga menghilangkan [Sungai] Drina sebagai pemisah kedua negara Serbia".[35] Jenderal Republika Srpska Ratko Mladić menyebut "Muslim dan Kroasia" sebagai musuh dan menyarankan Majelis untuk mengusir mereka dengan cara politis atau dengan kekerasan.[36]
Eskalasi Perang Bosnia dengan cepat meningkat. Pasukan Serbia terdiri dari Tentara Republika Srpska (VRS), Tentara Rakyat Yugoslavia (JNA), dan pasukan paramiliter Serb Bosnia.[37] Cita-cita mereka adalah untuk menyatukan Yugoslavia[38] atau Serbia Raya.[39] Otoritas Serbia di Beograd ingin mencaplok daerah baru untuk Serbia di Bosnia dan Kroasia yang pada akhirnya akan dimasukkan ke Serbia dan Montenegro.[40]
Pembersihan etnis adalah kebijakan yang bertujuan "menjadikan suatu daerah homogen secara etnis dengan menggunakan kekerasan atau intimidasi untuk mengusir orang-orang dari suku bangsa lain keluar dari daerah itu".[46]
Sebuah laporan oleh Komisi Ahli PBB tertanggal 27 Mei 1994 mengartikan pembersihan etnis sebagai tindakan yang "menjadikan suatu daerah homogen secara etnis dengan menggunakan kekerasan atau intimidasi untuk memaksa orang-orang dari kelompok lain keluar dari daerah tersebut", dan menemukan bahwa pembersihan etnis dilakukan melalui "pembunuhan, penyiksaan, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, eksekusi di luar hukum, pemerkosaan dan pelecehan seksual, pengurungan penduduk sipil di daerah ghetto, pemindahan dan deportasi penduduk sipil secara paksa, serangan militer yang disengaja disertai ancaman serangan terhadap warga sipil, dan perusakan properti secara serampangan".[47]
Pengertian istilah "pembersihan etnis" dan "genosida" tidaklah sama tetapi wacana akademis menganggap keduanya selalu ada dalam hal serangan terhadap suatu etnis atau kelompok agama. Pembersihan etnis serupa dengan deportasi paksa atau pemindahan penduduk suatu kelompok untuk mengubah komposisi etnis suatu wilayah sedangkan genosida ditujukan untuk menghancurkan suatu kelompok.[49]
Laporan internasional
Komite Hubungan Luar Negeri Senat Amerika Serikat menerbitkan laporan staf tentang pembersihan etnis di Bosnia pada Agustus 1992.[50] Pada 17 November di tahun yang sama, Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-BangsaTadeusz Mazowiecki mengeluarkan laporan berjudul "Situasi Hak Asasi Manusia di Kawasan Bekas Yugoslavia" kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam laporan tersebut, pembersihan etnis di Bosnia dan Herzegovina digambarkan sebagai tujuan politik nasionalis Serbia yang ingin memastikan kendali atas wilayah dengan etnis mayoritas Serbia serta "wilayah yang berdekatan". Menurut laporan itu pula, pasukan paramiliter memainkan peran utama dalam pembersihan etnis.[51]
Pada tanggal 18 Desember 1992, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan resolusi 47/147, di mana mereka menolak "akuisisi wilayah dengan paksa" dan mengutuk "dalam istilah yang paling buruk terhadap praktik menjijikkan dari 'pembersihan etnis'", serta mengakui "Pemerintahan Republika Srpska, Tentara Yugoslavia, beserta pimpinan politik Republik Serbia memikul tanggung jawab bersama atas praktik tercela ini".[52]
