Gereja Kristen Protestan Simalungun (disingkat GKPS) adalah sebuah gerejaKristen dari daerah Simalungun yang dirintis oleh misionarisRheinische Missionsgesellschaft (RMG). Sejak awal tahun 1900-an, RMG mendirikan pos-pos misionaris di Simalungun sebagai bagian dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dengan menggunakan bahasa Batak Toba sebagai bahasa pengantar. Belakangan, muncul gerakan masyarakat Batak Simalungun yang telah menjadi Kristen untuk mempercepat laju penyebaran Injil di wilayah Simalungun dengan menggunakan bahasa Batak Simalungun sebagai bahasa pengantar. Gerakan ini berlanjut hingga semua jemaat HKBP di Simalungun memandirikan dirinya sebagai satu distrik khusus HKBP Simalungun dengan administrasi dan pemimpin sendiri yang terpisah dari HKBP. Puncaknya, sinode HKBP Simalungun memisahkan diri secara total menjadi GKPS. Salah satu tokoh penting yang memimpin gerakan kemandirian ini adalah Pendeta Jaulung Wismar Saragih Sumbayak.
Masuknya Injil ke Simalungun
Pengabaran Injil di daerah Simalungun berlangsung sedikit terlambat dibandingkan daerah-daerah tetangganya, seperti Tanah Karo (pada 1899) dan Tapanuli (pada 1861). RMG baru menjadikan Simalungun sebagai daerah penginjilan, setelah Tanah Angkola, Tanah Mandailing, dan Tapanuli Utara.[4]
Awalnya, RMG mengenal Simalungun dari laporan ekspedisi pejabat-pejabat kolonial Belanda. Laporan-laporan tersebut rata-rata mengkhawatirkan resistensi suku Batak Simalungun dan derasnya pengaruh Islam ke daerah Simalungun Bawah (yakni di Asahan Hulu dan Tanah Jawa) yang sebenarnya dipicu oleh proses aneksasi Belanda terhadap wilayah dalam kerajaan-kerajaan Simalungun sehingga menciptakan sentimen negatif dari orang Simalungun terhadap orang Eropa.[5]
Kontak pertama RMG dengan Simalungun dilakukan melalui Henri Guillaume yang ditempatkan oleh RMG di Kuta Bukum, Karo (pada 1899).[6] Selama masa tugasnya, ia sering berinteraksi dengan rakyat hingga penguasa tradisional Simalungun, terutama dalam perjalanannya ke Tapanuli untuk menghadiri rapat-rapat tahunan missionaris. Atas pengalamannya itu, Guillaume mengusulkan kepada L.I. Nommensen agar Simalungun di-Injil-i.[7]
Usaha penginjilan konkret pertama pada orang Simalungun justru dilakukan oleh Pardonganan Mission Batak (PMB), lembaga pengabaran Injil Batak Toba yang terdiri dari penginjil-penginjil Batak Toba. Pada 12 Februari 1900, Pendeta Samuel Panggabean dan Friederich Hutagalung diutus ke daerah-daerah sekitar Danau Toba yang belum di-Injil-i. Mereka tiba di Sipolha pada 14 Februari, namun dilarang untuk masuk oleh Tuan Sipolha Damanik.[8] Keesokannya, mereka tiba di Siboro (wilayah Partuanan Purba) dan sempat berkhotbah di pasar yang ada di daerah itu. Pada hari Jumat, 16 Februari 1900, mereka berkeliling di sekitar Tiga Langgiung untuk mengabarkan Injil pada masyarakat yang sedang berbelanja di pekan (pasar mingguan). Selanjutnya, mereka pergi ke Pematang Purba untuk menemui Tuan Rahalim Purba Pakpak (Raja Purba), namun baru berhasil menemuinya keesokan harinya, 17 Februari, setelah menanti semalaman. Di sini, mereka menyampaikan maksud mereka untuk mengabarkan Injil dan membacakan nats Alkitab bagi Raja Purba. Walaupun belum mendapat tanggapan positif darinya, namun para penginjil tersebut menemui sikap bersahabat dari Raja Purba.[9] Usaha selama 4 hari ini kurang berhasil terutama karena penggunaan bahasa Batak Toba sebagai pengantar yang kurang dipahami oleh masyarakat Simalungun.
