Bosnia-Herzegovina merupakan sebuah wilayah bersempadan antara Kebudayaan Barat dan Timur. Pada Abad Pertengahan, wilayah tersebut menjadi ajang pertikaian dan perebutan pengaruh antara Rom Barat yang Katolik dan Rom Timur yang Ortodoks. Di tengah-tengah pergulatan tersebut, ikut pula sebuah kelompok bid'ah Kristian yang disebut Bogomil. Sekte ini terutama beranggotakan masyarakat kelas atas Bosnia.
Kekuatan ketiga yang berpengaruh dalam sejarah negeri itu muncul pada akhir abad ke-13, ketika wilayah tersebut ditaklukkan oleh Turki Uthmaniyyah yang beragama Islam. Pengikut Bogomil berbondong-bondong pindah ke agama Islam sehingga agama tersebut hapus. Perpindahan agama tersebut kebanyakan terjadi karena dorongan ekonomi, di mana apabila mereka memeluk Islam maka mereka tidak akan dibebani jizyah yang diterapkan terhadap penduduk bukan Islam.
Dalam perkembangannya, kaum Muslim Bosnia mendapatkan status sama dengan orang Turki asli. Mereka menjadi tangan kanan orang Turki untuk memerintah penduduk Bosnia yang tetap memeluk agama leluhurnya. Oleh karena itu mereka menjadi pembela fanatik Kesultanan Usmani untuk menjaga hak-hak istimewa mereka.
Masuknya pemikiran nasionalisme membawa perubahan besar dan tajam di Bosnia. Apabila sebelumnya secara umum penduduk wilayah itu disebut warga Bosnia dan hanya dibezakan menurut agamanya, kini mereka mengidentifikasikan diri dengan tetangganya. Warga Bosnia yang menganut Kristian Ortodoks mengidentifikasikan dirinya sebagai orang Serbia sementara penganut Katolik menjadi orang Croatia.
Ketika Turki lemah, negara-negara jajahannya di Balkan memerdekakan diri. Salah satu di antaranya adalah Serbia. Negara yang baru merdeka ini berusaha menggabungkan Bosnia namun ambisinya digagalkan oleh Empayar Austria-Hungary, yang mencaplok wilayah tersebut pada tahun 1908. Hal tersebut kemudian mendorong kaum nasionalis Serbia membunuh putera mahkota kekaisaran tersebut di Sarajevo pada tahun 1914, yang kemudian menyebabkan pecahnya Perang Dunia I.
Setelah Perang Dunia I usai, Bosnia-Herzegovina, bersama-sama dengan Croatia, Slovenia, dan Vojvodina, diserahkan oleh Austria kepada Kerajaan Serbia-Montenegro. Dari penggabungan ini muncullah Kerajaan Yugoslavia (Slavia Selatan).
Akan tetapi perpecahan segera melanda negeri itu akibat pertentangan dua etnik utamanya. Warga Serbia berusaha membangun negara kesatuan sementara warga Croatia menginginkan federasi yang longgar. Kaum Muslim Bosnia terjebak dalam pertikaian tersebut karena kedua pihak memperebutkan wilayah tersebut. Beberapa kaum Muslim mendukung klaim Serbia dan menyebut dirinya sebagai Muslim Serbia. Namun lebih banyak lagi yang pro Croatia dan menyebut dirinya sebagai orang Muslim Kroasia. Pertentangan tersebut kemudian meledak menjadi kekerasan setelah NaziJerman menguasai Yugoslavia tahun 1941.
Negeri yang terkoyak
Setelah menaklukkan Yugoslavia, Adolf Hitler menggabungkan bekas propinsi Croatia, Bosnia, dan Herzegovina ke dalam negara boneka yang disebut sebagai Negara Croatia Merdeka (lebih dikenal dengan inisial Croatia, NDH). Negara tersebut dipimpin oleh Ante Pavelic, pemimpin organisasi nasionalis ekstrim Croatia, Ustasa (pemberontak). Rejim NDH ini berusaha membersihkan wilayahnya dari orang Serbia, Yahudi, dan Gipsi.
Oleh kerana besarnya jumlah penduduk Serbia di NDH, kaum Ustasa bersekutu dengan kaum Muslim guna mengimbanginya. Banyak orang Muslim yang bergabung dengan rejim tersebut, di mana bahkan wakil presiden dan menlu NDH adalah tokoh-tokoh Muslim.
Kaum Muslim juga bergabung dengan Jerman dalam memerangi gerilyawan, baik Chetnik maupun Partisan. Dua divisyen SS (Schutzstaffel, pengawal elit Hitler yang ditakuti) dibentuk dari kalangan kaum Muslim Bosnia, iaitu Divisyen 'Handzar' dan 'Kama'.
