Beberapa atau seluruh referensi dari artikel ini mungkin tidak dapat dipercaya kebenarannya. Bantulah dengan memberikan referensi yang lebih baik atau dengan memeriksa apakah referensi telah memenuhi syarat sebagai referensi tepercaya. Referensi yang tidak benar dapat dihapus sewaktu-waktu.
Sate Bekicot merupakan salah satu makanan khas Kabupaten Kediri
Sate bekicot atau biasa disebut Sate Nol Dua (02) adalah produk makanan yang terbuat dari olahan bekicot.[1][2] Sate bekicot merupakan salah satu kuliner khas Kabupaten Kediri.[1] Sentra (pusat) pembuatan sate ini berada di Dusun Djengkol, Desa Plosokidul, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri, tepatnya 10 kilometer dari kawasan Monumen Simpang Lima Gumul.[1][2] Selain menyediakan sate bekicot, di daerah tersebut biasanya juga menyajikan makanan olahan dari bekicot lainnya, seperti oseng-oseng bekicot, krengsengan bekicot dan kripik bekicot.[2][3] Sate bekicot dijual di kios dan warung makan, dengan harga 15 ribu rupiah per bungkus atau berisi 50 tusuk.[3][4]
Pembuatan dan penyajian
Teknik pembuatan sate bekicot memerlukan proses yang cukup panjang.[5] Bekicot yang didapat dari peternak bekicot langsung direbus hingga masak agar mudah memisahkan daging dari cangkangnya.[5][6] Proses pemisahan daging dari cangkangnya dilakukan dengan cara dipukul sampai hancur.[5][6] Setelah daging terpisah dari cangkang, daging dicuci sampai bersih sebelum dipotong menjadi dua hingga tiga bagian.[5] Setelah itu, potongan daging bekicot tersebut ditusuk dengan sujen (tusuk sate yang terbuat dari bambu).[6]
Potongan daging bekicot kemudian dimasukkan ke dalam racikan bumbu.[5] Di antara bumbu yang biasa digunakan adalah bawang putih, merica, kecap manis, dan cuka.[5] Proses perendaman daging ini dilakukan cukup lama agar bumbu bisa meresap ke dalam daging.[5] Untuk bumbu penyajian, biasanya menggunakan bumbu kacang yang terbuat dari campuran isi kacang tanah, bawang putih, garam, daunjeruk purut, dan cabai rawit.[5] Kemudian daging sate yang telah lama direndam siap untuk dibakar di atas pemanggang, sebelum ditaburi bumbu kacang dengan tambahan bawang merah mentah dan irisan jeruk nipis.[6][7]
Kontroversi
Pada tahun 2012, Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara resmi memberi fatwaharam pada bekicot.[8][9] Bagi umat Islam, fatwa ini berlaku dalam hal memakan, mengelola dan membudidayakan bekicot yang kemudian nantinya untuk dikonsumsi juga.[9] Fatwa ini dilandaskan pada qaul (ucapan) dari sebagian besar (jumhur) Ulama, yang meliputi Hanafiyyah, Syafi’iyyah, Hanabilah, Zhahiriyyah, meskipun Imam Malik menyatakan halal jika terdapat manfaat di dalamnya serta tidak membahayakan.[9] Menurut MUI, bekicot termasuk hewan yang merayap (hasyarot), dan hewan yang merayap hukumnya adalah haram.[9] Meskipun demikian, beberapa ulama tetap berpandangan bahwa bekicot tidak diharamkan.[10]