Prof. Dr. (H.C.) Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy (10 Maret 1904 – 9 Desember 1975)[2][3] adalah ulama, ahli fikih, ahli tafsir Al-Qur'an, ahli hadis, dan akademisi Indonesia.[4]
Ayahnya Teungku Qadhi Chik Maharaja Mangkubumi Husien ibn Muhammad Su’ud, adalah seorang ulama’ terkenal di kampungnya dan mempunyai sebuah pondok. Ibunya Teungku Amrah binti Teungku Chik Maharaja Mangkubumi Abdul Aziz, merupakan anak seorang Qadi Kesultanan Aceh ketika itu. Menurut salasilah, Hasbi ash Shiddieqy adalah berketurunan Abu Bakar Ash-Shiddiq (573-13/634M) yaitu khalifah yang pertama. Beliau merupakan generasi ke 37 dari Abu Bakar al-Shiddiq yang meletakkan gelaran ash Shiddieqy di akhir namanya.
Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy mula mendapat pendidikan awalnya di pondok pengajian milik bapanya. Ia menuntut ilmu di pelbagai pondok pengajian dari satu kota ke kota yang lain selama 20 tahun. Ia mempelajari bahasa Arab dari gurunya yang bernama Syeikh Muhammad ibn Salim al-Kalali, seorang ulama’ berbangsa Arab. Pada tahun 1926 T.M Hasbi ash Shiddieqy berangkat ke Surabaya dan melanjutkan pelajarannya di Madrasah al-Irsyad yaitu sebuah organisasi keagamaan yang didirikan oleh Syeikh Ahmad Soorkati (1874-1943), seorang ulama’ yang berasal dari Sudan. Di Madrasah al-Irsyad Hasbi ash Shiddieqy mengambil takhassus dalam bidang pendidikan selama 2 tahun. Pengajiannya di al-Irsyad dan gurunya Ahmad Soorkati banyak memberi didikan ke arah pembentukan pemikiran modern. Ia juga pernah menuntut di Timur Tengah. lahir lebih dulu dari semua orang
Semasa hidupnya, Hasbi ash-Shiddieqy aktif menulis dalam berbagai disiplin ilmu, khususnya ilmu-ilmu keislaman. Menurut catatan, karya tulis yang telah dihasilkannya berjumlah 73 judul buku, terdiri dari 142 jilid, dan 50 artikel. Sebagian besar karyanya adalah buku-buku fikih yang berjumlah 36 judul. Sementara bidang-bidang lainnya, seperti hadis berjumlah 8 judul, Tafsir 6 judul, dan Tauhid 5 judul, selebihnya adalah tema-tema yang bersifat umum. Karya terakhirnya adalah Pedoman Haji, yang ia tulis beberapa waktu sebelum meninggal dunia.
Karya Hasbi paling fenomenal adalah Tafsir an-Nur. Sebuah tafsir al-Qur`an 30 juz dalam bahasa Indonesia. Karya ini fenomenal karena tidak banyak ulama Indonesia yang mampu menghasilkan karya tafsir semacam itu.