Iwan Setiawan Lukminto adalah Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman. Dengan kode bursa efek SRIL, tepatnya pada 1 Maret 2025, ia harus menghadapi kenyataan pahit: PT Sri Rejeki Isman (Sritex) resmi tutup akibat putusan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang.[2][3]
Lahir di Surakarta pada 24 Juni 1975, Iwan Setiawan Lukminto merupakan sosok yang dikenal luas dalam industri tekstil nasional. Ia menempuh pendidikan tinggi di Amerika Serikat dan meraih gelar Bachelor of Business Administration dari Universitas Suffolk, Boston, Massachusetts pada tahun 1997.[3]
Ia memulai karier sebagai asisten direktur pada tahun 1997. Dua tahun kemudian, pada 1999, ia naik jabatan menjadi Wakil Direktur Utama. Karirnya terus menanjak hingga akhirnya ia ditunjuk sebagai Direktur Utama Sritex pada 2006. Ia memegang posisi tersebut hingga Maret 2023, sebelum beralih ke jajaran komisaris dan digantikan oleh adiknya.[3]
Pada 2020, ia masuk nominasi majalah Forbes. Yang memasukkannya dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia dengan total kekayaan mencapai USD 515 juta atau sekitar Rp 7,81 triliun (berdasarkan kurs saat itu). Ia menduduki peringkat ke-49 dalam daftar tersebut hingga tahun 2021.[3]
Ia juga aktif pada beberapa organisasi misalnya ia pernah menjadi Ketua Umum Asosiasi Emiten (AEI) pada 2020-2021. Iwan Lukminto juga pernah menjadi Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), sebuah organisasi pengusaha tekstil terbesar di Tanah Air. Dan juga tercatat sebagai Dewan Kehormatan PB Wushu Indonesia.[4]
Pada Selasa, 20 Mei 2025 sekitar pukul 24.00 WIB, tim penyidik Kejaksaan Agung Bidang Tindak Pidana Khusus menangkap Iwan Setiawan Lukminto, mantan Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman (Sritex) periode 2005–2022, yang saat ini menjabat sebagai Komisaris Utama perusahaan tersebut. Penangkapan dilakukan di Surakarta, Jawa Tengah.[5] Ia ditangkap bersama dua orang lainnya. Penangkapan ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit perbankan kepada PT Sri Rejeki Isman (Sritex) beserta sejumlah entitas anak usahanya oleh empat bank, yang terdiri dari satu bank milik negara dan tiga Bank Pembangunan Daerah (BPD). Dua di antaranya adalah Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (bank bjb) serta Bank Pembangunan Daerah DKI Jakarta (Bank DKI).[6]
Artikel bertopik biografi Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.