Siklus sel

Siklus sel

Siklus sel adalah fungsi sel yang paling mendasar berupa duplikasi akurat sejumlah besar DNA di dalam kromosom, dan kemudian memisahkan hasil duplikasi tersebut hingga terjadi dua sel baru yang identik.[1]

Siklus sel yang berlangsung kontinu dan berulang (siklik), disebut proliferasi. Keberhasilan sebuah proliferasi membutuhkan transisi unidireksional dan teratur dari satu fase siklus sel menuju fase berikutnya. Jenjang reaksi kimia organik yang terjadi seyogianya diselesaikan sebelum jenjang berikutnya dimulai. Sebagai contoh, dimulainya fase mitosis sebelum selesainya tahap replikasi DNA akan menyebabkan sel tereliminasi.

Jenjang reaksi yang terjadi pada siklus sel, sangat mirip dengan relasi substrat-produk dari sebuah lintasan metabolik. Produk dari sebuah jenjang reaksi akan berfungsi sebagai substrat pada jenjang berikutnya, demikian pula dengan laju reaksi jenjang yang pertama akan menjadi batas maksimal laju reaksi pada jenjang berikutnya.

Transisi antara jenjang reaksi ditentukan oleh lintasan pengendali ekstrinsik dan intrinsik yang terdiri dari beberapa cekpoin, sebagai konfirmasi selesainya reaksi pada suatu jenjang sebelum jenjang berikutnya dimulai. Kedua lintasan kendali dapat memiliki cekpoin yang sama.

Lintasan kendali instrinsik akan menentukan setiap tahap berjalan sebagaimana mestinya. Fasa S, G2 dan M pada sel mamalia dikendalikan oleh lintasan ini, sehingga waktu yang diperlukan untuk fase tersebut, tidak jauh bervariasi antara satu sel dengan sel lain.

Lintasan kendali ekstrinsik akan berfungsi sebagai respon terhadap kondisi di luar sel atau telisik defisiensi sel.

Defisiensi lintasan kendali intrinsik sering kali menyebabkan kanker. Penyimpangan pada protein yang mengendalikan cekpoin siklus fase sering ditemukan pada penderita kanker.

Fasa pada siklus sel

Gambar skematik fase siklus sel yang dikendalikan oleh enzim CDK.[2]

Pada sel prokariota yang tidak memiliki inti sel, siklus sel terjadi melalui suatu proses yang disebut pembelahan biner, sedang pada sel eukariota yang memiliki inti sel, siklus sel terbagi menjadi dua fase fungsional, fase S dan M, dan fase persiapan, G1 dan G2:[3]