Setelah menerima permintaan dari Guillaume, RMG mengutus G.K. Simon bersama beberapa penginjil Batak Toba dari PMB untuk melakukan peninjauan ke Simalungun. Karena melihat pengaruh Islam yang sudah masuk hingga Siantar, G.K. Simon meminta agar RMG secepat mungkin meng-Injil-i Simalungun.[10]
Laporan G.K. Simon dan Guillaume ditambah laporan dari pejabat-pejabat Belanda dibahas pada rapat missionar RMG di Laguboti, Tapanuli pada 21—25 Januari 1903 yang dihadiri 42 penginjil RMG, dengan keputusan:[11]
Pemberitaan Injil di Simalungun harus segera dilaksanakan.
Segera dikirim surat ke Direktur RMG Schreiber di Barmen untuk meminta persetujuan dan rekomendasi RMG dalam memperluas lapangan penginjilan ke Simalungun.
Segera dilakukan langkah-langkah penginjilan ke Simalungun.
Sebelum rapat ini, Nommensen juga telah mengirim permohonan tenaga penginjil baru ke pimpinan RMG di Jerman sehubungan rencananya memperluas daerah penginjilan ke Samosir, Dairi, dan Simalungun. Namun secara strategi, Simalungun dijadikan prioritas utama dari ketiga daerah tersebut karena sudah derasnya pengaruh Islam di daerah ini hingga ke Siantar.[12]
Pada 16 Maret 1903, Dr. Schreiber dari RMG secara resmi mengirim telegram singkat yang merekomendasikan pengabaran Injil ke Timorlanden (sebutan bagi daerah Simalungun).[13] Setelah menerima telegram yang berisi "Tole den Timorlanden das Evangelium" (perintah menyebarkan Injil di Tanah Timur), maka pada 2 September 1903, sekelompok penginjil dari RMG yang dipimpin oleh Pendeta August Theis tiba di Pematang Raya untuk menyebarkan Injil.[14]
Hingga saat ini, tanggal 2 September diperingati setiap tahunnya oleh umat GKPS sebagai Hari Olob Olob (bahasa Simalungun: "suka cita") untuk mensyukuri masuknya "ambilan na madear" (bahasa Simalungun: "kabar baik") di Simalungun.
Pada 1 Januari 1904, dimulailah penginjilan Simalungun yang bertempat tinggal di Pematang Raya[15] dan Pdt. Guilllaume berada di Purba Saribu (1905) untuk melayani pemberitaan injil di Simalungun Raya di bagian Barat. Sebagai hasil pertama dari pemberitaan Injil di Simalungun baru pada tanggal 19 September 1909[16] diadakan baptisan pertama (pandidion na parlobei) di Pematang Raya oleh August Theis, kemudian di Parapat juga ada 38 orang yang menerima baptisan.
Sampai tahun 1910, sudah berdiri 17 gereja di daerah Simalungun yang menjadi cikal bakal GKPS saat ini, yaitu di:
Penyebaran Injil oleh para Misionaris RMG dilakukan menggunakan bahasa pengantar bahasa Batak Toba dengan anggapan bahwa Simalungun merupakan bagian dari sub etnis Batak Toba.[17] Hal ini menyebabkan perkembangan penyebaran injil di Simalungun kurang pesat. Resistansi Masyarakat Simalungun terhadap kaum barat dan kekurang-mengertian mereka terhadap bahasa Batak Toba mengurangi efektivitas kegiatan RMG. Seorang misionaris RMG, Bregenstroth, pada akhirnya menyadari bahwa orang Simalungun bukanlah bagian dari Batak Toba.[18]
Pekabaran Injil oleh Orang Simalungun
Jubileum 25 Tahun Injil di Simalungun: Comite Na Ra Marpodah Simalungun
Pada 1 September1928, di Pematang Raya diadakan pesta peringatan 25 tahun pemberitaan injil di Simalungun. Momen ini dijadikan tonggak untuk meningkatkan pengabaran Injil di Simalungun. Sebagai salah satu caranya adalah dengan melakukan pengabaran Injil menggunakan pengantar bahasa Simalungun, bukan bahasa Batak Toba yang digunakan oleh para misionaris RMG. Beberapa guru dan sintua bersepakat untuk membentuk sebuah komite bernama Comite Na Ra Marpodah Simalungun yang bekerja untuk membuat agenda gereja, buku nyanyian Haleluya, dan Alkitab dalam bahasa Simalungun (yang diterbitkan pertamakali pada 16 Januari 1977[2]) dilengkapi dengan sebuah buku renungan harian "Manna."