Pada 1 Januari 1993, Helsinki Watch merilis sebuah laporan tentang konflik di bekas Yugoslavia. Ditemukan bahwa pembersihan etnis adalah "pelanggaran paling mengerikan di Kroasia dan Bosnia-Herzegovina" karena meliputi "eksekusi kilat, penghilangan, penahanan sewenang-wenang, serta deportasi dan pemindahan paksa ratusan ribu orang atas dasar agama atau kebangsaan mereka".[53]
Resolusi 780 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengesahkan pembentukan Komisi Ahli untuk mencatat kejahatan di bekas Yugoslavia, termasuk Bosnia dan Herzegovina. Pada 27 Mei 1994, pembuatan laporan tentang kebijakan pembersihan etnis diakhiri.[54] Komite Hubungan Luar Negeri Senat Amerika Serikat mengadakan sesi dengar pendapat tentang kejahatan perang di Balkan pada 9 Agustus 1995.[55]
Pada tanggal 15 November 1999, PBB merilis "Laporan Sekretaris Jenderal berdasarkan resolusi Sidang Umum 53/35: Jatuhnya Srebrenica [A/54/549]", yang merinci jatuhnya Srebrenica pada Juli 1995 dan mendapatinya sebagai bagian dari rencana pembersihan etnis oleh Serbia untuk memusnahkan penduduk Bosnia di daerah yang mereka caplok sehingga Serbia dapat mengisinya kembali dengan warga Serbia.[56]
Kampanye dan metode
Metode yang digunakan selama kampanye pembersihan etnis Bosnia meliputi "pembantaian warga sipil, pemerkosaan, penyiksaan, penghancuran properti sipil, publik, dan budaya, penjarahan, serta pemindahan paksa penduduk sipil".[57] Relokasi paksa penduduk sipil merupakan bagian tak terpisahkan dari kampanye pembersihan etnis. Kampanye Serbia meliputi pembunuhan pejabat sipil, agama dan intelektual suku Bosniak dan Kroasia; pengiriman laki-laki dewasa ke kamp konsentrasi dan pemerkosaan terhadap perempuan. Kampanye militer Serbia juga turut menghancurkan dan membakar situs sejarah, agama dan budaya bangsa Kroasia dan Bosnia.[58]
Pasukan Serbia
Antara 700.000 dan 1.000.000 suku Bosniak diusir dari rumah mereka dari wilayah Bosnia yang dikuasai oleh pasukan Serbia.[59] Sumber lain memperkirakan bahwa setidaknya 750.000 Bosnia dan sejumlah kecil etnis Kroasia diusir dari daerah ini.[60] Metode yang digunakan meiliputi intimidasi dan teror untuk menekan warga Bosnia, Kroasia, dan suku lainnya agar segera meninggalkan daerah yang diklaim Serbia.[61]
Berbagai tindakan diskriminatif kuga diberlakukan terhadap orang Bosnia di daerah yang dikuasai VRS.[62] Di kota Prijedor, mulai 30 April 1992, orang non-Serbia dipecat dari pekerjaannya dan dilarang memasuki gedung pengadilan, lalu digantikan oleh orang Serbia. Kalangan terpelajar Bosniak dan suku lainnya dikirim ke kamp Omarska.[63] Rumah-rumah suku Bosniak dan Kroasia digeledah dan dijarah untuk mendapatkan senjata.[64] Pasukan Serbia mengantar etnis non-Serbia yang mengenakan kain putih di lengan ke bus yang mengangkut mereka ke kamp-kamp di Omarska, Trnopolje dan Keraterm. Pergerakan orang juga dibatasi melalui pemberlakuan jam malam dan pos pemeriksaan. Siaran radio mengimbau orang Serbia untuk "menangkap" orang Bosnia dan Kroasia.[65] Penyiksaan dan penganiayaan di pusat-pusat penahanan ini didirikan untuk memaksa narapidana menerima tawaran pembebasan dengan syarat mereka harus menandatangani dokumen yang memaksanya pergi dari daerah tersebut.[66]