Banyak orang Serbia yang selamat bergabung dengan gerilyawan Chetnik yang pro-raja dan kemudian melancarkan pembantaian balasan terhadap orang Croatia dan Muslim. Konflik etnik berdarah ini memberikan keuntungan bagi kelompok Partisan pimpinan Tito. Oleh karena berhaluan komunis yang tidak membeza-bezakan latar belakang etnik dan agama, kelompok ini menarik pendukung dari berbagai latar belakang yang tidak menyukai pertumpahan darah di antara sesama warga Yugoslavia. Dengan demikian, kaum Partisan berhasil merebut kekuasaan di seluruh Yugoslavia setelah usainya perang.
Zaman Tito
Setelah meraih kekuasaan atas Yugoslavia, Josip Broz Tito berusaha membangun kembali persaudaran negeri itu di bawah bendera komunisme. Dalam upayanya untuk mengatasi perselisihan antar kelompok etnis dan agama, dia membentuk negeri itu menurut sistem federal yang ditarik berdasarkan etnisitas.
Bosnia, yang karena memiliki penduduk yang plural, merupakan ujian berat bagi Tito. Orang Serbia menuntut penggabungan wilayah tersebut karena penduduk Serbia yang hampir mencapai setengah dari total penduduk di sana pada masa itu. Akan tetapi Tito menolaknya. Dia tidak ingin membuat Serbia menjadi kuat seperti sebelumnya. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk memecah belah orang Serbia. Wilayah Serbia diperkecil dengan membentuk dua republik federal (iaitu Montenegro dan Macedonia) serta dua wilayah otonom (Vojvodina dan Kosovo). Tito, sebagai seorang Croatia-Bosnia, memutuskan bahawa wilayah Bosnia-Herzegovina harus menjadi sebuah republik persekutuan. Namun demikian, orang Serbia dapat diimbangi oleh gabungan Muslim-Kroasia di wilayah tersebut.
Dalam menghadapi ketidakpuasan atas keputusan tersebut, rejim Tito memakai tangan besi untuk menghadapinya. Cara tersebut memang efektif tapi hanya untuk sementara waktu. Ketika Tito meninggal dunia, pertikaian antar etnik dan agama kembali meletus di Yugoslavia, yang kemudian meruntuhkan negara tersebut.
Kemerdekaan Bosnia-Herzegovina
Yugoslavia terpecah-belah pada tahun 1991 setelah runtuhnya rejim-rejim Komunis di Eropah Timur. Mengikuti contoh Croatia dan Slovenia, pada bulan Mac1992 Bosnia-Herzegovina menyatakan kemerdekaannya melalui referendum yang diikuti oleh masyarakat Muslim dan Croatia Bosnia. Hal tersebut ditentang oleh penduduk Serbia yang ingin menguasai seluruh wilayah eks Yugoslavia.
Di bawah pimpinan Radovan Karadzic, orang Serbia Bosnia memproklamasikan Republik Srpska. Dengan bantuan pasukan federal pimpinan Jenderal Ratko Mladic, orang Serbia Bosnia berhasil menguasai 70 peratus wilayah negeri itu. Dalam konflik ini, etnik Serbia yang mayoritas berusaha melenyapkan etnik Muslim dan Croatia. Terjadilah pencerobohan terbesar dalam sejarah yang jumlah korbannya hanya kalah oleh Perang Dunia. Pembunuhan, penyiksaan dan pemerkosaan olah Kaum Serbia kemudian menyebabkan pemimpin-pemimpin Serbia dituduh sebagai penjahat perang oleh PBB.
Akhirnya, setelah perang berdarah yang berlarut-larut, perdamaian di antara ketiga kelompok tersebut berhasil dipaksakan oleh NATO. Sesuai dengan Kesepakatan Dayton tahun 1995, keutuhan wilayah Bosnia-Herzegovina ditegakkan namun negara tersebut dibagi dalam dua bagian: 51% wilayah gabungan Muslim-Kroasia (Federasi Bosnia dan Herzegovina) dan 49% Serbia (Republik Srpska).
Kini negeri tersebut mulai menghirup perdamaian dan ketiga belah pihak berusaha membangun saling percaya. Akan tetapi memang perlu waktu lama untuk menghapuskan permusuhan berabad-abad itu. Salah satu hal yang diusahakan untuk membangun saling percaya tersebut adalah mengadili para penjahat perang. Mantan Presiden Republik Srpska Radovan Karadžić berhasil ditangkap pada 21 Juli2008, sementara mantan Panglima Tentara Federal Jenderal Ratko Mladic belum tertangkap.