Kompleks eksosom adalah kompleks intraseluler multi-protein yang mampu mendegradasi berbagai jenis molekul asam ribonukleat (RNA). Kompleks eksosom ditemukan pada sel eukariotik dan arkea. Pada bakteri, terdapat kompleks serupa yang lebih sederhana disebut sebagai degradosom.
Inti eksosom mengandung struktur cincin beranggota enam tempat protein lain melekat. Dalam sel eukariotik, kompleks eksosom terdapat dalam sitoplasma, nukleus, dan terutama nukleolus. Protein yang berbeda berinteraksi dengan kompleks eksosom di kompartemen tersebut mengatur aktivitas degradasi RNA dari kompleks kepada substrat khusus. Substrat dari eksosom termasuk messenger RNA, RNA ribosom, dan RNA kecil. Eksosom memiliki fungsi eksoribonukleolitik, yaitu mendegradasi RNA mulai dari ujung 3′, sedangkan pada eukariota juga memiliki fungsi endoribonukleolitik artinya memotong RNA pada situs-situs yang terdapat dalam molekul.
Beberapa protein dalam eksosom menjadi target autoantibodi pada pasien dengan penyakit autoimun spesifik (terutama sindrom tumpang tindih PM/Scl) dan beberapa kemoterapi antimetabolik dengan mengeblok aktivitas eksosom. Selain itu, mutasi pada komponen eksosom 3 menyebabkan hipoplasia pontoserebellar dan penyakit motor neuron tulang belakang.
Penemuan
Eksosom pertama kali ditemukan sebagai RNase pada 1997 pada ragi Saccharomyces cerevisiae, organisme model yang sering digunakan.[1] Tidak lama kemudian, pada 1999, disadari bahwa eksosom sebenarnya merupakan ekuivalen ragi dari kompleks yang sudah dikarakterisasi dalam sel manusia yaitu kompleks PM/Scl, suatu autoantigen pada pasien dengan penyakit autoimun.[2] Pemurnian dari "kompleks PM/Scl" ini memungkinkan adanya identifikasi lebih banyak protein eksosom manusia, dan pada akhirnya semua komponen dalam kompleks berhasil ditentukan.[3][4] Pada 2001, peningkatan jumlah data genom yang telah tersedia memungkinkan prediksi protein eksosom di arkea. Pada 2003, kompleks eksosom pertama dari organisme arkea berhasil dimurnikan.[5][6]
Struktur
Protein inti
Inti dari kompleks memiliki struktur cincin yang terdiri dari enam protein yang semuanya termasuk dalam kelas RNase yang sama yaitu protein serupa RNase PH.[7] Pada arkea, terdapat dua protein serupa PH yang berbeda (disebut Rrp41 dan Rrp42), masing-masing hadir tiga kali dalam urutan bergantian. Kompleks eksosom eukariotik memiliki enam protein berbeda yang membentuk struktur cincin.[8][9] Dari enam protein, tiga menyerupai protein Rrp41 arkea, dan tiga lainnya lebih menyerupai protein Rrp42 arkea.[7]
Pada bagian atas cincin ini, terdapat tiga protein yang memiliki domain pengikatan RNA S1 (RBD). Dua protein diantaranya juga memiliki domain homologi-K (KH).[10] Pada eukariota, tiga protein "S1" yang berbeda terikat pada cincin, sedangkan pada arkea salah satu atau dua protein "S1" yang berbeda dapat menjadi bagian dari eksosom (walaupun selalu ada tiga subunit S1 yang melekat pada kompleks).[11]
Struktur cincin ini sangat mirip dengan protein RNase PH dan PNPase. Protein RNase PH pada bakteri terlibat dalam pemrosesan tRNA, membentuk cincin heksamerik yang terdiri dari enam protein RNase PH yang identik.[12][13] Sedangkan PNPase merupakan protein pendegradasi RNA fosforolitik yang ditemukan pada bakteri, juga kloroplas dan mitokondria dari beberapa organisme eukariotik. Dua domain RNase PH dan domain pengikatan RNA S1 dan KH pada PNPase merupakan bagian dari protein tunggal, membentuk kompleks trimerik yang mengadopsi struktur yang hampir identik dengan eksosom.[14] Karena kesamaan yang tinggi dalam domain dan struktur protein, kompleks ini dianggap terkait secara evolusioner dan memiliki nenek moyang yang sama.[15] Protein eksosom serupa RNase PH, PNPase, dan RNase PH semuanya anggota famili RNase PH dari RNase, dan merupakan eksoribonuklease fosforolitik (menggunakan fosfat anorganik untuk menghilangkan nukleotida dari ujung 3' molekul RNA).[7]