Di Banja Luka, etnis Bosnia dan Kroasia diusir dari rumah mereka, dan pemukim Serbia datang mengambil alih properti mereka. Kerja paksa yang diberlakukan oleh pihak berwenang memaksa orang non-Serbia menyingkir. Orang-orang yang meninggalkan Banja Luka harus menandatangani dokumen penyerahan harta benda mereka tanpa ganti rugi.[67] Sayap-sayap paramiliter sering masuk ke rumah orang non-Serbia pada malam hari untuk merampok dan menyerang penghuninya. Dalam beberapa kasus, pasukan paramiliter akan menembak ke dalam rumah. Kepolisian setempat tidak mencegah serangan berkelanjutan ini.[68] Di Zvornik, orang-orang Bosnia diberi stempel resmi di kartu identitas untuk perubahan domisili; agar segera meninggalkan daerah itu. Mulai Mei – Juni 1992, orang-orang Bosnia diangkut dengan bus ke Tuzla dan Subotica di Serbia. Beberapa warga dipaksa pergi di bawah todongan senjata. Pemindahan paksa serupa terjadi di Foča, Vlasenica, Brčko, Bosanski Šamac, dan kota-kota lainnya.[67] Perwakilan UNHCR enggan membantu warga Bosnia meninggalkan daerah yang dilanda perang, karena takut dianggap kaki tangan dalam pembersihan etnis.[69] Kota Foča diganti namanya menjadi Srbinje (Tanah Serbia). Seorang wanita Bosniak, yang diperkosa, mengatakan bahwa pemerkosanya ingin membaptis dan mengubah mereka semua menjadi orang Serbia.[70]
Di Kozluk pada bulan Juni 1992, orang Bosnia ditangkap dan ditempatkan di truk dan kereta api untuk dikeluarkan dari daerah tersebut.[71] Di Bijeljina, warga non-Serbia juga diusir dari rumah mereka dan diberhentikan dari pekerjaan.[72] Orang non-Serbia yang ditangkap dikirim ke kamp Batković,[73] di mana mereka melakukan kerja paksa di garis depan.[74] Dalam pembantaian Višegrad tahun 1992, ratusan orang Bosniak ditangkap di atas jembatan, ditembak dan dibuang ke sungai atau dikunci di dalam rumah lalu dibakar hidup-hidup; Wanita Bosniak diperkosa dan seorang pria Bosniak diikat ke sebuah mobil dan diseret keliling kota.[75]
VRS juga mengepung daerah kantong yang dihuni warga Bosniak.[76] Setelah Srebrenica dikuasai VRS pada 11 Juli 1995, orang-orang Bosniak dibantai sementara 23.000 orang meninggalkan daerah itu dengan bus pada 13 Juli.[77]
Pasukan Kroasia
Pada permulaan tahun 1992, ketika pasukan VRS bergerak maju menuju Odžak dan Bosanska Posavina, pasukan Kroasia mengusir warga sipil Serbia yang tinggal di daerah tersebut dan mengangkut mereka ke Kroasia. Mereka juga mengusir orang Serbia dari Herzegovina dan membakar rumah-rumah pada Mei 1992.[78] Pada tahun 1993, otoritas Kroasia Bosnia melakukan pembersihan etnis selama serangan di Mostar, di mana orang Bosnia ditempatkan dalam kamp-kamp penahanan yang mereka kelola. Pasukan Kroasia mengusir suku Bosniak dari bagian barat Mostar dan dari kota serta desa lain, termasuk Stolac dan Čapljina.[79] Untuk mengambil alih kekuasaan di kawasan Bosnia Tengah dan Herzegovina Barat yang diincar oleh HR BH, presidennya Mate Boban memerintahkan Dewan Pertahanan Kroasia (HVO) untuk mulai menganiaya orang Bosnia yang tinggal di tempat ini. Pasukan Kroasia menggunakan "serangan artileri, penggusuran, kekerasan, pemerkosaan, perampokan, dan pemerasan" untuk mengusir atau membunuh penduduk Bosniak, beberapa di antaranya ditahan di kamp Heliodrom dan Dretelj. Pembantaian Ahmići dan Stupni Do bertujuan untuk menyingkirkan orang Bosnia dari daerah ini.[80]