Rintisan pendirian lembaga ini diadakan pada tanggal 13 Oktober 1928 dalam suatu pertemuan di rumah Djaoedin Saragih di Pematang Raya yang dihadiri oleh 14 tokoh-tokoh Kristen Simalungun.[19] Dalam pertemuan inilah disepakati pendirian badan yang memiliki tujuan untuk melestarikan dan memberdayakan bahasa Simalungun dengan nama di atas. 12 dari 14 tokoh yang menghadiri pertemuan tersebut adalah:[20]
Wismar Saragih menerangkan bahwa penggunaan kata "Comite" memiliki makna bahwa organisasi ini bersifat nirlaba. "Na Ra Marpodah" bermakna bahwa tiap pengurus/anggota memiliki rasa tanggungjawab dan kewajiban untuk mendukung kelangsungan comite dengan kontribusi dana, pengetahuan dan lain-lain secara sukarela demi kemajuan orang Simalungun baik dalam kekristenan maupun pendidikan.[22]
Anggaran Dasar lembaga ini disahkan oleh asisten Resident G.W. Meindersma pada tanggal 5 Februari 1929. Tanggal 2 September 1928 ditetapkan sebagai hari kelahiran comite.[23]
Dukungan terhadap Comite ini antara lain terwujud dalam bentuk bantuan dana dari pemerintah swapraja Simalungun melalui landschapskas Simaloengoen sebesar 300 gulden, dari rakyat, pengusaha dan pegawai pemerintah melalui taken-list, dari Raja-raja Simalungun sebesar 400 gulden,[24] dan dari penyelidik bahasa Simalungun (taalambtenaar, ditugaskan oleh pemerintah Belanda atas permintaan raja-raja Simalungun), P. Voorhoeve, sebesar 5 gulden tiap tahunnya.
Akhirnya pada tanggal 15 Desember 1929 ditahbiskanlah seorang Pendeta yang pertama dari suku Simalungun yaitu Pdt. Djaulung Wismar Saragih,[25] yang tetap memperkuat perjuangan Comite ini.
Perjuangan Comite untuk menggunakan bahasa Simalungun sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah zending di seluruh daerah yang didiami suku Simalungun mengalami banyak tantangan, terutama karena derasnya arus imigrasi masyarakay Batak Toba ke Simalungun sehingga domisili suku Simalungun semakin terbatas. Johannes Warneck menjelaskan pada suratnya ke Raja-raja Simalungun bahwa tuntutan tersebut juga sulit dipenuhi karena terbatasnya jumlah pengajar yang mengerti bahasa Simalungun dan rendahnya minat orang Simalungun untuk masuk ke sekolah guru yang telah dibuka sejak 1931 di Kota Pematangsiantar.[26] Tetapi gencarnya tuntutan Comite Na Ra Marpodah Simalungun ini, disertai dengan usaha mereka dalam menerjemahkan dan menerbitkan buku-buku pelajaran berbahasa Simalungun memaksa RMG untuk menyesuaikan pelayananannya dengan menggunakan bahasa Simalungun.
Kesuksesan Comite Na Ra Marpodah Simalungun dalam meningkatkan penyebaran Injil bagi orang Simalungun dengan digunakannya penggunaan bahasa Simalungun sebagai bahasa pengantar, turut menumbuhkan semangat seluruh orang Kristen Simalungun di berbagai daerah untuk turut menyebarkan Injil, dan untuk itu diperlukan komunitas yang terorganisir.
