Penulis kontemporer Prancis dan saksi mata Valbelle berkomentar:
"Mereka berkeliling ke seluruh kota seolah-olah mereka berada di Konstantinopel. Baru sekali ini melihat orang-orang Turki seperti ini, sesuatu yang belum pernah dilihat sebelumnya."
Pada waktu itu, François I sedang menghadapi Affaire des Placards, yaitu isu bahwa orang-orang Protestan menerbitkan pamflet yang mengkritik Misa dengan tujuan menghentikan upaya rekonsiliasi Katolik–Protestan.[2] François I dikritik pedas karena telah membiarkan kaum Protestan, dan terpaksa harus mengejar mereka.[3] Para duta Utsmaniyah mengiringi François I ke Paris, dan menyaksikan penghukuman mati orang-orang yang bertanggung jawab dalam peristiwa tersebut dengan cara dibakar, pada 21 Januari 1535 di depan Katedral Notre Dame de Paris.[3]
Para duta tersebut meninggalkan Paris pada 13 Februari 1535 bersama duta besar Prancis yang baru, Jean de La Forêt, ditemani oleh Charles de Marillac dan seorang cendekiawan, Guillaume de Postel.[3] Jean de La Forêt nantinya berhasil menegosiasikan dibuatnya suatu surat kepatuhan Kesultanan Utsmaniyah yang memberikan keuntungan dan superioritas bagi Prancis dalam hubungannya dengan Kesultanan Utsmaniyah.[4] De la Forêt juga mendapat instruksi rahasia yang menjelaskan bagaimana dia mengoordinasikan upaya militer antara Prancis dan Kesultanan Utsmaniyah.[4]
"Jean de La Forêt, yang dikirim oleh Raja untuk bertemu dengan Tuan Agung [Suleiman yang Agung], pertama-tama harus pergi dari Marseille ke Tunis, di Berber, untuk bertemu dengan Haradin, raja Aljir, yang akan membawanya ke Tuan Agung. Untuk mencapai tujuan ini, musim panas berikutnya, Dia [Raja Prancis] akan mengirim tentara yang telah dipersiapkannya untuk merebut kembali wilayah yang diduduki Adipati Savoy secara tidak adil, dan dari situ, akan menyerang Genova. Raja François I memohon agar Haradin, yang memiliki angkatan laut yang kuat dan juga lokasi yang sesuai [Tunisia], untuk menyerang Pulau Korsika dan daratan, lokasi, kota, kapal, dan barang kekuasaan Genova lainnya, dan tidak berhenti sampai mereka menerima dan mengakui Raja Prancis. Sang Raja, selain kekuatan darat yang telah disebutkan, akan membantu juga dengan kekuatan laut, yang terdiri paling tidak 50 kapal, di antaranya 30 galai, dan yang sisanya caracca dan kapal-kapal lainnya, yang ditemani oleh salah satu caracca terbesar dan tercantik yang pernah ada di laut. Armada ini akan menyertai dan mengawal angkatan bersenjata Haradin, yang juga akan dipasok oleh makanan dan amunisi dari Raja, yang, melalui tindakan tersebut, akan mencapai tujuannya, yang akan membuatnya sangat berterima kasih kepada Haradin.[...]
Kepada Tuan Agung, Monsieur de La Forêt harus meminta sejuta emas, dan agar angkatan bersenjatanya pertama-tama memasuki Sisilia dan Sardinia dan menetapkan raja yang akan diusulkan La Forêt, yaitu orang yang dapat dipercaya dan mengenal pulau-pulau tersebut yang akan ia pertahankan untuk mengabdi kepada, dan di bawah naungan dan dukungan Raja [Prancis]. Selain itu, ia akan menghargai berkat ini, dan akan membayar upeti dan pensiun kepada Tuan Agung untuk menghargainya atas dukungan finansial yang ia sediakan kepada Raja, dan juga dukungan armadanya yang akan dibantu sepenuhnya oleh Raja [Prancis]."
Para duta tiba di Marseille pada 3 April 1535 dan berangkat lagi pada 11 April 1535 di kapal galai Utsmaniyah yang sudah menunggu di sana. De la Forest berangkat bersama-sama mereka menggunakan galai Prancis, La Dauphine.[4] Pertama-tama mereka tiba di Tunis, dan di sana Barbarossa mempersenjatakan galai istimewa untuk mengangkut De la Forest ke Konstantinopel.[4]
Karl V berhasil merusak rencana François I dengan meluncurkan serangan besar terhadap Utsmaniyah dengan menaklukkan Tunis pada Juni 1535, segera setelah keberangkatan para duta besar.[6] Secara bersamaan, Paus Paulus III mengeluarkan sebuah larangan bagi kaum Kristen untuk bertempur antarsesama selama Karl V berperang dengan Utsmaniyah, dan dengan demikian menghalangi François I untuk melakukan serangannya.[6] Pada saat yang sama, Suleiman sendiri sedang menghadapi masalah dalam Perang Utsmaniyah-Safawiyah (1532–1555) yang mencegahnya berpartisipasi dalam peperangan di Eropa sepanjang 1535.