Telaga Menjer adalah sebuah telaga yang terletak di Maron, Garung, Wonosobo, Jawa Tengah. Telaga ini berjarak sekitar 2 kilometer dari ibu kota Kecamatan Garung. Dinamakan Telaga Menjer, karena telaga ini dulu terletak di Desa Menjer, tetapi desa tersebut kemudian dimekarkan, sehingga telaga ini kini masuk ke dalam Desa Maron. Air yang tertampung di telaga ini kini dimanfaatkan untuk membangikitkan listrik melalui PLTA Garung.
Sejarah
Telaga ini terbentuk di kaki Gunung Pakuwaja akibat letusan vulkanik. Dulu, air di telaga ini hanya berasal dari sejumlah mata air kecil di sekitar telaga dan dari curah hujan yang cukup tinggi di telaga ini.[3]
Pada tahun 1929, ANIEM mulai melakukan survei dan investigasi mengenai kelayakan pemanfaatan telaga ini untuk membangkitkan listrik. Tiga tahun kemudian, ANIEM menyimpulkan bahwa telaga ini dapat dimanfaatkan untuk memasok air ke PLTA berkapasitas 9 MW. Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1961, PLN mulai membangun jalan akses ke telaga ini, serta membangun kantor dan rumah dinas di dekat telaga. Badan Geologi juga mulai melakukan survei geologi di telaga ini.[2]
Agar listrik yang dibangkitkan dari telaga ini dapat lebih maksimal, PLN lalu berniat menaikkan tinggi muka air di telaga ini sebanyak 7 meter, dengan cara mengalirkan sebagian air dari Sungai Klakah ke telaga ini. Untuk itu, PLN pun membangun Bendung Sigelap untuk membendung sebagian air dari Sungai Klakah, serta membangun terowongan sepanjang 2,075 kilometer untuk mengalirkan air dari Bendung Sigelap ke telaga ini.[2]
Pada tahun 1973, PLN mendapat pinjaman dari KfW untuk mengadakan studi kelayakan mengenai pembangunan PLTA di telaga ini. PLN lalu menunjuk Fichtner dan Garbe, Lahmeyer & Co. untuk melakukan studi kelayakan tersebut. Keduanya kemudian merekomendasikan pembangunan PLTA berkapasitas 24 MW di telaga ini.[2]
Karena KfW kurang tertarik untuk mendanai pembangunan PLTA di telaga ini, PLN lalu menawarkannya ke ADB, yang ternyata tertarik dan bersedia memberikan pinjaman sebesar US$ 19,8 juta. PLN kemudian menunjuk Nippon Koei untuk merancang PLTA di telaga ini. Nippon Koei lalu menambah panjang pipa pesat yang digunakan untuk membawa air dari telaga ini ke PLTA, sehingga kapasitas PLTA juga dapat dinaikkan menjadi 26,4 MW. Pintu Air Wanganaji kemudian juga dibangun guna menahan air yang dikeluarkan oleh PLTA, agar tidak langsung mengalir ke hilir.[2]