Tari Penguton adalah khas dari daerah Ogan Komering Ilir (OKI) di namakan tari sekapur sirih yang berasal dari provinsi sumatera selatan. Pengunton berasal dari bahasa Kayuagung “Uton”, berarti penyambutan.[1] Sejak abad XVIII Tari penguton sudah lahir. Di masa itu tari ini hanya berupa gerakan yang memiliki makna dengan komposisi sederhana sesuai kemampuan manusia yang dalam peradaban pada masa itu. Instrumen yang dipakai untuk mengiringi tari penguton ini hanya berupa tempurung kelapa dan kentong kayu.Bahannya berasal dari alam serta penggunaanya dengan cara ditabuh yang secara umum digunakan untuk panggilan adzan di masjid dan dipakai sebagai alat pemberitahuan bahwa ada yang meninggal pada masa itu. benda itu disebut kelubkub oleh orang kayuagung.[2] Penari dalam tarian ini berjumlah 9 orang perempuan.[3] arti dalam 9 penari menggambarkan pada masa itu daerah ini terdiri dari 9 Dusun/Marga yang dipimpin oleh seorang Depati yang sangat identik dengan sebutan morge siwe.[4]
tarian ini lahir pada tahun 1889 dan pada tahun 1920, oleh keluarga Pangeran Bakri. Tari penguton ini digunakan sebagai tari penyambut tamu, dan juga tari ini sebagai pengungkapan isi hati masyarakat sebagai tatanan kehidupan mereka. Pendukung tari penguton memiliki kesakralan yang sehingga masyarakat umum tidak semua yang bisa melihat tarian tersebut.[5] Tarian ini disempurnakan untuk penyambutan kedatangan Gubernur Jendral Hindia-Belanda Gouverneur General Limberg Van Stirem Bets. Sejak itu tarian ini dijadikan sebagai tari sekapur sirih khas dari Kayuagung[6]
Adapun gerakan dan sikap yang akan dilakukan penari pengunton adalah sebagai berikut:[1]