Seusai kebaktian minggu pada tanggal 15 November 1931, beberapa orang Kristen-Simalungun dari Sondi Raya sepakat untuk mengadakan rapat di rumah Gomar Saragih untuk membentuk suatu organisasi pekabaran Injil. Malam itu juga didirikanlah Kongsi Laita dengan susunan kepengurusan:[27]
Ketua: Guru Williamar Sumbayak
Sekretaris/Bendahara: St. Parmenas Purba Tambak
Komisaris:
St. Jonas Purba
Melanthon Saragih
Mailam Purba
Selanjutnya pekan kelahiran Kongsi Laita ini diperingati sebagai "Minggu Bapa," di mana seluruh pelayanan di Gereja pada hari Minggu itu ditangani oleh anggota Seksi Bapa.
Nama Kongsi Laita juga diabadikan sebagai nama salah satu GKPS di Sondi Raya.
Parguru Saksi Kristus
Pada tahun 1938 diadakan Fonds Saksi Kristus[28] atau yang sering dikenal orang Simalungun sebagai Parguru Saksi Kristus. Gerakan ini bertujuan untuk memperkenalkan Injil dari rumah ke rumah, dan umumnya dijalankan oleh anggota jemaat dari kalangan pemuda.
Parguru Saksi Kristus sangat efektif dalam menghadapi larangan berkumpul yang diterbitkan pemerintahan penjajahan Jepang selama menduduki Indonesia.
Kemandirian GKPS
HKBP di Simalungun
Pada tahun 1929 dibentuk badan pengurus sinode HKBP yang anggotanya berasal dari wakil tiap distrik HKBP yang mewakili etnis penghuni distrik tersebut. Namun karena hingga tahun 1933 Simalungun tidak memiliki wakil dalam badan ini, Sinode Distrik Simalungun-Pesisir Timur mengajukan tuntutan agar suku Simalungun memiliki wakil dalam badan pengurus sinode HKBP agar dapat lebih mengetahui dan mewakili daerah asalnya. Selanjutnya Djaoedin Saragih (Pangulubalei -pejabat kerajaan, kakak dari Dj. Wismar Saragih) juga mengirimkan surat pada Ephorus HKBP, Landgrebe, yang menekankan perlunya terpelihara identitas etnis dan budaya Simalungun dalam lingkungan gereja. Tuntutan ini tidak dipenuhi dengan dipilihnya J. Hutapea dari HKBP Pematang Siantar sebagai wakil Distrik Simalungun-Pesisir Timur.
Seiring semakin tingginya populasi Kristen-Simalungun di Pematang Siantar, Djaoedin Saragih juga menuntut agar diadakan kebaktian khusus berbahasa Simalungun,[29] yang dikabulkan RMG dengan diadakannya kebaktian tersendiri di gedung sekolah Jl. Toba No. 35, dilayani oleh Gr. Djahia Simandjuntak atau Pasman Panggabean yang memahami bahasa Simalungun. Ibadah ini berlangsung hingga terhenti pada tahun 1941 karena kedatangan tentara penjajahan Jepang.
HKBP Distrik Simalungun
Seiring dengan meluasnya daerah tujuan imigrasi suku Batak Toba hingga ke Dairi dan Aceh, tata gereja HKBP tahun 1940 mengubah nama distrik Simalungun-Pesisir Timur (Simalungun-Oostkust) menjadi "Sumatra Timur, Aceh dan Dairi." Perubahan nama ini sebenarnya sudah diprotes oleh J. Wismar Saragih dalam suratnya tanggal 27 Oktober 1937 ke penginjil H. Volmer di Saribudolog,[30] tetapi Tata Gereja tersebut tetap disahkan.