Tentara Kroasia meledakkan usaha dan toko-toko milik warga Bosniak di beberapa kota. Mereka menangkap ribuan warga sipil Bosnia dan mencoba mengeluarkan mereka dari Herzegovina dengan memindahkan mereka ke luar negeri.[81] Pasukan HR HB membersihkan etnis Serbia dan Bosnia dari kantor-kantor pemerintahan dan kepolisian. Orang Bosnia di wilayah yang diklaim oleh HR HB semakin teraniaya.[82] Di Vitez dan Zenica pada April 1993, tentara Kroasia memperingatkan warga Bosnia bahwa mereka akan dibunuh dalam waktu tiga jam kecuali mereka meninggalkan rumah.[83] Peristiwa serupa terjadi di Prozor, di mana warga Bosniak pergi setelah pasukan Kroasia mengambil alih kota, menjarah lalu membakar toko-toko etnis Bosniak.[84]
Pasukan Bosnia
Menurut "Laporan Akhir Dewan Keamanan PBB (1994)", orang-orang Bosniak terlibat dalam "pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa dan pelanggaran hukum kemanusiaan internasional lainnya" tetapi mereka tidak terlibat dalam "pembersihan etnis yang sistematis".[85] Jaksa Bosnia mendakwa mantan anggota Tentara Bosnia atas kejahatan terhadap kemanusiaan kepada warga Serbia, guna mengusir mereka dari Konjic dan desa sekitarnya pada Mei 1992.[86][87] Selama Pengepungan Goražde, pasukan Bosniak mengusir beberapa orang Serbia dari kota itu dan menjadikan warga yang lain sebagai tahanan rumah.[88] Insiden serupa terjadi pada Maret 1993 ketika otoritas Bosniak memulai kampanye untuk mengusir orang-orang Kroasia dari Konjic.[79] Selama Pengepungan Sarajevo, pemimpin paramiliter Bosnia Mušan Topalović dan anak buahnya menculik dan membunuh sebagian besar orang Serbia yang tinggal di dalam dan pinggiran kota Sarajevo sebelum polisi Bosnia membunuh Topalović pada bulan Oktober 1993.[89] Setelah perang, orang Kroasia meninggalkan Vareš secara sukarela, karena takut akan balas dendam dari warga Bosniak. Perginya etnis Kroasia dari Sarajevo, Tuzla, dan Zenica memiliki alasan yang berbeda, dan tidak selalu karena dampak langsung dari tekanan etnis Bosniak.[61]
Menurut sensus 1991, Bosnia dan Herzegovina memiliki populasi 4.364.574 jiwa, terdiri dari 43,7% Bosniak, 31,4% Serbia, 17,3% Kroasia dan 5,5% Yugoslav.[90] Pada tahun 1981, sekitar 16% populasi memiliki darah campuran.[91] Etnis Serbia mencakup 31% populasi Bosnia dan Herzegovina tetapi Karadžić mengklaim 70% wilayah negara itu.[92] Pelaku kampanye pembersihan etnis ingin mengganti karakter masyarakat yang setara dan multietnis dengan karakter supremasi Serbia,[93] yang dipandang sebagai bentuk Serbianisasi atas daerah-daerah tersebut.[94] Akademisi India Radha Kumar menggambarkan pemisahan teritorial berdasarkan kebangsaan mereka sebagai "apartheid etnis".[95]