  1. Fasa S (sintesis)
    Merupakan tahap terjadinya replikasi DNA. Pada umumnya, sel tubuh manusia membutuhkan waktu sekitar 8 jam untuk menyelesaikan tahap ini. Hasil replikasi kromosom yang telah utuh, segera dipilah bersama dengan dua nuklei masing-masing guna proses mitosis pada fase M.
  2. Fasa M (mitosis)
    Interval waktu fase M kurang lebih 1 jam. Tahap di mana terjadi pembelahan sel (baik pembelahan biner atau pembentukan tunas). Pada mitosis, sel membelah dirinya membentuk dua sel anak yang terpisah. Dalam fase M terjadi beberapa jenjang fase, yaitu:[4]
        • Profase, fase terjadinya kondensasi kromosom dan pertumbuhan pemintalnya. Pada saat ini kromosom terlihat di dalam sitoplasma.
        • Prometafase, pada fase ini sampul inti sel terlarut dan kromosom yang mengandung 2 kromatid mulai bermigrasi menuju bidang ekuatorial (piringan metafase).
        • Metafase. kondensasi kromosom pada bidang ekuatorial mencapai titik puncaknya
        • Anafase. Tiap sentromer mulai terpisah dan tiap kromatid dari masing-masing kromosom tertarik menuju pemintal kutub.
        • Telofase. Kromosom pada tiap kutub mulai mengalami dekondensasi, diikuti dengan terbentuknya kembali membran inti sel dan sitoplasma perlahan mulai membelah
        • Sitokinesis. Pembelahan sitoplasma selesai setelah terjadi oleh interaksi antara pemintal mitotik, sitoskeleton aktomiosin dan fusi sel,[5] dan menghasilkan dua sel anak yang identik.
  3. Fasa G (gap)
    Fasa G yang terdiri dari G1 dan G2 adalah fase sintesis zat yang diperlukan pada fase berikutnya. Pada sel mamalia, interval fase G2 sekitar 2 jam, sedangkan interval fase G1 sangat bervariasi antara 6 jam hingga beberapa hari. Sel yang berada pada fase G1 terlalu lama, dikatakan berada pada fase G0 atau “quiescent”. Pada fase ini, sel tetap menjalankan fungsi metabolisnya dengan aktif, tetapi tidak lagi melakukan proliferasi secara aktif. Sebuah sel yang berada pada fase G0 dapat memasuki siklus sel kembali, atau tetap pada fase tersebut hingga terjadi apoptosis.
    Pada umumnya, sel pada orang dewasa berada pada fase G0. Sel tersebut dapat masuk kembali ke fase G1 oleh stimulasi antara lain berupa: perubahan kepadatan sel, mitogen atau faktor pertumbuhan, atau asupan nutrisi.
  4. Interfase
    Merupakan sebuah jedah panjang antara satu mitosis dengan yang lain. Jedah tersebut termasuk fase G1, S, G2.[6]

Cekpoin pada siklus sel

Aktivitas seluler yang terjadi pada cekpoin, tidak dapat berlangsung tanpa enzim intraselular yang disebut CDK. Holoenzim CDK aktif terdiri dari sub-unit katalitik dan sub-unit kendali siklin. Tiap siklin disintesis pada tahap terkait dari fase siklus sel. Sebagai contoh, siklin E disintensis pada akhir fase G1 hingga awal fase S, sedangkan siklin A disintesis sepanjang interval fase S dan G2, dan siklin B disintesis sepanjang fase G2 dan M. Oleh sebab itu, sub-unit katalitik tidak dapat teraktivasi, hingga siklin yang diperlukan selesai disintesis.

Ikatan yang dibentuk antara sub-unit siklin dan sub-uni katalitik membutuhkan proses fosforilasi pada treonina oleh enzim lain yang disebut CAK, yang terdiri dari siklin H dan CDK7.

Regulasi yang lain adalah deaktivasi CDK oleh fosforilasi domain pengikat ATP oleh enzim kinase yang lain. Deaktivasi tersebut dapat diaktivasi kembali oleh fosfatase dari jenis CDC25. Keberadaan protein inhibitor CDK juga merupakan bentuk regulasi terhadap CDK. Satu jenis penghambat CDK termasuk p21CIP1, p27KIP1, dan p57KIP2; sedangkan jenis yang lain menghambat siklin D/CDK4 atau siklin-6 CDK, antara lain p16INK4, p15INK4B, p18INK4C, dan p19INK4D. Sintesis, aktivitas dan degradasi penghambat ini berada dalam regulasi yang merespon sinyal mitogenik dan antimitogenik, seperti sinyal parakrin dari TGF-β.

Regulasi terhadap CDK di atas menentukan kecepatan terpicunya transisi fase dalam siklus sel, setelah CDK teraktivasi, transisi ke fase berikutnya akan segera terjadi, walaupun jenjang reaksi pada fase berlangsung, belum selesai.