Keberatan yang secara berkelanjutan diajukan oleh komunitas Kristen-Simalungun akhirnya membuahkan hasil ketika Sinode am HKBP yang diadakan pada tanggal 10-11 Juli 1940 di Pearaja membicarakan keberatan mereka dan memutuskan agar Kerkbestuur HKBP membicarakan hal tersebut dengan jemaat Simalungun. Pembicaraan tersebut kemudian diadakan di Raya, Saribudolog dan Nagoridolog pada tanggal 26 September 1940[16] dan memutuskan agar komunitas Simalungun diberi satu distrik tersendiri bernama Distrik Simalungun dengan wakil orang Simalungun di sinode HKBP.[31]
Pada tanggal 22 Oktober 1940, Pdt. J.V. Mulywijk dari Kabanjahe dipilih menjadi Praeses pertama, yang kemudian digantikan oleh Pdt. Kerpianus Purba (Pendeta HKBP Nagoridolog) sampai tahun 1952.[32]
HKBP Simalungun
Pada tanggal 5 Oktober 1952 anggota Sinode Distrik Simalungun bersidang agar Simalungun berdiri sendiri dan terpisah dari HKBP, serta mengangkat pengurus harian dan majelis Gereja di HKBPS. Pemisahan ini dilakukan secara sepihak oleh HKBP distrik Simalungun, dan baru diakui oleh wakil-wakil HKBP pada rapat bersama antara delegasi HKBP dan Pengurus Harian HKBP Simalungun tentang pandjaeon (pemisahan) HKBP Simalungun di Pematang Siantar, 21-22 Januari 1953 yang keputusannya ditandatangani pada tanggal 22 Januari 1953.[33]
Pihak-pihak yang hadir pada rapat itu adalah:
Pdt. J. Wismar Saragih (HKBP Simalungun).
Pdt. A. Wilmar Saragih (HKBP Simalungun).
Pdt. Kerpianus Purba (HKBP Simalungun).
Ds. K. Sitompul (HKBP).
Pdt. K. Sirait (HKBP).
Pdt. J. Togatorop (HKBP).
Pdt. M. L. Siagian (HKBP).
Pdt. C. Simanjuntak (HKBP).
Untuk memudahkan urusan Gereja ini pada 30 November 1952 HKBPS dibagi menjadi tiga Distrik dan Kantor pusat GKPS dipindahkan dari Pematang Raya sewaktu menjadi distrik Pematang Siantar setelah menjadi HKBPS. Kantor pusat bermula menumpang di salah satu rumah milik St Oesmar Sumbayak di Jl. Patuan Nagari Martoba, Pematang Siantar. Setelah mendapat sebidang tanah di Jl Mangga/Jl. Sudirman maka Kantor pusat HKBPS berdiri sendiri (20 September 1955).[2]
HKBP Simalungun menjadi GKPS
Pada tanggal 1 September 1963 HKBP Simalungun resmi berganti nama dengan GKPS.[2] Surat resminya ditandatangani Pdt. G.H.M. Siahaan (wakil HKBP) dan Pdt. Jenus Purba Siboro (mewakili HKBPS) di HKBPS Jalan Sudirman Pematang-siantar.[34]
Setahun setelah itu didirikan pusat pendidikan GKPS di Pematang Raya dan pembangunan Asrama Putra dan Putri dan tahun 1964 itu juga GKPS menjadi anggota Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).[2]
Kerjasama Internasional
Pada tanggal 15 Januari 1964 GKPS mendirikan pusat pelatihan pertanian di Pematang Siantar (PELPEM GKPS) dan satu tahun kemudian GKPS menjadi anggota wilayah PGI-Wilayah SUMUT serta menjalin kerja sama dengan gereja-gereja Lutheran lain, seperti Evangelical Lutheran Church in America (ELCA, sejak 1969) dan Lutheran Church of Australia (LCA, sejak September 1973[2]). GKPS juga menjadi anggota beberapa organisasi gereja di tingkat dunia dan regional, seperti Dewan Gereja-gereja se-Dunia (WCC, sejak Agustus 1973),[35]Dewan Gereja-gereja Asia (CCA, 31 Mei 1977)[36] dan Federasi Lutheran se-Dunia (LWF, sejak 1968).[37] Karena semakin berkembangnya jemaat GKPS didirikanlah Kantor pusat/kursus Zentrum GKPS dan mulai menjalin kerja sama dengan Gereja Mulheim Jerman.
Mitra-mitra GKPS di luar negeri yaitu:
UEM (United Evangelical Mission, sejak Juni 1996[2])
Kantor Pusat GKPS di Jalan Pendeta J. Wismar Saragih, beroperasi sejak 2 Maret 1992.
