Luak Tanah Datar atau disebut Luhak Tanah Data dalam bahasa Minangkabau merupakan salah satu kawasan konfederasi dari beberapa Nagari yang ada dalam wilayah kebudayaan Minangkabau. Bersama dengan Luhak Agam dan Luhak Limo Puluah dikenal dengan nama Luhak Nan Tigo yang berarti Luhak yang tiga.[1][2]
Tidak ada data yang pasti tentang asal usul nama Tanah Datar ini. Namun ada sebuah penafsiran lain dari penggunaan nama Tanah Datar ini, yaitu sebenarnya bermaksud Tak Nan Data dalam bahasa Minangkabau yang berarti tidak ada yang datar. Pengertian ini bertentangan dengan maksud Tanah Datar. Hal ini mengingat pada kawasan Luak ini memang sulit ditemukan tanah yang datar, malah kondisi geografis kawasan ini berbukit dan berlembah, sehingga maksud tidak ada tanah yang datar tentu lebih tepat untuk kondisi geografis kawasan luak ini.
Sejarah
Luak Tanah Datar merupakan Luak yang pertama kali didirikan, sehingga disebut Luak Nan Tuo yang berarti Luak yang tua. Banyak peninggalan sejarah yang ditemukan di Luak ini seperti Sawah Satampang Baniah, Lurah Nan Indak Barangin, Galundi Nan Baselo, Batu Batikam, Balai Nan Panjang, dan Kuburan Panjang. Beberapa di antaranya bahkan merupakan peninggalan purbakala.
Penduduk Luak Tanah Datar pada awalnya didominasi oleh pendatang asal India Selatan.[3] Ini dibuktikan dengan banyaknya gelar bernuansa India yang dipakai oleh Datuk di Minangkabau, seperti Maharajo yang berasal dari kata Maharaj dan Rajo Indo yang berasal dari kata Rajendra.[4]
Wilayah Luak Tanah Data meliputi daerah di sekitar kaki gunung Marapi bagian selatan sampai ke kaki gunung Sago bagian timur. Nagari-nagari yang termasuk ke dalam wilayah Luak Tanah Datar ini adalah:[7]
Tampuak Tangkai Pariangan Salapan Koto: Pariangan, Padang Panjang, Guguak, Sikaladi, Koto Tuo, Tanjuang Limau, Sialahan, Batu Basa.