Diperkirakan antara 1,0[96] dan 1,3 juta[97] orang mengungsi dan puluhan ribu orang terbunuh selama pembersihan etnis.[98] Pasukan Serbia melakukan sebagian besar kampanye pembersihan etnis dan kebanyakan korbannya adalah orang Bosnia.[99] Pada September 1994, perwakilan UNHCR memperkirakan populasi warga non-Serbia (di wilayah yang dikuasai Serbia Bosnia) menurun dari 837.000 menjadi 80.000 orang. Diduga kuat, pemindahan 90% warga Bosniak dan Kroasia di wilayah yang dikuasai Serbia, hampir semuanya diusir secara paksa dari rumah mereka.[100] Pada akhir perang di penghujung 1995, pasukan Serbia Bosnia telah mengusir atau membunuh 95% populasi non-Serbia yang tinggal di daerah yang mereka kendalikan.[101]
Sebelum perang, wilayah Bosnia yang dikuasai oleh Tentara Republika Srpska terdiri dari 47% Serbia, 33% Bosnia dan 13% Kroasia. Pada tahun 1995, ahli demografi Bosnia Murat Prašo memperkirakan etnis Serbia mencakup 89%, sementara Bosnia sebesar 3% dan Kroasia 1% dari populasi yang tersisa.[102] Di wilayah Bosnia yang dikuasai oleh HVO dan Tentara Kroasia, sebelum perang terdapat 49% populasi etnis Kroasia; persentase ini meningkat menjadi 96% pada tahun 1996. Pada tahun yang sama, persentase orang Bosnia turun dari 22% menjadi 2,5% dan persentase orang Serbia turun dari 25% menjadi 0,3%. Sebelum perang, etnis Bosnia terdiri dari 57% populasi wilayah yang dikuasai oleh pemerintah Bosnia; pada akhir perang, meningkat jadi 74%.[102]
Perubahan demografi 1991–1995, berdasarkan kendali teritorial sebelum Perjanjian Dayton, menurut Murat Prašo[103]
Sejarawan Kroasia Saša Mrduljaš menganalisis perubahan demografis berdasarkan kontrol teritorial setelah Perjanjian Dayton. Menurut penelitiannya, di Republika Srpska, jumlah etnis Bosnia menurun dari 473.000 pada tahun 1991 menjadi 100.000 pada tahun 2011, jumlah orang Kroasia dari 151.000 menjadi 15.000, dan jumlah orang Serbia bertambah dari 886.000 menjadi 1.220.000.[104] Di wilayah yang dikuasai ARBiH, jumlah orang Serbia berubah dari 400.000 menjadi 50.000, jumlah orang Kroasia berubah dari 243.000 menjadi 110.000, dan jumlah orang Bosnia meningkat dari 1.323.000 menjadi 1.550.000.[105] Di daerah yang dikuasai HVO, jumlah orang Serbia berubah dari 80.000 menjadi 20.000, jumlah orang Bosnia menyusut dari 107.000 menjadi 70.000, dan jumlah orang Kroasia naik dari 367.000 pada tahun 1991 menjadi 370.000 pada tahun 2011.[105]
Perubahan demografis 1991–2011, berdasarkan kendali teritorial 1995/1996, menurut Saša Mrduljaš[106]
Perkiraan awal menyebutkan jumlah pengungsi dan pengungsi internal selama Perang Bosnia sekitar 2,7 juta orang,[107] meskipun publikasi akhir PBB menyebutkan 2,2 juta orang melarikan diri atau dipaksa meninggalkan rumah mereka.[108] Eksodus ini merupakan eksodus terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II.[69] Satu juta orang mengungsi secara internal (tetap di dalam negeri) dan 1,2 juta orang meninggalkan negara itu;[109] 685.000 melarikan diri ke Eropa Barat — 330.000 di antaranya pergi ke Jerman — dan 446.500 pergi ke bekas republik Yugoslavia lainnya.[110] Perang Bosnia berakhir ketika Perjanjian Dayton ditandatangani pada 14 Desember 1995; dengan menetapkan Bosnia dan Herzegovina sebagai negara federasi bersama yang beranggotakan Federasi Bosnia dan Herzegovina (FBiH) dan Republika Srpska, serta jaminan hak kepulangan bagi semua korban pembersihan etnis.[111]