Protein partner
Selain sembilan protein eksosom inti, dua protein lain sering dihubungkan dengan kompleks pada organisme eukariotik. Salah satunya adalah Rrp44, suatu RNase hidrolitik yang termasuk dalam famili RNase R dari eksoribonuklease hidrolitik (nuklease yang menggunakan air untuk memutuskan ikatan nukleotida). Selain sebagai enzim eksoribonukleolitik, Rrp44 juga memiliki aktivitas endoribonukleolitik, yang berada dalam domain protein yang terpisah.[16][17] Pada ragi, Rrp44 dihubungkan dengan semua kompleks eksosom dan memiliki peran penting dalam aktivitas kompleks eksosom ragi.[18] Diketahui manusia memiliki protein homolog Rrp44, tetapi tidak ditemukan bukti hingga waktu yang lama bahwa homolog ini dihubungkan dengan kompleks eksosom manusia.[7] Hingga akhirnya pada 2010, ditemukan bahwa manusia memiliki tiga homolog Rrp44, dua di antaranya dapat dihubungkan dengan kompleks eksosom. Kedua protein ini kemungkinan besar mendegradasi substrat RNA yang berbeda karena terdapat pada lokasi yang berbeda, satu dilokalisasi di sitoplasma (Dis3L1) dan satunya lagi di nukleus (Dis3).[19][20]
Protein partner kedua yang umum yaitu Rrp6 (dalam ragi) atau PM/Scl-100 (pada manusia). Seperti Rrp44, protein ini merupakan eksoribonuklease hidrolitik, tetapi protein masuk dalam famili protein RNase D.[21] Protein PM/Scl-100 paling sering merupakan bagian dari kompleks eksosom dalam inti sel, tetapi juga dapat membentuk bagian dari kompleks eksosom sitoplasma.[22][23]
Protein pengatur
Selain dari dua subunit protein yang terikat erat ini, banyak protein berinteraksi dengan kompleks eksosom baik di sitoplasma maupun nukleus. Protein yang terhubung secara longgar ini dapat mengatur aktivitas dan spesifisitas kompleks eksosom. Dalam sitoplasma, eksosom berinteraksi dengan protein pengikat AU rich element (ARE) (misal KRSP dan TTP), yang dapat mendorong atau mencegah degradasi mRNA. Eksosom inti berhubungan dengan protein pengikat RNA (misal MPP6/Mpp6 dan C1D/Rrp47 pada manusia/ragi) yang diperlukan untuk memproses substrat tertentu.[7]
Selain protein tunggal, kompleks protein lain juga berinteraksi dengan eksosom. Salah satunya adalah kompleks Ski sitoplasma, yang mencakup RNA helikase (Ski2) dan terlibat dalam degradasi mRNA.[24] Dalam nukleus, pemrosesan rRNA dan snoRNA oleh eksosom diperantarai oleh kompleks TRAMP, yang mengandung aktivitas RNA helikase (Mtr4) dan poliadenilasi (Trf4).[25]
Fungsi
Fungsi enzimatik
Kompleks eksosom mengandung banyak protein dengan domain ribonuklease. Sifat pasti dari domain ribonuklease ini telah berubah sepanjang evolusi pada kompleks bakteri, arkea, dan eukariotik karena berbagai aktivitas perolehan dan penghilangan DNA. Eksosom utamanya merupakan eksoribonuklease 3'-5', artinya mendegradasi molekul RNA dari ujung 3'. Eksoribonuklease yang terkandung dalam kompleks eksosom merupakan fosforolitik (protein serupa RNase PH), atau pada eukariota yaitu hidrolitik (protein domain RNase R dan RNase D). Enzim fosforolitik menggunakan fosfat anorganik untuk memutuskan ikatan fosfodiester dan selanjutnya melepaskan nukleotida difosfat. Enzim hidrolitik menggunakan air untuk menghidrolisis ikatan ini dan selanjutnya melepaskan nukleotida monofosfat.
