Pada tanggal 27 September 2024, Hassan Nasrallah, sekretaris jenderal Hizbullah, terbunuh dalam serangan udara oleh Israel di Beirut.[1][2] Serangan terjadi saat para pemimpin Hizbullah mengadakan rapat di markas besar di suburb Dahieh, Beirut selatan.[2] Dilakukan oleh Skuadron ke-119 Angkatan Udara Israel menggunakan pesawat tempur F-16I,[3] dalam operasi ini ada lebih dari 80 bom yang dijatuhkan,[4] salah satunya adalah bom bunker buster 5.000 pon (2.300 kg) buatan Amerika Serikat, meluluhlantakkan markas besar, yang diketahui berada di bawah tanah.[5][6] Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menamai operasi ini sebagai "Tatanan Baru" (bahasa Ibrani: סדר חדש, translit. Seder Hadash).
Awalnya, kondisi Nasrallah belum bisa dipastikan,[7] tetapi pada tanggal 28 September 2024, IDF mengumumkan Nasrallah sudah tewas,[8] klaim yang kemudian dikonfirmasi oleh Hizbullah.[5] Serangan ini mengakibatkan setidaknya sebelas korban jiwa dan lebih dari 91 luka-luka. Ali Karaki, Komandan Front Selatan Hizbullah, bersama dengan komandan senior lainnya, juga terbunuh dalam serangan tersebut.[2] Laporan dari Iran menunjukkan bahwa Abbas Nilforoushan, wakil komandan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), dan komandan Pasukan Quds di Lebanon, juga terbunuh.[9]
Perdana menteri Lebanon, Najib Mikati mengutuk serangan ini dan serangan Israel sebelumnya di Lebanon.[10][11] Sebelum serangan terjadi, perdana menteri Israel, Benjamin Netanyahu menyampaikan pidato di PBB, di mana ia menegaskan kembali komitmen Israel dalam kampanyenya melawan Hizbullah.[6][12] Pada awal bulan September, Hizbullah mengalami beberapa kemunduran paling parah dari kelompok mereka,[13][14][15] antara lain ledakan perangkat komunikasi genggam mereka pada tanggal 17 dan 18 September dan pembunuhan Ibrahim Aqil, komandan pasukan elit Pasukan Redwan, pada tanggal 20 September.[16] Selain itu, pada bulan Juli pemimpin militer senior Hizbullah lainnya, Fuad Shukr, juga terbunuh di Beirut.[17]