Homogenisasi penduduk berlanjut setelah perang selesai.[112] Ketika wilayah Sarajevo yang dikuasai Republika Srpska diserahkan ke FBiH pada Maret 1996,[112] banyak orang Serbia meninggalkan Sarajevo pada bulan-bulan berikutnya.[113] Antara 60.000[114] dan 90.000[115] orang Serbia meninggalkan pinggiran kota Sarajevo. Hal ini ditafsirkan sebagai dampak dari pembagian Dayton di Bosnia yang berdasarkan garis etnis.[115] Politisi Serbia Bosnia menganjurkan etnis Serbia untuk meninggalkan Sarajevo, sementara pernyataan campur aduk dari pemerintah Bosnia menyebabkan kurangnya kepercayaan di kalangan warga Serbia.[115] Ekstremis Serbia Bosnia membakar apartemen dan mengusir orang Serbia yang tinggal di pinggiran kota sebelum diserahkan kepada pemerintah Bosnia. Di Ilidža, obat-obatan, mesin, dan peralatan listrik menghilang. Politisi Serbia Momčilo Krajišnik secara terbuka menyerukan agar orang Serbia meninggalkan Sarajevo, yang membuat seorang petugas pers PBB untuk menyebut otoritas Serbia sebagai "ahlinya manipulasi".[114] Sulit untuk menyimpulkan apakah eksodus kali ini adalah akibat pemaksaan atau murni sukarela.[116]
Perubahan demografis yang disebabkan oleh konflik di Bosnia dan Herzegovina adalah yang paling dramatis yang pernah dialami negara itu dalam satu abad; Sensus penduduk tahun 2013 mencatat 3.531.159 jiwa - penurunan lebih dari 19% dalam satu generasi.[117]
Pengrusakan bangunan keagamaan
Ortodoks
Pengrusakan Bangunan Keagamaan Ortodoks di Bosnia (1992–1995)[118]
Gereja yang hancur
Gereja yang rusak
Rumah paroki yang hancur
Rumah paroki yang rusak
Eparki Banja Luka
2
3
Tiada data
Tiada data
Keuskupan Bihačko-Petrovac
26
68
Tiada data
Tiada data data
Eparki Dabrobosanska
23
13
Tiada data
Tiada data
Zahumsko-hercegovačka
36
28
Tiada data
Tiada data
Zvornik-tuzlanska
38
60
Tiada data
Tiada data
Total
125
172
67
64
Islam
Penghancuran Bangunan Religius Islam Selama Perang di Bosnia (1992–1995)[119]
Dihancurkan oleh Serbia
Dihancurkan oleh Kroasia
Dirusak oleh Serbia
Dirusak oleh Kroasia
Total yang hancur selama perang
Total yang rusak selama perang
Total
Jumlah sebelum perang
Persentase bangunan yang rusak atau hancur
Masjid
249
58
540
80
307
620
927
1149
81%
Musala
21
20
175
43
41
218
259
557
47%
Pesantren dan madrasah
14
4
55
14
18
69
87
954
9%
Pondok darwis
4
1
3
1
5
4
9
15
60%
Makam
6
1
34
3
7
37
44
90
49%
Bangunan yayasan keagamaan
125
24
345
60
149
405
554
1,425
39%
Total
419
108
1,152
201
527
1,353
1,880
4,190
45%
Katolik
Penghancuran Bangunan Religius Katolik Selama Perang di Bosnia (1992–1995)[120]
Dihancurkan oleh Bosniak
Dihancurkan oleh Serbia
Dirusak oleh Bosniak
Dirusak oleh Serbia
Total yang hancur selama perang
Total yang rusak selama perang
Total
Gereja
8
117
67
120
125
187
312
Kapel
19
44
75
89
63
164
227
Rumah pastor
9
56
40
121
65
161
226
Biara
0
8
7
15
8
22
30
Makam
8
0
61
95
8
156
164
Total
44
225
250
481
269
731
1000
Penghancuran unit rumah