Pada arkea, subunit Rrp41 dari kompleks merupakan eksoribonuklease fosforolitik. Tiga salinan protein ini terdapat di cincin dan bertanggung jawab atas aktivitas kompleks.[9] Pada eukariota, tidak ada subunit RNase PH yang mempertahankan aktivitas katalitik, yang berarti struktur cincin inti dari eksosom manusia tidak memiliki protein yang aktif secara enzimatik.[26] Terlepas dari hilangnya aktivitas katalitik ini, struktur eksosom inti sangat dilestarikan dari arkea hingga manusia, menunjukkan bahwa kompleks tersebut melakukan fungsi seluler yang sangat penting. Pada eukariota, tidak adanya aktivitas fosforolitik dikompensasi dengan adanya enzim hidrolitik, yang bertanggung jawab terhadap aktivitas ribonuklease dari eksosom pada organisme tersebut.[27][28][29]
Protein hidrolitik Rrp6 dan Rrp44 dihubungkan dengan eksosom pada ragi dan manusia. Selain Rrp6, dua protein berbeda yaitu Dis3 dan Dis3L1, dapat dihubungkan pada posisi protein Rrp44 ragi.[19][20] Meskipun awalnya protein domain S1 dianggap memiliki aktivitas hidrolitik eksoribonuklease 3'-5', keberadaan aktivitas ini baru-baru ini dipertanyakan dan protein ini mungkin hanya berperan dalam mengikat substrat sebelum didegradasi oleh kompleks.[27]
Substrat
Eksosom terlibat dalam degradasi dan modifikasi pascatranskripsi berbagai molekul RNA. Dalam sitoplasma, eksosom terlibat dalam pergantian molekul messenger RNA (mRNA). Kompleks tersebut dapat mendegradasi molekul mRNA yang telah ditandai karena mengandung kesalahan, melalui interaksi dengan protein dari jalur peluruhan tanpa henti. Cara lainnya, mRNA terdegradasi sebagai bagian dari pergantian normal. Beberapa protein yang menstabilkan atau mendestabilisasi molekul mRNA melalui pengikatan pada elemen kaya AU pada 3' untranslated region (UTR) berinteraksi dengan kompleks eksosom.[30][31][32] Dalam nukleus, eksosom diperlukan untuk pemrosesan beberapa molekul RNA nuklir kecil secara tepat.[33] Sementara nukleolus merupakan kompartemen tempat sebagian besar kompleks eksosom ditemukan. Kompleks eksosom memainkan peran dalam pemrosesan RNA ribosom 5.8S (fungsi eksosom yang pertama kali diketahui) dan beberapa RNA nukleolar kecil.[1][33][34]
Meskipun sebagian besar sel memiliki enzim lain yang dapat mendegradasi RNA, baik dari ujung 3' atau dari ujung 5', kompleks eksosom sangat penting untuk kelangsungan hidup sel. Ketika ekspresi protein eksosom dikurangi atau dihentikan secara artifisial (misalnya dengan interferensi RNA), pertumbuhan sel berhenti dan akhirnya sel mati. Protein inti dari kompleks eksosom serta dua protein partner utama, merupakan protein esensial.[35]Bakteri tidak memiliki kompleks eksosom, tetapi fungsi serupa dilakukan oleh kompleks yang lebih sederhana yang mencakup protein PNPase yang disebut degradosom.[36]
Eksosom merupakan kompleks kunci dalam kontrol kualitas RNA seluler. Eukariot memiliki sistem pengawasan RNA sangat aktif yang mengenali kompleks protein RNA yang tidak diproses dan salah proses (seperti ribosom) sebelum RNA keluar dari nukleus. Diperkirakan bahwa sistem ini mencegah kompleks yang rusak mengganggu proses seluler penting seperti sintesis protein.[23]
Eksosom berperan dalam pemrosesan RNA, aktivitas pergantian dan pengawasan, dan juga penting untuk degradasi cryptic unstable transcript (CUT) yang dihasilkan dari ribuan lokus dalam genom ragi.[37][38] Pentingnya RNA tidak stabil ini dan degradasinya masih belum jelas, tetapi molekul RNA serupa juga telah terdeteksi dalam sel manusia.[39]
Peran pada penyakit
Autoimunitas