Berhubungan dengan lokasi Kantor Pusat GKPS yang ada di Jl. Sudirman, Pematang Siantar, sangat sempit dan suasana Kantor tersebut yang berketepatan dekat dengan jalan raya sehingga para pegawai sulit dalam berkonsentrasi pada pekerjaannya, maka mulai tanggal 4 September 1988 dimulai pengembangan Kantor Pusat GKPS Pematang Siantar.[16]
Kantor pusat GKPS berpindah ke secara resmi ke Jl. Pdt. J. Wismar Saragih pada tanggal 2 Maret 1992.[16]
Pimpinan dan Organisasi Pusat GKPS
Pimpinan Pusat
Sesuai Peraturan Rumah Tangga GKPS, pimpinan pusat terdiri atas Ephorus dan Sekretaris Jendral.[38] Pimpinan GKPS berada di tangan seorang Ephorus yang didampingi oleh seorang Sekretaris Jenderal.
Pada masa peralihan dari HKBP distrik Simalungun menjadi HKBP Simalungun (HKBPS), HKBPS tidak memiliki seorang Ephorus. Jabatan tertinggi saat itu adalah seorang Wakil Ephorus, yang didampingi oleh seorang Sekretaris Jendral.[39]
Selama periode 2015-2020, GKPS dipimpin oleh Ephorus Pdt. Rumanja Purba, M.Th. dan Sekjennya Pdt. Dr. Paul Ulrich Munthe.[40]
Terpilih tanggal 21 Nopember 2020 dalam Sidang Synode Bolon GKPS ke-44. Dilantik tanggal 22 Nopember 2020 oleh Pdt. Sudiarlensius Purba di GKPS Sudirman
Daftar Wakil Ephorus GKPS
Pdt. Djaulung Wismar Saragih[45]Menjabat saat HKBPS dibentuk
Terpilih tanggal 21 Nopember 2020 dalam Sidang Synode Bolon GKPS ke-44. Dilantik tanggal 22 Nopember 2020 oleh Pdt. Sudiarlensius Purba di GKPS Sudirman.
Organisasi
Di dalam pekerjaan sehari-hari, pimpinan Sinode GKPS dibantu oleh Departemen-departemen, yaitu:
Departemen Persekutuan
Departemen Kesaksian
Departemen Pelayanan
Selain itu ada pula Biro yang menangani urusan administrasi Gereja, yaitu:
Biro Keuangan
Biro Usaha
Terdapat dua buah badan yang setingkat dengan Biro, yaitu:
Badan Penelitian dan Pengembangan
Satuan Pengawasan Internal
Distrik
Di bawah pimpinan Sinode terdapat para Praeses yang mengepalai tiap Distrik atau wilayah pelayanan GKPS.
Dalam sejarahnya saat HKBP Distrik Simalungun berubah menjadi HKBP Simalungun (cikal bakal GKPS), pelayanan gereja ini dibagi ke dalam 3 distrik, yaitu:[51]
Huluan, berpusat di Saribudolog.
Tonga-tonga, berpusat di Pamatang Raya.
Kahean, berpusat di Tebing tinggi (kemudian dipindahkan ke Medan).
Selanjutnya GKPS membagi wilayah pelayanannya ke dalam 4 distrik (I sampai IV), namun sejalan dengan perkembangan pelayanan, sejak 10 Juni 2000[16] jumlahnya dikembangkan menjadi 7 distrik.[52]
Setiap Distrik terdiri atas beberapa Resort, dan tiap Resort terdiri atas beberapa Gereja.
Jumlah Resort keseluruhannya ada 106 buah, dengan 614 jemaat (gereja). Total keseluruhan anggota GKPS adalah sekitar 210.599 orang.(2007)[53]
Berkedudukan di Jakarta, terdiri atas 14 resort, yang menaungi 47 jemaat termasuk daerah di pulau kalimantan seperti GKPS Pontianak, Sampit, Pangkalan Bun, Palangka Raya, Banjarmasin, Banjarbaru, Samarinda,.2018[3]
Diresmikan pada Minggu, 23 Maret 2014, merupakan pemekaran Rayon Serdang (9 resort) dari Distrik IV.[72] Berkedudukan di Galang, terdiri atas 9 resort, yang menaungi 55 jemaat.2018[3]
Diresmikan Pdt. M. Rumanja Purba pada Minggu, 18 Nopember 2018, merupakan pemekaran dari GKPS Distrik V (Tebing Tinggi).[75] Berkedudukan di Sinasih, terdiri atas 10 Resort, yaitu: Resort Sinasih, Nagori dolok, Simanabun, Betania Silou Kahean, Raya Kahean 1, Raya Kahean 2, Raya Kahean 3, Raya Kahean 4, Raya Kahean 5, Bah Tonang.
