Pendahulu hotel ini adalah Hotel Homann, milik keluarga Homann, yang dikenal akan sajian rijsttafel buatan Ibu Homann yang lezat. Pada tahun 1939, bangunan yang sekarang dirancang dengan desain gelombang samudera bergaya art deco karya Albert Aalbers. Untuk menegaskan kebesarannya, kata "Savoy" ditambahkan, yang ditambahkan pada tahun 1940 dan tetap demikian hingga tahun 1980-an. Kemudian pada tahun 1987- 1990 dilakukan renovasi besar-besaran. Hotel ini bisa masuk dari dua arah, pintu utama dari Jl. Asia Afrika dan dapat keluar/masuk dari Jl. Dalem Kaum, serta memiliki pekarangan dalam (jauh dari jalan raya), juga tamu dapat menikmati sarapan di udara terbuka.
Setelah Kemerdekaan Indonesia, Hotel ini dimiliki oleh Keluarga H.M. Saddak. Pada tahun 1987 H.M. Saddak menjualnya, dan kepemilikan beralih pada Keluaga H.E.K Ruhiyat, saat itu nama hotel berubah menjadi "Savoy Homann Panghegar Heritage." Kemudian (1997) H.E.K Ruhiyat menjual sahamnya (yang dikemudian hari saham tersebut dijual 100%) pada Yayasan milik Karyawan Bank Indonesia, dan nama hotel berubah lagi menjadi Savoy Homann Bidakara Hotel.
Pada Tahun (1995) hotel ini dijadikan pusat jamuan makan siang para kepala negara peserta Konferensi Asia Afrika ke- 40, termasuk Priseden Indonesia kedua Soeharto dan tokoh PLO Yasser Arafat
Pada Tahun 1995 di depan hotel ini dipancang prasasti Non Blok bertepatan dengan peringatan KAA ke- 40
Buku Bandoeng-Bandung karangan F. Springer dari tahun 1994 sebagian besar berlatar di sini.