Transisi G0 ke G1

Fasa transisi dari fase G0 ke fase G1 disebut fase prima atau fase kompetensi replikatif,[7] pada hepatosit, fase prima dipicu oleh sekresi sitokina IL-6 dan TNF-α oleh sel Kupffer yang menyebabkan hepatosit kehilangan sebagian massanya. Potensi proliferasi hepatosit setelah kehilangan sebagian massanya.[8]

Berbagai protein disintesis pada fase G1 setelah sel meninggalkan fase G0, beberapa ribosom baru dibuat untuk mempercepat sintesis protein.

Sejumlah protein yang dihasilkan berupa enzim untuk mengembalikan fungsi metabolik yang hilang saat sel berada pada fase G0, seperti enzim yang dibutuhkan untuk sintesis isoprenoid, zat yang diperlukan untuk aktivitas onkogen Ras dan sintesis poliamina, yang mempunyai banyak fungsi termasuk menyediakan ikatan ionik dengan asam nukleat. Onkogen Ras disintesis sebagai protein prekursor dan membutuhkan proses paska-translasi sebelum dapat menjadi aktif dan melakukan transformasi sel.

Enzim lain yang berperan dalam sintesis DNA, seperti timidina kinase, DNA polimerase dan histon juga dihasilkan ribosom pada fase G1.

Transisi ke fase S

Transisi ke fase S dari fase G1 dikendalikan oleh dua buah cekpoin, yaitu "kompetensi" dan "restriksi" yang terletak sekitar 12 dan 2 jam sebelum fase S dimulai. Paling tidak diperlukan tiga faktor pertumbuhan untuk melewati dua cekpoin ini, yaitu PDGF, EGF dan IGF-1.

Pencerap faktor pertumbuhan merupakan protein kompleks yang terbentak seluas membran sel dengan domain yang dapat mengenali faktor pertumbuhan di dalam periplasma dengan sangat khusus. Ligasi yang terjadi dengan ligan akan menginduksi transmisi sinyal ke dalam sitoplasma melalui aktivasi enzim tirosina kinase. Sinyal sitoplasmik yang disebut "kurir sekunder", dapat berupa berbagai protein yang telah mengalami fosforilasi oleh enzim kinase, seperti molekul kecil inositol fosfatase dan AMP; atau ion, seperti Ca2+, H+, dan Zn2+; kemudian diteruskan oleh menuju inti sel. Di dalam inti sel, gen kemudian teraktivasi sebagai respon terhadap "kurir sekunder" ini.

Fase S

Pada eukariota, berbagai aktivator (bahasa Inggris: multiple points of origin) diperlukan sebagai persiapan untuk memasuki fase S guna melakukan replikasi DNA, pada prokariota, hanya terdapat aktivator tunggal.[9] Fasa S dimulai dengan terjadinya paparan pulsa (bahasa Inggris: pulse exposure) dengan [3H].timidina pada sel, kemudian terjadi paparan lanjutan (bahasa Inggris: chase procedure) non-radioaktif dengan timidina "dingin". Kedua prosedur tersebut menghasilkan beberapa titik replikasi yang mulai tampak terjadi pada beberapa kromosom pada rantai ganda DNA.

Pada titik replikasi, rantai ganda DNA memisahkan diri menjadi dua untai tunggal, sehingga tampak seperti garpu. Pada tiap untai, terjadi sintesis untai DNA yang baru, dengan dimulai oleh molekul primer, atau molekul oligonukleotida pendek, dan diikuti oleh molekul-molekul lain dengan enzim DNA polimerase, membentuk rantai ganda DNA yang baru.

Molekul primer itu disebut RNA primer, yang disintesis dengan enzim RNA polimerase atau dikenal sebagai enzim primase, dari RNA tertentu yang bersifat komplemen dengan salah satu area kromosom pada untai DNA. Primosom merupakan sebutan bagi seluruh kompleks yang berikatan dengan RNA primer.