Sekitar 500.000 dari 1.295.000 unit rumah di Bosnia rusak atau hancur; 50% rusak dan 6% hancur di FBiH sedangkan 24% rusak dan 5% hancur di RS.[121] Sebagian kecil kerusakan terjadi karena ketidaksengajaan sebagai akibat dari pertempuran tetapi sebagian besar kerusakan dan penjarahan ialah bagian dari rencana pembersihan etnis yang disengaja yang bertujuan untuk mencegah orang-orang yang terusir kembali ke rumah mereka.[122] Separuh dari sekolah dan sepertiga rumah sakit di negara itu juga rusak atau hancur.[123]
Dalam putusannya terhadap Karadžić, ICTY menemukan ada tindak kriminal yang dilakukan beberapa orang yang bertujuan untuk memindahkan warga non-Serbia secara paksa dari sebagian besar wilayah Bosnia, dan telah diupayakan sejak Oktober 1991:
... Pengadilan menemukan bahwa bersama dengan Terdakwa, Krajišnik, Koljević, dan Plavšić memiliki niat yang sama untuk secara permanen menyingkirkan Muslim Bosnia dan Kroat Bosnia dari wilayah yang diklaim Serbia Bosnia, dan melalui jabatan dan pengaruh mereka dalam pemerintahan Serbia Bosnia, mereka melaksanakan rencana itu dari Oktober 1991 hingga 30 November 1995.[130]
Dalam putusan terhadap pemimpin Kroat Bosnia Dario Kordić, ICTY menemukan adanya rencana untuk menyingkirkan etnis Bosnia dari wilayah yang diklaim Kroasia:
... Sidang Pengadilan menarik kesimpulan dari bukti ini (dan bukti serangan HVO lainnya pada bulan April 1993) bahwa pada saat itu terdapat skenario atau rencana yang disusun dan dilaksanakan oleh pemuka Kroat Bosnia untuk membersihkan Lembah Lašva dari penduduk Muslim. Dario Kordić, sebagai petinggi politik lokal, mengambil bagian dari skenario atau rencana ini, dan peran utamanya adalah sebagai perencana dan penghasutnya.[131]
^Katz, Vera (2014). "A Platform on the Future Yugoslav Community (Izetbegovic-Gligorov Plan). A View from the Perspective of Bosnia and Herzegovina". Politeja. 4 (30): 191–209. doi:10.12797/Politeja.11.2014.30.18. JSTOR24919725.
^Islam and Bosnia: Conflict Resolution and Foreign Policy in Multi-Ethnic States, Maya Shatzmiller, page 100, 2002
^Gereja Katolik dan bangunan religius di Bosnia dan Herzegovina hancur dan rusak selama perang 1991 - 1995 (judul asli: Srušene i oštećene katoličke crkve i vjerski objekti u Bosni i Hercegovini u ratu 1991. - 1995), Slobodan Praljak, page 39, 2009
de Graaff, Bob; Wiebes, Cees (2014). "Fallen Off the Priority List". Dalam Walton, Timothy R. The Role of Intelligence in Ending the War in Bosnia in 1995. Lexington Books. ISBN9781498500593.
Džankic, Jelena (2016). Citizenship in Bosnia and Herzegovina, Macedonia and Montenegro: Effects of Statehood and Identity Challenges. Routledge. ISBN9781317165798.
Mrduljaš, Saša (2011). "Značenje političkih odnosa u Bosni i Hercegovini za Dalmaciju" [Relevance of the political relations in Bosnia and Herzegovina to Dalmatia]. New Presence : Review for Intellectual and Spiritual Questions (dalam bahasa Kroasia). Institute of Social Sciences Ivo Pilar. 9 (3): 521–544.
Stojarova, Vera (2019). "Characteristics of the Balkans: 1989–2019 in South East Europe: Dancing in a Vicious Circle?". Dalam Eibl, Otto; Gregor, Miloš. Thirty Years of Political Campaigning in Central and Eastern Europe. Springer Nature. ISBN9783030276935.