Diresmikan Pdt. M. Rumanja Purba pada Minggu, 24 Februari 2019.[76][77] Merupakan pemekaran dari GKPS Distrik III (Saribudolok), yang terdiri atas 7 resort (Resort Sipituhuta I, Sipituhuta II, Tongging, Kabanjahe, Sidikalang, Sumbul dan Tanjung Beringin), menaungi 38 jemaat dengan anggota warga jemaat sekitar 2.800 jiwa.
Berlokasi di Jalan Sutomo, Saribudolok, yang didirikan pada tanggal 15 September 1953[78]
R.S. GKPS Pematang Raya
Berlokasi di Jalan Pendeta J. Wismar Saragih, Pematang Raya[78]
Yayasan Diakonia GKPS
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya.
Yayasan Kesejahteraan Pendeta Penginjil Pegawai Pensiun GKPS (YKP4 GKPS)
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya.
Yayasan Pendidikan GKPS (sebelumnya Badan Pendidikan GKPS)
GKPS pertama mendirikan pusat pendidikannya di Sondi Raya pada tanggal 6 September 1964.[16] Kini Yayasan Pendidikan GKPS mengelola beberapa asrama dan sekolah GKPS, yang terdiri atas:[79]
GKPS memiliki beberapa badan usaha yang dikelola oleh Pengurus Badan Usaha GKPS. Dalam pengelolaannya, pengurus diawasi oleh Pengawas Badan Usaha GKPS.[81] Sebelumnya GKPS memiliki Pelayanan Pembangunan GKPS yang didirikan pertama kali pada 15 Januari 1965 dengan nama Pusat Latihan Pertanian GKPS.[16] Pelpem selanjutnya mengelola berbagai perkebunan dan lahan pertanian dan memberikan bantuan mengenai cara bertani/berkebun bagi masyarakat.
Badan usaha yang dikelola GKPS yaitu:
Wisma Tuluy Medan
Wisma Tuluy Pematangsiantar
Balei Bolon GKPS
Juma Bolag GKPS - Pematangsiantar
Juma Bolag GKPS - Bagan Batu
Unit-unit GKPS
Panti Asuhan Bumi Keselamatan Margarita
Adalah sebuah panti asuhan bagi anak-anak Yatim/Piatu dan telantar yang secara resmi mulai beroperasi sejak tanggal 24 Juli 2005. Berlokasi di daerah Marihat, Pematang Siantar dan didirikan atas donasi dana dari seorang Bapak atas wasiat dari istrinya (Ibu Margarita) yang namanya kemudian diabadikan sebagai nama Panti Asuhan tersebut.
Panti Karya Remaja GKPS
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya.
Women Crisis Center (WCC) Sopou Damei GKPS
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya.
Pusat Pengembangan Liturgi dan Musik Gereja (PPLMG) GKPS
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya.
Komisi Intei HIV-AIDS & Narkotika GKPS
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya.
Tim Hukum GKPS
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya.
Logo GKPS
Penetapan Logo GKPS
Logo GKPS ditetapkan oleh Synode Bolon GKPS yang ke 32 di Parapat pada tanggal 4-8 Juli 1994.
Makna logo GKPS
Logo adalah huruf atau lambang yang mengandung atau makna, sebagai lambang.
Logo GKPS adalah melambangkan makna pewujudan GKPS sebagai bagian yang utuh dan tak terpisahkan dari gereja yang Esa, Kudus, Am/Katolik dan Rasuli di seluruh dunia, yang terpanggil dan disuruh untuk bersekutu, bersaksi dan melayani.
Huruf dan lambang logo GKPS
Dalam Logo GKPS ada tiga hal yang ditampakkan
Salib: Melambangkan pengakuan GKPS bahwa Yesus Kristus adalah Juru Selamat Dunia dan Kepala Gereja, Kebenaran dan Hidup, yang menghimpun dan menumbuhkan gereja sesuai dengan Firman Tuhan.