Kompleks eksosom merupakan target dari autoantibodi pada pasien dengan penyakit autoimun. Autoantibodi ini terutama ditemukan pada pasien dengan sindrom tumpang tindih PM/Scl, suatu penyakit autoimun dengan gejala skleroderma, polimiositis, atau dermatomiositis.[40] Autoantibodi dapat dideteksi dalam serum pasien menggunakan berbagai uji. Pada masa lalu, metode yang paling umum digunakan yaitu imunodifusi ganda menggunakan ekstrak timus anak sapi, imunofluoresensi pada sel HEp-2, atau imunopresipitasi dari ekstrak sel manusia. Pada uji imunopresipitasi dengan serum dari serum positif anti-eksosom, satu set protein yang khas diendapkan. Pola ini dikenal sebagai kompleks PM/Scl selama bertahun-tahun sebelum kompleks eksosom diidentifikasi.[41] Imunofluoresensi menggunakan serum dari pasien dengan sindrom tumpang tindih PM/Scl biasanya menunjukkan pewarnaan khas nukleolus, yang mengindikasikan antigen yang dikenali oleh autoantibodi penting dalam sintesis ribosom.[42] Baru-baru ini, protein eksosom rekombinan telah berhasil dibuat dan telah digunakan untuk mengembangkan line immunoassay (LIA) dan ELISA untuk mendeteksi autiantibodi tersebut.[43]
Pada penyakit sindrom tumpang tindih PM/Scl, autoantibodi mengenali dua protein dari kompleks, yaitu PM/Scl-100 (protein serupa RNase D) dan PM/Scl-75 (salah satu protein serupa RNase PH dari cincin). Autoantibodi yang mengenali protein-protein tersebut ditemukan pada sekitar 30% pasien.[44] Meskipun kedua protein ini merupakan target utama dari autoantibodi, subunit eksosom lainnya seperti C1D (suatu protein partner) juga dapat menjadi sasaran antibodi.[45][46] Saat ini, cara paling sensitif untuk mendeteksi antibodi tersebut yaitu menggunakan suatu peptida (bukan protein lengkap) yang didapat dari protein PM/Scl-100, sebagai antigen dalam ELISA. Dengan metode ini, autoantibodi ditemukan hingga 55% pasien dengan sindrom tumpang tindih PM/Scl, dan autoantibodi juga dapat dideteksi pada pasien dengan skleroderma, polimiositis, atau dermatomiositis saja.[47]
Karena autoantibodi ditemukan terutama pada pasien yang memiliki karakteristik beberapa penyakit autoimun yang berbeda, gejala klinis pasien ini muncul sangat bervariasi. Gejala yang paling sering terlihat yaitu gejala khas dari penyakit autoimun tunggal seperti fenomena Raynaud, artritis, myositis, dan skleroderma.[48] Pengobatan pasien ini bersifat simtomatik dan mirip dengan pengobatan untuk penyakit autoimun tunggal, sering kali melibatkan obat imunosupresif atau imunomodulasi.[49]
Kanker
Eksosom telah terbukti dihambat oleh antimetabolit fluorourasil, suatu obat yang digunakan dalam kemoterapikanker. Pada sel ragi yang diberi perlakuan fluorourasil, ditemukan cacat dalam pengolahan RNA ribosom yang identik dengan yang terlihat ketika aktivitas eksosom diblok oleh strategi biologi molekuler. Pengolahan RNA ribosom yang tidak tepat dapat mematikan sel, menjelaskan efek antimetabolik obat tersebut.[50]
Gangguan saraf
Mutasi pada komponen eksosom 3 menyebabkan penyakit motor neuron tulang belakang infantil, atrofi serebelar, mikrosefali progresif dan keterlambatan perkembangan global yang signifikan, konsisten dengan hipoplasia pontocerebellar tipe 1B (PCH1B; MIM 614678).[51]
APada arkea, beberapa protein eksosom berada dalam banyak salinan, untuk membentuk inti penuh dari kompleks eksosom.
BPada manusia, dua protein berbeda dapat dihubungkan dalam posisi ini. Dalam sitoplasma, Dis3L1 dihubungkan dengan eksosom, sedangkan dalam nukleus, Dis3 dapat berikatan dengan kompleks inti.
CBerkontribusi pada aktivitas ribonukleolitik kompleks.