To Bancea

Danau poso dilihat dari wilayah bancea, tana poso

To Bancea[1] (ejaan Van Ophuijsen: To Bantjea) adalah wilayah Suku Bare'e yang terletak disebelah barat Danau Poso, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.

Disebut To Bancea karena menurut nama desa tempat tinggal mereka yang terletak di salah satu tanjung danau. To Bancea bukan nama suku tetapi merupakan penamaan identitas asal usul dari Suku Bare'e[2] yang tinggal di wilayah Desa Bancea dan sekitarnya, yang kemudian disebut orang To Bancea. Dijaman Hindia Belanda, Bancea dijadikan nama Landschap yaitu Landschap Bancea dan sewaktu pembentukan Landschap Lore, Meskipun sekitar 75% penduduk To Bancea berbahasa Napu, pemimpin To Bancea saat pembentukan tersebut yang beragama islam menyebutkan bahwa Suku mereka adalah Suku Bare'e yang beragama islam dan setia, tunduk pada tuan mereka di Tojo.[3]

Temuan Albertus Christiaan Kruyt bahwa adanya Suku Bare'e (Bare'e-Stammen) yang mengakui dirinya adalah orang Toraja (Toradja) bukan orang Bare'e, dan setelah dilakukan penelitian melalui penyebaran batu menhir Watu Mpogaa ternyata asalnya berasal dari Legenda desa Pamona yang semua penduduk Toraja yang didapatkan Belanda dari wilayah Poso-Tojo tersebut berasal dari Wotu, Luwu Timur.[4]

Penduduk To Bancea sangat mirip penampilannya dengan To Puumboto; mereka mungkin juga berpindah dari dataran Kodina ke dataran Pandjo pada waktu itu;—tetapi ikatan antara kedua divisi menjadi sangat longgar setelah itu, sehingga mereka berdua terhitung sebagai suku bare'e yang terpisah, sudah pasti To Bancea juga memiliki darah Bada di dalamnya, itu karena Buyum Pondoli Sebagai hasil dari banyak kunjungan To Bada ke danau, desa Buyum Pondoli didirikan di sisi utara danau, awalnya merupakan koloni Bada. Dan diantara desa Buyum Pondoli adalah jalan menuju ke desa Bancea.[5]

Sejarah

To Bancea tampaknya adalah keturunan To Puumboto yang telah bermigrasi ke arah barat laut di sepanjang tepi barat Danau Poso[6]. Mereka telah bergerak agak jauh ke utara, setelah menduduki dataran di bawah Saloe Kaia, namun di sini mereka bertemu dengan To Bada dan akhirnya harus mundur ke pantai lebih jauh ke selatan. Demikianlah kita melihat bahwa suku bare'e yang mulai ber imigrasi, sejauh yang diketahui saat ini, di Watangkoeme di Lembah Kalaena, berlanjut ke bagian atas lembah ini, kemudian melintasi Takolekadjoe menuju ke Dataran Kodina di sebelah selatan Danau Poso.[7]

Toraja Koro

Labelisasi Toraja oleh Kruyt bukannya tidak ditentang oleh para akademisi lainnya. Walter Kaudern, seorang etnolog Swedia, mengkritik penerapan istilah Toraja menjadi tiga wilayah oleh Kruyt.[8] Adalah Walter Kaudern seorang etnolog Swedia yang mengkritik penerapan label Toraja menjadi tiga wilayah oleh Kruyt.[8]

Karena sudah dibagi oleh Kruyt, Kaudern kemudian membagi lagi tiga kategori Toraja versi Kruyt menjadi empat kategori. Kaudern tetap mempertahankan kelompok Toraja Poso-Tojo (Timur) dan Toraja Sadang (Selatan) dan kemudian membagi Toraja Parigi-Kaili (Barat) menjadi kategori Toraja Palu dan Toraja Koro.[9] Sementara di selatan orang Bugis To Luwu  menolak penerapan istilah Toraja bagi penduduk Sulawesi yang beragama Kristen.[10]

Propaganda

Berbagai macam cara yang dilakukan Penjajah Hindia Belanda (Propaganda Hindia Belanda) agar supaya Desa Bancea bisa ditaklukkan dan ikut kepada pemerintah Hindia Belanda, yaitu melalui Watu Mpogaa, dan isu perang di Tana Poso antara Waibunta dan pihak suku bare'e wilayah to lage. Perang antara Waibunta dan suku bare'e wilayah to lage menurut Hindia Belanda terjadi sebelum berdirinya Kerajaan Tojo.

Di negeri berbahasa Bare'e ini konon untuk memperkuat sejarah Watu Mpogaa, maka dibuatlah sejarah oleh penjajah Hindia Belanda mengenai aliansi yang dibuat antara Bancea dan Waiboenta yang di buktikan oleh "Batu Aliansi Penjajah Belanda" yang terdapat di wilayah Bancea, yang aliansi tersebut telah dibantahkan kebenarannya oleh pihak resmi Kerajaan Luwu di masanya, karena tidak mungkin batu menhir ada dua sejarahnya. Dan beberapa bagian dari dan dekat wilayah Danau Poso, terutama Bancea dan Palande, berhutang budi kepada Waiboenta. Pangeran Waibunta menebus kesalahannya dengan menyerahkan negara-negara bawahannya di Rato, Palande dan Bancea ke tangan ToBada'. Menurut cerita lain, penyebab tegangnya hubungan antara Bada' dan Dongi (Kawasan Danau) adalah ToDongi. Sungguh luar biasa bahwa orang-orang di daerah ini yang merupakan pendatang dari Wotu dan beragama kristen selalu memberikan penghormatan kepada pangeran Waiboenta, sementara orang-orang Toraja Poso-Tojo lainnya mendukung Monangu Buaja[11] dan mengakui Datu Luwu sebagai tuannya.