Daun Sirih: Dua lembar daun sirih menghadap ke Salib melambangkan persekutuan yang sama-sama menyembah kepada Yesus Kristus. Daun sirih juga melambangkan tradisi masyarakat Simalungun dalam persekutuan dan kebersamaan yang saling melayani / menghormati dalam kedamaian demi kesejahteraan.
Tulisan/huruf: Gereja Kristen Protestan Simalungun - GKPS - yang melingkar Salib dan Sirih, melambangkan kehadiran Injil di Simalungun mengantar Simalungun dari kegelapan kepada Terang Allah dan menemukan dalam gereja di Indonesia, yakni Gereja Kristen Protestan Simalungun.
^J.R. Hutauruk, Sejarah Pengabaran Injil Sampai Tahun 1931 di Tanah Batak dalam Hidup Dalam Kristus (II), DGI Wilayah Sumut-Aceh, Pematangsiantar, 1981, hlm. 50.
^Juandaha Raya P. Dasuha, Martin L. Sinaga, "Tole! Den Timorlanden das Evangelium!", Kolportase GKPS, Pematang Siantar, 2003, hlm. 104-107.
^P. Sinuraya, Diakonia No.6 Sejarah Pelayanan GBKP di Tanah Karo, 1890-1940, Perc. Merga Silima, Medan, hlm.84-85 dalam Juandaha Raya P. Dasuha, Martin L. Sinaga, "Tole! Den Timorlanden das Evangelium!", Kolportase GKPS, Pematang Siantar, 2003, hlm. 108.
^Pimpinan Pusat GKPS, 60 Tahun Injil Kristus di Simalungun, Luhur, Medan, 1963, hlm. 11.
^J.T. Nommensen, Ompui Dr. I.L. Nommensen, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1974, hlm.187.
^A. Munthe, "Bona ni Jubileum Haranggaol" dalam Jubileum 80 Tahun GKPS Haranggaol, Panitia Jubileum Haranggaol, 1986, hlm. 14.
^Pimpinan Pusat GKPS, 60 Tahun Injil Kristus, hlm. 11.
^Jan Jahaman Damanik, Tunggul yang Bertunas (Tesis Magister Theologia STT HKBP -tidak dipublikasikan), Pematang Siantar, 1995, hlm.98-99.
^Catatan J.D. Girsang dalam Juandaha Raya P. Dasuha, Martin L. Sinaga, "Tole! Den Timorlanden das Evangelium!", Kolportase GKPS, Pematang Siantar, 2003, hlm. 190.
^Pucuk Pimpinan HKBP Simalungun, Jubileum 50 Tahun, hlm. 71.
^Surat J. Wismar Saragih dalam Jan Jahaman Damanik, Tunggul yang Bertunas (Tesis Magister Theologia STT HKBP -tidak dipublikasikan), Pematang Siantar, 1995, hlm.128-129.
^Paul Pedersen, Daerah Batak dan Jiwa Protestan, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1975, hlm. 106.
^Juandaha Raya P. Dasuha, Martin L. Sinaga, "Tole! Den Timorlanden das Evangelium!", Kolportase GKPS, Pematang Siantar, 2003, hlm. 232-234.
^Terobosan Spektakuler Comite na ra Marpodah Simaloengoen dalam Memberdayakan dan Mengekalkan Bahasa dan Kebudayaan Simalungun, Pdt. Juandaha Raya Purba Dasuha, STh, Situs Resmi GKPSDiarsipkan 2021-04-20 di Wayback Machine.
^Seharusnya menjabat hingga 2010, tapi diganti sebelum habis masa jabat karena memasuki Masa Persiapan Pensiun sejak 18 Mei 2009
^Sesuai Surat Pimpinan GKPS No. 304/3-PP/2009 tertanggal 13 Juni 2009, seperti dimuat pada GKPS, Ambilan pakon Barita, Edisi 425, Pematang Siantar, September 2009, hlm. 52.
^Menjadi Pelaksana Praeses Distrik IV hingga 2010 karena Praeses sebelumnya (Pdt. Jatalim Sitopu, STh) memasuki Masa Persiapan Pensiun. Serah terima di GKPS Teladan, Medan.
^Digantikan karena meninggal dunia pada 2 Nopember 2015