Polimerisasi untai DNA yang baru bergerak dari tiap-tiap primosom pada titik 5' untai baru ke titik 3' untai baru.[10] Untai baru yang bergerak dengan arah dari titik 3' untai induk ke 5' untai induk disebut untai awal, sedang untai baru yang bergerak sebaliknya disebut untai akhir. Untaian DNA baru dari RNA primer hingga tepat sebelum RNA primer berikutnya disebut fragmen Okazaki, sesuai nama ilmuwan Reiji Okazaki yang pertama kali berhasil mengamati proses polimerasi pada replikasi DNA. Saat polimerasi untai DNA yang baru menyentuh RNA primer pada fragmen Okazaki berikutnya, aktivitas eksonuklease enzim DNA polimerase akan menghancurkan RNA primer pada fragmen tersebut untuk meneruskan untai polimernya hingga menyentuh untai polimer berikutnya, setelah itu enzim DNA ligase akan menyambung kedua untai polimer itu menjadi satu.[11] Titik 5' merupakan letak gugus 5' fosfat, sedang titik 3' merupakan letak gugus 3' OH dari molekul gula deoksiribosa.[12] Ikatan yang terjadi antara kedua gugus ini disebut ikatan fosfodiester.[13]

Polimerasi untai DNA yang baru terhenti hingga bagian ujung kromosom yang disebut telomer. Pada bagian ini, enzim telomerase akan menyambung untaian tersebut dengan deretan molekul RNA sebagai penanda antar kromosom.[14] Pada manusia, berkas yang disisipkan antar kromosom adalah TTAGGG. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa rentang telomer pada manusia lambat laun menjadi lebih pendek dengan pertambahan usia, pengamatan ini membuahkan teori penuaan telomer yang masih diteliti hingga saat ini.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ (Inggris) Bruce Alberts, Alexander Johnson, Julian Lewis, Martin Raff, Keith Roberts, and Peter Walter (2002). Molecular Biology of the Cell - An Overview of the Cell Cycle (edisi ke-4). Garland Science. ISBN 0-8153-3218-1. Diakses tanggal 2010-07-10. 
  2. ^ (Inggris) Kufe, Donald W.; Pollock, Raphael E.; Weichselbaum, Ralph R.; Bast, Robert C., Jr.; Gansler, Ted S.; Holland, James F.; Frei III, Emil. (2003). Holland-Frei Cancer medicine - Figure 3.2. Dana-Farber Cancer Institute, Harvard Medical School Boston, Department of Surgical Oncology, University of Texas, MD Anderson Cancer Center, Department of Radiation and Cellular Oncology, University of Chicago Hospital, Chicago Tumor Institute, University of Chicago Chicago, University of Texas, MD Anderson Cancer Center, Houston, American Cancer Society, Derald H Ruttenberg Cancer Center, Mount Sinai School of Medicine New York (edisi ke-6). Hamilton on BC Decker Inc.,. ISBN 1-55009-213-8. Diakses tanggal 2010-07-09. 
  3. ^ (Inggris) Kufe, Donald W.; Pollock, Raphael E.; Weichselbaum, Ralph R.; Bast, Robert C., Jr.; Gansler, Ted S.; Holland, James F.; Frei III, Emil. (2003). Holland-Frei Cancer medicine - Proliferation. Dana-Farber Cancer Institute, Harvard Medical School Boston, Department of Surgical Oncology, University of Texas, MD Anderson Cancer Center, Department of Radiation and Cellular Oncology, University of Chicago Hospital, Chicago Tumor Institute, University of Chicago Chicago, University of Texas, MD Anderson Cancer Center, Houston, American Cancer Society, Derald H Ruttenberg Cancer Center, Mount Sinai School of Medicine New York (edisi ke-6). Hamilton on BC Decker Inc.,. ISBN 1-55009-213-8. Diakses tanggal 2010-07-09. 
