Seratus Aspek Bulan, atau dalam bahasa Jepang disebut Tsuki no Hyakushi (月百姿code: ja is deprecated ), adalah serangkaian kumpulan 100 karya seni cetak blok kayu ukiyo-e ukuran ōban oleh seniman Jepang Tsukioka Yoshitoshi yang dicetak secara bertahap dari tahun 1885 hingga 1892.[1] Kumpulan cetak blok ini mewakili satu dari karya seni Yoshitoshi di tahun-tahun terakhirnya. Kumpulan ini menampilkan berbagai tokoh terkenal sejarah dan dalam karya sastra, yang mana terdapat penampakan cahaya bulan pada setiap penggambaran serta rujukan sesekali pada puisi-puisi.
Kumpulan 100 cetak blok kayu ini diterbitkan pada tahun 1885 hingga tahun 1892 oleh Akiyama Buemon. Topik yang digambar berasal dari berbagai sumber pada sejarah dan karya sastra Jepang dan Tiongkok, teater Kabuki dan Noh, dan juga keadaan kota Edo (sekarang Tokyo) di masa itu. Semuanya dihubungkan dengan penampakan bulan pada setiap cetak blok kayu. Bulan-bulan itu digambar dengan fase yang berbeda-beda pada setiap cetak. Setiap fase menggambarkan suasana tertentu untuk menciptakan kemungkinan yang puitis dan ekspresif. Karya ini merupakan karya tersukses dan paling terkenal yang diciptakan Yoshitoshi. Orang-orang yang membelinya rela mengantri dari sebelum subuh demi membeli cetakan yang baru.[2]
(Joga hongetsu tsuki)
Arwah prajurit-prajurit yang mati itu muncul di atas ombak dan dan baru bisa dihentikan ketika Benkei menghadapi mereka, dengan memegang kalung doa di tangan sambil mengucapkan mantra-mantra.
Kuniyoshi menggambarkan episode ini dalam bentuk seni cetak dengan memperlihatkan hantunya secara jelas; Yoshitoshi menggambarkannya menjadi kurang nampak, namun memperlihatkan kehadiran mereka dalam bentuk awan-awan hitam. Cetakan ini memberikan impresi yang bagus di awal karena mika yang tersebar di permukaan akan bersinar apabila cetakan digerakkan ke arah cahaya, menggambarkan cahaya bulan yang berkilauan pada ombak yang gelap."
Pemotong blok: Enkatsu (Noguchi Enkatsu).
Penerbit: Akiyama Buemon. Edisi pertama Januari 1886[5]
Aku mendengar suara kain yang sedang ditumbuk/ Saat rembulan bersinar dengan tenangnya/ Dan percaya bahwa ada seseorang/ Yang masih belum tidur
Di langit utara, seekor angsa terbang melewati bintang biduk; menuju selatan, jubah-jubah dingin ditumbuk di bawah cahaya rembulan.
Seperti cetakan lainnya, bagian keterangan berwarna putih dibuat timbul dengan pola tekstil.
Bibir si hantu digambarkan berwarna biru yang juga diterapkan pada gambaran mayat-mayat di cetakan lain. Rambut Iga no Tsubone menganggumkan karena ukirannya yang bagus, serta karena muncul di salah satu karya Yoshitoshi yang berani."
Terbitan: Akiyama Buemon. Edisi pertama Januari 1886[7]
Kemampuan Hiromasa dalam memainkan seruling sangat legendaris dan keindahan permainan musiknya diceritakan dalam berbagai kisah. Salah satunya menceritakan semua barangnya dirampok kecuali sebuah seruling kayu (hichiriki). Ketika dia mengambil seruling itu dan mulai memainkannya, suaranya terdengar disepanjang jalanan hingga sampai di telinga para perampok. Mereka sampai tergerak saking indahnya musik yang dimainkan sampai membuat mereka menyesali perbuatan mereka dan mengembalikan seluruh barang Hiromasa."
Pemotong blok: Yamamoto (Yamamoto Shinji).
Penerbit: Akiyama Buemon. Edisi pertama 02/1886[8]
Simbol yang terdapat pada bagian topi menunjukkan bahwa dia adalah anggota Kompi Nomor Satu. Panji yang dipegang diangkat tinggi di atas atap-atap agar setiap brigade dapat dikenali dan petugas pemadam kebaran dapat memberi sinyal di atas api dan kebisingan. Petugas yang lain dari kejauhan memegang panji yang lain di bagian yang berlawanan. Ada persaingan besar antara brigade distrik karena properti yang diselamatkan brigade tertentu akan diberi penghargaan. Pewarna merah yang dipercik dan sudah dihitami memberikan tekstur dan susana adanya asap dan api."
Penerbit: Akiyama Buemon. Edisi pertama Februari 1886[9]
Di cetakannya memperlihatkan sosok hantu wanita tersebut yang mengambang di atas tamannya pada bulan purnama: yûgao juga dikenal sebagai ‘bunga bulan’, sehingga berkesinambungan dengan topik koleksi cetakan ini. Bibirnya digambarkan biru, penggambaran yang digunakan terhadap hantu dan mayat. Teknik blind embossing digunakan untuk memberikan efek timbul pada kelopak-kelopak putih bunga."
Penenerbit: Akiyama Buemon. Edisi pertama Maret 1886[10]
Seandainya daku sudah terlelap di kasur; namun sekarang malam sudah lewat dan daku melihat rembulan sudah turun.
Di bawah ember, yang diisi Nyonya Chiyo terjatuh; tiada rumah bagi rembulan di banyu.
Dikisahkan dalam Kinsei Kijinden, Ochiyo menikah dengan keluarga pedagang. Namun, hubungannya dengan suaminya menjadi dingin. Karena khawatir, Otsū pun mengirim berbagai surat kepada suami Ochiyo agar hubungan keduanya akur kembali. Setelah keduanya akur, tak lama kemudian suami Ochiyo meninggal. Sedih karena ditinggalkan suaminya, Ochiyo menjadi gila. Dalam kegilaannya ia berkelana di jalanan kota Tokyo, memegang gulungan surat sambil menggulung dan membuka gulungannya berkali-kali.
Yokobue pergi untuk mengunjunginya. Namun takut karena akan tergoda dan melupakan sumpahnya sebagai biksu, ia memanfaatkan perubahan namanya dan memberi pesan kepada Yokobue bahwa orang dengan nama yang ia panggil tidak ada di kuil. Yokobue sangat kecewa, lalu dia pergi. Menurut Heike Monogatari, dia menjadi wanita kuil, namun pada Yokobue Sôshi (Buku Yokobue) yang ditulis di abad ke-16, dia menceburkan diri di Sungai Ôi dan ditemukan tenggelam.
Di cetakan memperlihatkan Yokobue berbalik turun ke bawah pegunungan. Suasana gambaran pemandangan mencerminkan suasana hatinya: awan-awan menutupi Bulan, angin menyeret jubahnya, pagar sebagai pembatas antara dia dan cintanya, and dua pohon pinus yang saling terjalin, melambangkan kebahagiaan suami istri, hilang di antara kabut. Posenya menyirat arti dari namanya, ‘seruling melintang’.
Penggambaran pada pemandangan menciptakan kembali pengaruh lukisan layar aliran Rinpa, dimana bagian awan dan pagar diukir untuk meniru sapuan kuas yang terputus-putus."
Penerbit: Akiyama Buemon. Edisi pertama 20 Desember 1890[11]