Raden Haji Oene Djoenaidi |
---|
![]() Djoenaedi pada1943 |
Lahir | (1895-03-03)3 Maret 1895 |
---|
Meninggal | 6 Juni 1966(1966-06-06) (umur 71) Jakarta, Indonesia |
---|
Oene Djoenaidi (3 Maret 1895–6 Juni 1966), yang lebih dikenal di Indonesia sebagai R.H.O. Djoenaidi merupakan pengusaha Indonesia. Ia mensponsori koran Pemandangan dan aktif pada masa awal perkembangan pers Indonesia.
Awal Kehidupan
Djoenaidi lahir pada 3 Maret 1895.[1]:8. Pada masa remaja, ia belajar mengenai Islam di Mekah, pada masa ini ia menjadi dekat dengan Sarekat Islam (SI) dan pemimpinan di Indonesia. Pada usia 18 tahun, ia kembali ke Indonesia dan pindah ke Tasikmalaya dan bergabung dengan SI[2].
Karier
Ketika kembali, Djoenaidi bekerja di perkebunan kelapa milik ayahnya serta berdagang tekstil di sekitar Jawa Barat. Ia mengembangkan agribisnis ke tanaman karet dan serai dan dikenal dengan julukan "Raja Serai". Ia juga memulai usaha penerbitan di Galunggung, Bandung. Pada 1933, selama perjalanan bisnis ke Batavia, ia bertemu dengan jurnalis bernama Saeroen yang menginap di hostel yang dimiliki oleh anak dari Djoenaidi dan setuju untuk berinvestasi kepada surat kabar milik Saeroen bernama Pemandangan. Djoenaidi berinvestasi dengan menggunakan sebagian besar harta pribadinya, ia menunjuk M. Tabrani sebagai kepala editor saat Saeroen pergi, dan sebagai pemilik ia memberikan kompensasi yang besar untuk penulis dan pegawai media[2]. Pada 1940 Djoenaidi mengumpulkan dana melalui surat kabar Pemandangan untuk membantu pemulangan masyarakat Indonesia yang terdampar di Mekah karena keterbatasan transportasi karena Perang Dunia II[3].
Pada masa Pendudukan Jepang di Hindia-Belanda, Djoenaidi diangkat menjadi wakil pemimpin redaksi dari surat kabar yang didukung oleh Jepang yaitu Asia Raja[4]. Pasca Indonesia merdeka, Djoenaidi bersama dengan Adam Malik dan Soemanang bekerja sama untuk mendirikan Badan Usaha Penerbitan Nasional[5], dan menjadi bagian dari Dewan direksi[6]. Djoenaidi memiliki koneksi penting dengan pemimpin republik selama masa Revolusi Nasional Indonesia, dan pada satu titik ditangkap oleh Belanda karena "memiliki koneksi dengan kegiatan terorisme"[7].
Djoenaidi wafat pada 6 Juni 1966 di Jakarta, setelah dirawat karena penyakit kanker[1].
Referensi