  4. ^ (Inggris) Tom Strachan, Andrew P Read (1999). Human Molecular Genetics. University of Newcastle, University of Manchester (edisi ke-2). Wiley-Liss. hlm. Figure 2.10. Cell division by mitosis. ISBN 1-85996-202-5. Diakses tanggal 2010-08-10. 
  5. ^ (Inggris) "Animal cell cytokinesis". Research Institute of Molecular Pathology; Glotzer M. Diakses tanggal 2011-06-11. 
  6. ^ (Inggris) Bruce Alberts, Alexander Johnson, Julian Lewis, Martin Raff, Keith Roberts, and Peter Walter (2002). Molecular Biology of the Cell - Interphase (edisi ke-4). Garland Science. ISBN 0-8153-3218-1. Diakses tanggal 2010-07-10. 
  7. ^ (Inggris) "Liver regeneration. 2. Role of growth factors and cytokines in hepatic regeneration". Department of Pathology and Laboratory Medicine, Brown University,; Fausto N, Laird AD, Webber EM. Diakses tanggal 2010-07-30. 
  8. ^ (Inggris) "The role of cytokines in liver failure and regeneration: potential new molecular therapies". The Goldyne Savad Institute for Gene Therapy, Hadassah Hebrew University Hospital,; Galun E, Axelrod JH. Diakses tanggal 2010-07-30. 
  9. ^ (Inggris) Anthony JF Griffiths, Jeffrey H Miller, David T Suzuki, Richard C Lewontin, and William M Gelbart (2000). An Introduction to Genetic Analysis. University of British Columbia, University of California, Harvard University (edisi ke-7). W. H. Freeman. hlm. Mechanism of DNA replication. ISBN 0-7167-3520-2. Diakses tanggal 2010-08-15. 
  10. ^ (Inggris) Anthony JF Griffiths, Jeffrey H Miller, David T Suzuki, Richard C Lewontin, and William M Gelbart (2000). An Introduction to Genetic Analysis. University of British Columbia, University of California, Harvard University (edisi ke-7). W. H. Freeman. hlm. Figure 8-30. The overall structure of a growing fork (top) and steps in the synthesis of the lagging strand. ISBN 0-7167-3520-2. Diakses tanggal 2010-08-16. 
  11. ^ (Inggris) Anthony JF Griffiths, Jeffrey H Miller, David T Suzuki, Richard C Lewontin, and William M Gelbart (2000). An Introduction to Genetic Analysis. University of British Columbia, University of California, Harvard University (edisi ke-7). W. H. Freeman. hlm. Figure 8-29. The reaction catalyzed by DNA ligase (Enz) joins the 3′-OH end of one fragment to the 5′ phosphate of the adjacent fragment. ISBN 0-7167-3520-2. Diakses tanggal 2010-08-16. 
  12. ^ (Inggris) Anthony JF Griffiths, Jeffrey H Miller, David T Suzuki, Richard C Lewontin, and William M Gelbart (2000). An Introduction to Genetic Analysis. University of British Columbia, University of California, Harvard University (edisi ke-7). W. H. Freeman. hlm. Figure 1-4. The fundamental building blocks of DNA. ISBN 0-7167-3520-2. Diakses tanggal 2010-08-16. 
  13. ^ (Inggris) Anthony JF Griffiths, Jeffrey H Miller, David T Suzuki, Richard C Lewontin, and William M Gelbart (2000). An Introduction to Genetic Analysis. University of British Columbia, University of California, Harvard University (edisi ke-7). W. H. Freeman. hlm. Genes as determinants of the inherent properties of species. ISBN 0-7167-3520-2. Diakses tanggal 2010-08-16. 
  14. ^ (Inggris) Anthony JF Griffiths, Jeffrey H Miller, David T Suzuki, Richard C Lewontin, and William M Gelbart (2000). An Introduction to Genetic Analysis. University of British Columbia, University of California, Harvard University (edisi ke-7). W. H. Freeman. hlm. Figure 8-33. ISBN 0-7167-3520-2. Diakses tanggal 2010-08-16. 

Pranala luar