Pada tanggal 23 September 2024, Israel melakukan ratusan serangan udara yang menargetkan posisi Hezbollah di Lebanon, dalam operasi yang diberi nama sandi Operasi Panah Utara.[1] IDF melaporkan bahwa pesawat Israel menargetkan 1.600 posisi Hezbollah, menghancurkan rudal jelajah, serta roket jarak jauh dan pendek serta pesawat nirawak penyerang.[2] Menurut Kementerian Kesehatan Lebanon,[3] sedikitnya 558 orang tewas dan lebih dari 1.835 orang terluka.[4][5][6]
Israel memperingatkan bahwa serangannya terhadap Hezbollah akan meningkat, dan mendesak warga sipil Lebanon untuk meninggalkan daerah tempat kelompok itu menyimpan senjata.[7] PM Israel Benjamin Netanyahu berbicara kepada rakyat Lebanon, dengan menyatakan, "Perang Israel bukan di pihak Anda, melainkan di pihak Hezbollah," menuduh kelompok tersebut menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia.[8][9][10] Dia meminta penduduk Lebanon selatan untuk mengungsi sampai operasi selesai, dan berjanji mereka dapat kembali dengan selamat setelahnya.[9] Menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan, korban tewas setidaknya 83 orang dipastikan merupakan warga sipil, 1.472 korban dilaporkan termasuk 355 orang tewas, 1.700 bangunan hancur, sekitar 14.000 lainnya rusak, dan 93.881 warga sipil mengungsi internal.[11]
Serangan tersebut terjadi setelah apa yang digambarkan sebagai kemunduran Hezbollah yang paling parah,[12][13][14] termasuk ledakan perangkat komunikasi genggamnya dan pembunuhan Ibrahim Aqil, komandan Pasukan elit Redwan.[2] Sebagai tanggapan, kelompok yang didukung Iran meluncurkan puluhan pesawat nirawak dan roket ke Israel,[15] menyebabkan kerusakan di Nazaret dan komunitas di Lembah Yizreel.[16]
|url-status=
The death toll from Israeli attacks across Lebanon since Monday has risen to 558, including 50 children and 94 women, according to Lebanon’s Health Minister Firass Abiad. He added that at least 1,835 people were wounded in Israeli air raids that hit Beirut and southern Lebanon.