Dan mengenai Kerajaan mana pemilik Tana Poso, di Tana Poso teridentifikasi terjadi Politik adu domba (divide et impera) antara Kerajaan Tojo dengan Kerajaan Luwu dari pemerintah Hindia Belanda yang menyatakan Poso milik Kerajaan Luwu yaitu dengan adanya pernyataan dari pihak Toraja Kristen di Poso bahwa Tana Poso adalah milik Kerajaan Luwu melalui gerakkan menarik upeti Monangu Buaja[12], dan Poso milik Kerajaan Tojo dengan pernyataan dari pemimpin tana poso yang diangkat pemerintah Hindia Belanda yaitu To Kadambuku yang menyebutkan bahwa Tana Poso adalah milik Kerajaan Tojo karena terikat Mobalusala (pemberian upeti tandan padi).[13] Karena tidak mungkin satu wilayah memiliki dua suku dan tidak mungkin juga satu wilayah dimiliki dua kerajaan yang berbeda yaitu Suku Bare'e di pihak Kerajaan Tojo dan Toraja (pamona) kristen di pihak Kerajaan Luwu, dan Kerajaan Luwu tidak memiliki bukti kepemilikan Tana Poso seperti Arajang[14] Kerajaan Tojo.[15]

Maka sejarah batu menhir Watu Mpogaa khusus kepercayaan orang-orang pendatang dari Wotu sedikit diubah sejarahnya oleh Hindia Belanda yaitu dengan ditambahkannya divisi Waiboenta (Waibunta) yang Waibunta tersebut merupakan markas divisi pemerintah Hindia Belanda yang bermarkas di Palopo, sehingga sejarah Watu Mpogaa di wilayah Bancea menjadi Tradisi toradja Poso berbicara tentang sebuah desa Pamona ~ asal usul ", dekat dengan titik di mana Sungai Poso meninggalkan Danau. Di sini pangeran Toradja Timur, seorang imigran dari Selatan, dikatakan pernah tinggal, yang kemudian berpindah melalui bentang alam Lore (Napoe, Besoa, Bada') menuju Waiboenta . embun beku (itu) telah hilang. Di bawah pimpinan enam bersaudara Toradja berpencar, setelah sebelumnya mereka menanam 7 batu, Watu Mpogaa~ batu pembagi”, yang terdiri dari batu dan tiga lagi yang tersisa. Setiap batu dikatakan berasal dari salah satu dari enam suku utama suku Toraja berbahasa Bare'e, sementara tujuh dari suku To Napu (kelompok Toraja Barat). (yang lain berbicara tentang lima batu, yang seharusnya ada di Desa Pamona: dari To Loewoe', To Bada', ToMori, ToNapoe, ToOnda'e; namun, ini adalah penemuan selanjutnya).[16]

Referensi

  1. ^ To Bantjea, De Bare'e-Sprekende de Toradja van midden celebes jilid 1 halaman 31, [1]",
  2. ^ TO BANCEA BARE'E-STAMMEN, De Bare'e-Sprekende de Toradja Van midden celebes jilid 1 halaman 119, [2].
  3. ^ SUKU BARE'E ditulis Belanda in Het Bare'e.[3].
  4. ^ BUKU DE BARE'E-SPREKENDE DE TORADJA VAN MIDDEN CELEBES jilid 1 halaman 5, [4].
  5. ^ TODJO IS BARE'E-STAMMEN.[5].
  6. ^ To Bancea, w.kaudern, [6]
  7. ^ BARE'E-STAMMEN is BARE'E SPEAKER.[7].
  8. ^ a b Kaudern 1925b, hlm. 2-3; Aragon 2000, hlm. 53.
  9. ^ Kaudern 1925b, hlm. 2-3; Aragon 2000, hlm. 6.
  10. ^ Aragon 2000, hlm. 4.
  11. ^ "POSSO" HALAMAN 151: MONANGU BUAJA (krokodilzwemmen), toradja-stammen dan semua orang kristen di poso harus mendukung budaya luwu , [8]
  12. ^ "POSSO" HALAMAN 151: MONANGU BUAJA (krokodilzwemmen). [9].
  13. ^ AANRAKINGEN MET DEN DJENA VAN TODJO, De Bare'e-Sprekende jilid 1 halaman 139.[10].
  14. ^ DERIJKSSIERADEN VAN TODJO, De Bare'e-Sprekende de Toradja van midden celebes jilid 1 halaman 75-83.[11].
  15. ^ Buku POSSO, HALAMAN 151, Monangu buaja (krokodilzwemmen). [12].
  16. ^ W.Kaudern halaman 95, [13]