Korban perdagangan seks di tanah air berasal dari semua kelompok etnis di Indonesia dan orang asing.
Anak-anak,[1] orang-orang migran,[2] pengungsi, dan orang-orang dengan pendidikan rendah atau berada dalam kemiskinan adalah kelompok yang rentan.[1] Warga negara Indonesia, terutama perempuan dan anak perempuan, telah menjadi korban perdagangan seks di negara-negara lain di Asia[3][1] dan benua yang berbeda.[4] Banyak yang diculik, ditipu[1] dan dipaksa menjadi pelacur[1] dan buruh yang tidak bebas.[5] Korban diancam dan mengalami kekerasan fisik dan psikologis.[6] Mereka tertular penyakit menular seksual dari pemerkosaan. Mereka telah dibius[6] dan terpaksa meminum pil penunda haid untuk memaksimalkan keuntungan.[1] Ada pula yang dipaksa bermain film porno daring.
Para pelaku perdagangan seks seringkali menjadi bagian atau berkolusi dengan sindikat kriminal.[1] Para pelaku perdagangan manusia telah membuat akun di situs pornografi dan platform media sosial untuk menjual tindakan seks dari korbannya.[1]Para pelaku pedofilia dan wisatawan seks melakukan perjalanan ke Indonesia.[1] Jaringan pedofil Australia dan asing lainnya telah menyusup ke Indonesia dengan alasan mengadopsi atau mengasuh anak-anak miskin.[1] Beberapa pelaku juga merupakan korban perdagangan seks.[1]
Organisasi non-pemerintah
Compassion First, yang berkantor pusat di Beaverton, Oregon, melakukan upaya anti-perdagangan seks di Indonesia.[7]