Peter Craig Dutton (lahir 18 November 1970)[1] adalah seorang politikus Australia yang saat ini menjabat sebagai Pemimpin Oposisi, bersamaan sebagai Pemimpin Partai Liberal Australia sejak Mei 2022. Sebelumnya ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan dari 2021 hingga 2022 dan Menteri Dalam Negeri dari 2017 hingga 2021. Ia menjadi anggota parlemen untuk daerah pemilihan Dickson di Queensland sejak 2001 dan telah memegang beberapa portofolio menteri federal pada pemerintahan Perdana Menteri John Howard, Tony Abbott,[2] Malcolm Turnbull, dan Scott Morrison.
Dutton dibesarkan di Brisbane. Ia bekerja sebagai polisi di Kepolisian Queensland selama lebih dari satu dekade setelah tamat sekolah, dan kemudian mendirikan perusahaan konstruksi dengan ayahnya. Ia bergabung dengan Partai Liberal Australia ketika ia masih muda dan dipilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Australia pada pemilu 2001, usia 30. Dutton diangkat sebagai Wakil Bendahara dibawah Peter Costello. Setelah kekalahan Koalisi Liberal/Nasional pada pemilu 2007, Dutton masuk ke kabinet bayangan sebagai Menteri Bayangan untuk Kesehatan, sebuah jabatan yang ia pegang selama 6 tahun.
Dutton menentang pengibaran bendera Aborigin Australia dan Selat Torres bersamaan dengan bendera Australia karena ia menganggap kedua bendera tersebut sebagai simbol perpecahan, berkata bahwa ia akan menyingkirkan kedua bendera tersebut dari konferensi pers resmi pemerintahan.[3]
Pada 11 September 2015, Dutton tertangkap kamera sedang membuat guyonan kepada Perdana Menteri Australia Tony Abbott yang baru kembali dari KTT Forum Kepulauan Pasifik di Port Moresby di Parliament House.[4] Dutton bertanya kepada Abbott kenapa rapat mulai telat dan Abbott mulai bercanda bahwa KTT juga mulai telat di Port Moresby dan Dutton langsung bergurau, "Waktu tidak berarti apa-apa saat air akan membasahi pintu rumah Anda." Abbott ketawa mendengarkan itu sementara Scott Morrison yang berdiri disamping mengingatkan keduanya bahwa ruangan tersebut dipasang mikrofon booming.[4] Candaan ini menuai kritik dari oposisi dan juga negara negara kepulauan Pasifik, dengan pemimpin oposisi Bill Shorten menyatakan bahwa candaan tersebut sangat buruk dan mengutip Barack Obama bahwa "pemimpin yang menyingkari perubahan iklim tidak pantas memimpin".[5] Dutton awalnya tidak ingin berkomentar dengan alasan candaan itu hanya percakapan pribadi dengan Perdana Menteri, namun pada 12 September ia mengeluarkan pernyataan minta maaf.[6][7]
Candaan tersebut masih melekat dengan Dutton dan kerap digunakan oleh Partai Buruh Australia untuk menyerannya. Pada 31 Mei 2022, Dutton mengakui bahwa candaan tersebut berselera buruk dan dia juga "membuat candaan buruk seperti orang lain dan saya sudah meminta maaf soal itu".[8]
Janes Defense Weekly melaporkan bahwa ada rencana Angkatan Udara Rusia untuk membuka pangkalan militer di Pulau Biak[9] dan Dutton memberi surat kepada pemerintah Australia menuduh Presiden Indonesia Prabowo Subianto sudah menyetujui rencana tersebut, walaupun sebenarnya Prabowo belum membuat pernyataan resmi mengenai hal tersebut.[10] Wakil Perdana Menteri Australia Richard Marles meminta klarifikasi kepada Menteri Pertahanan Indonesia Sjafrie Sjamsoeddin dan Sjafrie menjawab bahwa laporan tersebut tidak benar.[11][12][13] Mendengar keterangan pemerintah Indonesia, Partai Buruh Australia langsung menuding Dutton karena memalsukan pernyataan Presiden Indonesia, dengan Menteri Luar Negeri Penny Wong melabel Dutton sebagai "memalukan" dan "terlalu ceroboh untuk jadi perdana menteri"[14][15] sementara Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menuduh Dutton atas pengunaan laporan tersebut untuk peluang kepentingan politik sendiri dan berkata bahwa "Dutton selalu menembak dari pinggul", mengingatkan betapa cerobohnya Peter Dutton mengenai kebijakan luar negeri.[16][17] Menanggapi itu, Dutton menolak mengakui bahwa ia bersalah dan menyatakan bahwa sumbernya sangat kredibel dan berasal dari pemerintahan Indonesia.[15][18] Namun dalam debat melawan Albanese, Dutton mengakui bahwa ia bersalah telah menghubungkan laporan tersebut dengan Presiden Prabowo.[19]
Peter Dutton menderita kondisi infeksi kulit alopeica totalis, yang menyebabkan kepalanya sepenuhnya botak dan tidak bisa tumbuh rambut.[20] Ini menyebabkan salah satu lawan politiknya untuk memanggilnya Lord Voldemort walaupun kemudian meminta maaf karena mengetahui kondisi tersebut.[21]