Pasir Berbisik adalah sebuah film Indonesia tahun 2001 yang disutradarai Nan Achnas.
Plot
Daya (Dian Sastrowardoyo) adalah seorang gadis muda yang hidup disebuah perkampungan miskin dekat wilayah pantai bersama ibunya Berlian (Christine Hakim) yang bekerja sebagai penjual jamu. Ayah Daya, Agus (Slamet Rahardjo Djarot) adalah seorang dalang wayang kecil yang menghilang saat Daya masih kecil. Ketidakberadaan Agus membuat Berlian membesarkan Daya sendirian di tengah kampung yang jauh dari peradaban modern, menjadikan Berlian sebagai ibu yang sangat protektif, apalagi Daya kini sudah menjadi seorang gadis. Daya yang terkungkung dari sosial dan kerap membayangkan kehadiran sang ayah. Dalam keanehannya, Daya sering menelungkupkan diri ke sebuah tanah pasir, ia selalu mengira pasir berbisik kepadanya. Daya juga mengharapkan, saat ayahnya pulang, Daya bisa ikut dengannya untuk pergi, jauh dari ibunya. Di kampung itu, terjadi sebuah teror tak lazim, dimana banyak orang meninggal dan rumah terbakar, hal itu membuat banyak orang berpindah. Suatu hari, sekelompok orang entah dari mana menyerang kampung tersebut. Daya dan Berlian segera membawa perbekalan dan pakaian secukupnya untuk kabur dari kampung. Mereka berjalan tak tentu arah, Berlian teringat perkataan adiknya yang kini menjadi penari ronggeng keliling, bahwa tempat yang paling aman dekat kampung adalah Pasir Putih.
Daya dan Berlian akhirnya bisa bermukim di Pasir Putih dengan menempati satu gubuk yang kosong. Saat Berlian membuka warung jamu, seorang pria bernama Suwito (Didi Petet) yang berprofesi sebagai tukang jual-beli, berkenalan dengan Berlian dan terpikat secara rahasia dengan Daya. Daya berteman dengan seorang gadis sebayanya yang bernama Sukma (Dessy Fitri). Sukma berkata bahwa ia tahu saat orang baru datang, berkat pasir. Sukma dan Daya belajar dengan kakek Sukma (Mang Udel). Suatu hari, Daya berjalan sendiri dan bertemu kelompok penari ronggeng dan bertemu Bu Lik (Bahasa Indonesia: Bibi) nya. Bu Lik memberikan Daya sebuah baju ronggeng, dan sejak itu Daya menjadi suka menari. Karena keterlenaan Daya pada menari dengan baju ronggeng, diam-diam Berlian membakar baju itu, membuat Daya tambah sebal dengannya. Bu Lik akhirnya pergi, beserta rombongannya, ia memperingatkan Berlian bahwa apabila ia berperilaku keras kepada anaknya, anaknya akan pergi. Suatu malam, Agus pulang dan kembali ke rumah di Pasir Putih.
Reuni ini tidak disambut meriah oleh Berlian yang menyatakan bahwa ia sudah tidak membutuhkan Agus lagi. Agus dan Daya cepat menjadi keluarga lagi karena profil Agus yang menyenangkan. Di hadapan Daya dan Sukma, Agus mempraktikan cara menarik perhatian orang saat menyelenggarakan pertunjukan. Sepulangnya, Daya dan Sukma bermain di ladang kering, tiba-tiba Sukma ambruk dan meninggal karena terjatuh dan kepalanya terantuk batu tajam. Tentulah Daya sangat kehilangan sahabatnya itu. Kemudian, Agus selama beberapa hari membawa Daya ke Suwito. Ternyata, Daya dilecehkan oleh Suwito setelah Suwito memberikan Agus sebungkus rokok mahal. Daya menjadi trauma dan jatuh sakit.
Berlian merawat Daya. Berlian meminumkan racun ke Agus yang sedang ingin tertidur sehingga Agus meninggal. Lalu, Daya akhirnya kembali terbangun. Daya dan Berlian menjalani kehidupan selama beberapa hari sebelum rumah mereka terbakar kembali oleh teror tak lazim. Film berakhir dengan Berlian yang menyuruh Daya pergi bersama kakek Sukma dan merelakan dirinya sendirian.
Pemeran
Penghargaan
- Best Cinematography Award, Best Sound Award dan Jury's Special Award For Most Promising Director untuk Festival Film Asia Pacific 2001
- Festival Film Asiatique Deauville 2002 - Dian Sastrowardoyo memenangkan Artis Wanita Terbaik
- Festival Film Antarabangsa Singapura ke-15- Dian Sastrowardoyo memenangkan Artis Wanita Terbaik
- Festival Film Indonesia 2004 meraih nominasi di 8 kategori: Film Terbaik, Aktris Terbaik (Dian Sastrowardoyo dan Christine Hakim), Aktor Pendukung Terbaik (Didi Petet dan Slamet Rahardjo), Aktris Pendukung Terbaik (Dessy Fitri), Sinematografi Terbaik (Yadi Sugandi), Tata Artistik Terbaik (Frans X.R. Paat), Tata Musik Terbaik (Thoersi Agreswara), dan Tata Suara Terbaik (Adimolana Machmud dan Hartanto).